Acara hari ini berlangsung dengan lancar. Tamu merasa puas dengan hidangan yang disajikan. Tidak ada kekecewaan yang tergambar pada wajah para undangan.
Dari jam setengah delapan malam ketika acara dimulai sampai sekarang sudah hampir pukul sepuluh malam, semuanya menikmati acara demi acara, hidangan demi hidangan.
Papa sebagai bintang malam ini, sangat menikmati acara ini. Dalam ingatan Rara, belum pernah ia melihat wajah Papa seceria malam ini. Beliau betul-betul bisa memposisikan diri dengan baik. Berbaur dengan segala lapisan, tidak memandang tua muda, laki-laki atau perempuan semua disapa dan dilayani Papa dengan baik. Sejenak kesan tegas, garang dan tidak ramah menguap tergantikan oleh kesan ramah dan bersahaja.
Ditengah hingar bingar orang berbicara, Rara menikmati kesendiriannya di taman belakang. Saat acara di mulai sampai sekarang, tidak pernah matanya lepas menatap layar gawainya, berdoa dan berharap apa yang ditunggunya menjadi nyata.
Sampai waktu mendekati tengah malam, harapan itu terpaksa harus dikubur dalam-dalam. Kecewa harus kembali bersahabat dengannya. Sebuah pesan masuk menjawab semua penantiannya malam ini.
[Maaf aku tidak bisa datang, Ra. Evita tidak mau ku tinggal]
Sebuah alasan ataupun kebenaran yang pasti Rara sangat kecewa dengan keadaan ini.
"Kenapa di sini?" sapaan lembut Papa mengagetkan Rara. Secepat kilat ia mengusap netranya yang hampir basah oleh air mata. Ia tidak ingin terlihat sedih di hadapan Papa.
"Papa tidak di dalam?" selidik Rara mempertanyakan kenapa Papa bisa ada di sini.
"Papa melihat Rara dari tadi gelisah. Seperti ada yang ditunggu. Ada tamu istimewa yang membatalkan janjinya?" tebak Papa
"Iya, Pa."
"Tidak harus malam ini. Masih ada hari esok. Kamu yang sabar ya," nasihat Papa menguatkan Rara.
Sambil menatap langit yang kebetulan sedang dihiasi purnama, dua anak beranak ini terdiam dalam pikiran masing-masing. Sampai akhirnya Rara memecahkan kebisuan mereka.
"Papa, sudah membuka kado dariku?"
Papa tersenyum, "Bagaimana caramu merayu seorang Zoel Oesman, sehingga ia mau menyerahkan hartanya yang paling berharga?"
"Rara hanya menceritakan bahwa Rara ingin memberikan sesuatu yang bermakna untuk Papa. Itu saja."
"Zoel, terharu dengan perjuanganmu. Tidak banyak anak yang berkorban untuk orang tuanya. Bahkan ketika Zoel meletakkan harga tinggi untuk benda itu, Rara dengan percaya diri menyanggupinya. Padahal ia tahu secara finansial itu tidak mungkin bisa Rara penuhi."
Rara teringat ketika Om Zoel menyebutkan angka sampai ratusan juta untuk sebuah pena yang akan dihadirkan Rara pada Papa. Nominal sebesar itu tentu saja tidak akan pernah bisa dipenuhi Rara, sehingga alternatif ke dua diusulkan.
Rara bersedia bekerja di galeri seni milik Om Zoel setiap hari, tanpa digaji . Rencana Tuhan lebih indah dari pada skenario manusia, sampai akhirnya Om Zoel melunak dan dengan ikhlas memberikan pena tersebut sebagai kado ulang tahun papa saat ini. Apakah papa menghargai nya? Itu yang akan ditanyakan Rara.
"Bukan hanya Zoel yang terharu, Nduk. Papa juga. Semua bingkisan yang Papa terima malam ini, hanya bingkisan dari anak gadis Papa yang sangat Papa suka. Terimakasih, Nduk." ucap Papa sambil memeluk Rara.
Hati Rara kembali damai, kecewa yang dirasakan karena tidak hadirnya Robi, sirna karena Papa menyukai apa yang diberikannya tanpa keraguan sedikitpun. Tidak sia-sia perjuangannya, menemukan Om Zoel, membujuk sampai memohon.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR CINTA
RomancePertemuan Rara dan Robi membuka sebuah kisah dan rahasia kehidupan mereka masing-masing. Cinta yang hadir di antara mereka, tidak mengurangi permasalahan yang mereka hadapi dalam detak kehidupan yang merek jalani. Mampukah Rara dan Robi keluar dari...