Setelah mandi, berganti pakaian dan menikmati wedang jahe yang dibelinya tadi sebelum pulang. Robi duduk dengan santai, sambil menghidupkan TV yang tidak dilihatnya. Amplop putih yang sudah berubah warna diletakkan di atas meja di hadapannya. Ada semacam keraguan dan penasaran yang bersamaan muncul untuk memulai mengetahui isi di dalamnya.
Robi mengembuskan napas panjang sebelum membuka amplop tersebut. Ia ingin apapun hasilnya nanti tidak akan membuatnya kecewa dan tetap akan meneruskan pencarian. Itu selalu tekatnya ketika mendapatkan petunjuk tentang ibu dan ayah kandungnya. Dengan berhati-hati dikeluarkan sepucuk surat yang ditulis pada selembar kertas yang tidak lagi putih. Terdapat tulisan dengan tinta hitam dengan gaya tulisan yang rapi dan tersusun dengan baik. Mulailah Robi menelusuri aksara demi aksara menjadi sebuah kalimat indah dan sempurna.
Tridadi, 05 Juli 1990
Menemui Mbak Iyah
Di - TempatAssalamualaikum Mbak Iyah
Semoga Mbak, Ibu, Bapak dan adek- adek di sana ada dalam keadaan sehat wal'afiaat. Aamiin. Alhamdulillah aku dan Mas Joko juga sehat, Mbak.
Pertama aku mau minta maaf, jika baru kali ini bisa berkirim kabar dengan Mbak. Kepindahan kami cukup merepotkan. Rencana awalnya aku dan Mas Joko ingin mandiri, tapi rencana itu terpaksa dikubur karena Mas Joko mendapat kabar bahwa ibunya sakit. Sehingga setelah satu bulan kami ngontrak rumah di Malioboro, akhirnya kami putuskan untuk pulang ke Tridadi Sleman Mbak, untuk dekat dengan Ibu dan aku bisa menjaganya. Jadi aku mohon maaf ya Mbak kali ini baru bisa berkirim kabar.
Nanti kalau kami ada rezeki lebih, dan Ibu sudah sehat. Insyaallah kami akan mengunjugi Mbak. Aku rindu kalian semua, keluarga di sini semuanya baik padaku Mbak, tapi entah mengapa aku tetap merasa kesepian. Mungkin karena belum ada tanda-tanda kehamilan ya Mbak? Oleh sebab itu doakan aku ya Mbak, semoga aku cepat hamil.
Sekian dulu kabar dariku Mbak, titip salam buat Ibu, Bapak dan adik-adik di sana. Mbak jaga kesehatan, mudah-mudahan kita diberi kesempatan untuk bertemu. Di amplop surat ini aku tulis alamat lengkap rumah keluarga Mas Joko di Tridadi ini Mbak. Siapa tau nanti Mbak membutuhkannya.
Waalaikumsalam wr wb
Sri Wijiati dan Joko PrayitnoDi amplop surat Robi dapat membaca dengan jelas desa, kelurahan dan kecamatan di mana yang menulis surat ini berdomisili. Dan ini satu tujuan dengan rencana sebelumnya. Apa ini kebetulan dan sama atau justru berbeda. Ia akan mencari tahu.
Setelah melipat surat tersebut dan mengembalikannya ke dalam amplopnya. Robi mengambil ponselnya dan memfoto alamat yang tertera di amplop tersebut. Dilanjutkan dengan menelpon Amang untuk menanyakan sesuatu.
Setelah nada sambung ke enam terdengar suara Amang di seberang sana.
"Amang belum tidur?" tanya Robi, takut kalau mengganggu waktu istirahat orang tua ini.
"Baru siap berkemas aku untuk pulang besok," jawab Amang
"Tidak mengganggu akukan?" tanya Robi kembali, kali ini takut kalau nanti membuat Amang Theo marah.
"Untuk urusanmu tidak mungkin aku tolak. Itu pesan Bapakmu." ucap Amang
"Apa yang mau kau bahas?" tanya Amang di seberang sana.
Sejenak Robi diam, mengurai kata dalam pikir, dengan tujuan Amang paham dan tidak tersinggung.
"Kenapa Amang bawa Namboru jumpa denganku?" Sebuah pertanyaan akhirnya meluncur keluar dari bibir Robi.
Terdengar di seberang sana, tarikan napas yang panjang. Mungkin Amang sama dengan Robi. Berpikir dan mencoba mencari jawaban yang akan memuaskan anak kesayangannya.
"Bukan Amangmu ini yang mengajak. Tapi namborumu yang meminta untuk dijumpakan denganmu." Sebuah penjelasan awal sudah diberikan.
"Selama ini dia tidak ingin menjumpaiku? Kenapa sekarang dia mau jumpa?"
"Anakku sayang, dia takut kalau datang sendiri kau akan menolaknya. Karena pesan dari ibumu sangat kau jaga. Tapi yang paling penting baginya adalah mengenalkanmu dengan anak gadisnya." Jelas Amang
"Jadi ini hanya masalah Evita yang paling utama, Amang?" tanya Robi jengkel. Sudah diduga. Ternyata sangat licik namborunya. Memanfaatkan situasi dengan tujuan utama yang sebenarnya.
"Jangan kau emosi. Lihat semua ini jangan dari sudut negatifnya saja. Kau sudah dewasa, sudah saatnya kau juga memikirkan masa depanmu. Paribanmu, bukan bibit yang buruk. Dia terpelajar, punya pekerjaan baik dan juga cantik. Terlepas dari ibunya yang tak kau suka, tapi tidak benar juga kalau kau langsung menghukum anaknya."
Robi terdiam, tidak disangka Amang akan membela mereka bukan dirinya.
"Dengar kata Amang. Disini aku tidak membela siapapun. Kau anakku. Tak mungkin pula kubawa kau menuju jurang dan menjatuhkanmu di sana."
"Iya Amang. Kudengar apa yang Amang sampaikan." Ucap Robi pasrah.
"Kau jalani hidup ini. Siapapun yang datang dalam hidupmu kau nikmati. Jangan kau lawan. Tapi tidak pula kau lengah dan terbuai. Situasi ini bisa kau manfaatkan. Jika namborumu memanfaatkanmu, tidak salah juga jika kau melakukan hal yang sama. Manfaatkan anaknya untuk membantumu mencari siapa ibu dan ayah kandungmu." Nasihat Amang sebelum mengakhiri perbincangan.
Robi mencoba merenungi semua pesan yang disampaikan Amang. Inti sebenarnya adalah tentang perjodohan. Namboru memanfaatkan Evita untuk mencari informasi tentang ibu dan ayah Robi dengan harapan mereka bisa saling dekat dan kenal satu sama lain. Sebuah rencana yang sangat licik. Dan Robi tidak menyukainya. Ia akan berhati-hati, seperti itu pesan Amang kepadanya.
Terlalu banyak kabut misteri dari semua ini. Jika memandang ke dalam ia hanya mendapatkan kelam sebuah ujung yang tidak jelas. Terlalu banyak sandungan yang dihadapinya, terlalu banyak orang-orang dari masa lalu yang tidak dikenalnya muncul dan mencoba menjadi pahlawan bagi usahanya.
Robi kesal dengan ini. Tidak ada ketulusan dan keikhlasan. Semua ada tujuan, semua ada manfaat dan keuntungan untuk dikejar. Di saat Robi jengkel dengan kerabatnya pada saat itu, ponselnya berdering dan muncul foto Rara di layar ponselnya. Ada senyum yang terkembang di sudut bibirnya. Ada kebahagian yang terpancar dari matanya. Sejenak Robi melupakan sedihnya.
"Sudah pulang?" tanya Rara
"Sudah. Maaf tidak mengabari karena ada beberapa yang harus diselesaikan dulu." jawab Robi
"It's Ok. Sekarang tidurlah. Sudah hampir jam satu dini hari." ajak Rara
"Lusa kita jadi ke Yogya kan?" tanya Robi sebelum Rara menutup telponnya.
"Insyaallah. Izin sudah didapat." Kata Rara pasti.
"Baiklah. Sampai jumpa lusa. Aku jemput jam delapan pagi."
"Baik. Selamat malam." kata Rara sebelum mengakhiri perbincangan mereka.
Hari ini cukup melelahkan. Tapi diakhir dengan kelegaan dan kesempurnaan. Entah mengapa Rara mampu memberikan ketenangan disaat gelisah mendera, Rara mampu mengganti kerisauan dan keyakinan bahwa di balik gelap akan ada terang suatu saat nanti. Walau gadis itu juga tidak dalam kondisi yang baik, tapi ia bisa berperan sempurna membiarkan sebagian resah yang dirasakan Robi menjadi miliknya. Robi tidak sabar menunggu lusa. Ia dan Rara akan bersama mencari sesuatu sampai menemukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR CINTA
RomancePertemuan Rara dan Robi membuka sebuah kisah dan rahasia kehidupan mereka masing-masing. Cinta yang hadir di antara mereka, tidak mengurangi permasalahan yang mereka hadapi dalam detak kehidupan yang merek jalani. Mampukah Rara dan Robi keluar dari...