Bab 33 : Kebimbangan

1 0 0
                                        

Makan malam kali ini berlangsung dengan lancar. Robi yang menjadi tamu di keluarga Rara betul-betul diperlakukan seperti seorang raja. Hidangan hasil olah tangan Mama dan asistennya bukan hanya memuaskan Robi, tapi juga semua yang menikmati makan malam pada saat ini.

"Terimakasih sudah mengajak saya makan malam di sini," ucap Robi sambil menundukkan kepala dihadapan Papa dan Mama yang duduk di hadapan Robi.

"Semoga ini bukan yang pertama dan terakhir ya Ra." Kali ini Papa yang bicara sambil menatap Rara yang duduk di sebelah Robi.

Rara tidak ingin menanggapi permintaan Papa. Menyelamatkan mukanya yang sudah bersemu merah muda sungguh sangat menyulitkan baginya sekarang ini. Semua yang hadir dimeja ini kecuali Sri Anna selalu menggodanya. Sampai-sampai Rara tidak punya cukup waktu untuk bernapas lega.

"Tunggulah di ruang tamu sebentar. Aku ke kamar ambil tas dulu," pesan Rara pada Robi setelah mereka pamit dengan Papa dan Mama untuk keluar.

Ruang tamu yang dimaksud Rara adalah sebuah ruang berukuran 6 x 5 meter persegi. Memuat dua set sofa berukuran besar berwarna merah darah. Dua buah vas bunga berukuran sedang dengan bunga mawar putih menambah kesan segar pada ruangan ini. Lampu kristal berukuran besar menjadi penerang pada ruangan ini.

Sambil menunggu Rara, Robi membunuh bosan dengan memperhatikan keadaan ruangan ini, sampai mata elangnya menatap meja konsul berukuran sedang yang terdapat dibawah cermin besar berbingkai ukiran dari perak. Yang menarik perhatian Robi bukan ukiran perak pada cermin itu tapi berbagai macam foto yang terdapat diatas meja tersebut.

Robi menemukan foto-foto Rara dari berbagai usia, begitu juga beberapa foto Bagas dan foto pernikahan Pak Arya dan Bu Retno. Dan beberapa foto perjalanan keluarga. Ketika memperhatikan satu persatu foto-foto tersebut, tiba-tiba mata Robi berhenti pada sebuah foto berbingkai kayu. Dari foto-foto yang lain, terlihat betul bahwa foto ini berbeda dengan yang lain. Selain bingkainya beda sendiri yang membuat Robi terpaku adalah seperti ia pernah melihat foto gadis berumur 5 tahun dengan rambut di kucir kuda dengan pita berwarna pink muda.

"Maaf lama. Biasalah Papa interogasi dulu." Suara Rara yang tiba-tiba sudah ada dibelakang Robi. Membuat laki-laki itu kaget dan meletakkan kembali foto yang dilihatnya tadi ketempatnya kembali.

"Siap untuk berangkat?" tanya Robi sambil menggenggam tangan Rara dengan lembut.

Setelah membukakan pintu mobil untuk Rara dan mempersilahkan gadis itu naik. Robi pamit dengan Mama dan Bagas yang mengantar mereka sampai ke mobil.

"Hati-hati ya dan cepat kembali." Sebuah pesan yang disampaikan Mama kepada Robi adalah sebuah titah yang akan dijalaninya. Menjaga kepercayaan adalah hal penting saat ini buat Robi.

Perjalanan malam minggu menuju sebuah tempat yang di tuju harus dipenuhi oleh kesabaran tingkat tinggi. Macetnya kota karena arus kendaraan membuat Robi harus banyak bersabar. Biarlah terlambat sampai ke tujuan dari pada terjadi apa-apa di jalan.

Jarak tempuh dari rumah Rara ke tempat tujuannya sebenarnya hanya memakan waktu lebih kurang 1 jam perjalanan. Namun, dengan kondisi jalanan yang padat merayap seperti ini Robi prediksikan bisa menjadi 2 jam perjalanan. Sungguh pekerjaan yang melelahkan seperti ini. Namun janji sudah dibuat harus ditepati.

"Kita mau kemana?" tanya Rara memecah sunyi di antara mereka.

Robi yang sedang fokus dengan arus lalu lintas yang padat melirik gadis yang duduk manis di sebelahnya sesaat. Karena menikmati kebersamaan dengan keluarga Rara, ia sampai lupa menceritakan tujuan ia membawa gadis manis ini keluar dari rumahnya.

"Ke rumah Bu Sri." Sebuah jawaban yang singkat.

Rara yang masih belum fokus dengan jawaban Robi sesaat terdiam. Dan akhirnya tersadar siapa nama yang barusan disebutkan laki-laki tersebut.

TAKDIR CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang