Bab 31 : Cinta Tak Selalu Sama

2 0 0
                                    

Ketika sebuah rencana tidak sejalan dengan harapan, tinggal bagaimana cara kita untuk bertahan atau menyerah. Jika memilih bertahan artinya kita harus siap menjalani segala resiko yang mungkin akan terjadi, tapi jika kita menyerah bukan berarti kita akan terbebas dari derita. Hidup adalah sebuah pilihan, tepat atau tidaknya kita memilih akan mempengaruhi hasil akhirnya nanti.

Robi tidak menginginkan hasil akhir dari kehidupannya berujung derita dan nestapa. Sejak lahir Robi sudah terbiasa menderita. Ditinggal ibu kandungnya begitu saja sampai akhirnya ayah angkatnya membawa pulang dan menyerahkan segala cinta yang mereka punya.

Jika sekarang Robi menderita karena perjodohan ini, sebenarnya adalah sebuah masalah yang bisa diatasi dengan baik. Ia hanya perlu berpikir tenang, tidak emosi dan tetap memandang semua ini dalam kacamata yang baik. Itu cara efektif untuk mengurangi luka dan lara di hati.

Sebab itu, dengan ikhlas dan tenang Robi kembali berdiskusi dengan Amang. Kalau dulu ketika Ayah memutuskan sepihak, ia tidak diberi kesempatan untuk membenarkan ataupun menyalahkan, karena kondisi dirinya yang masih teramat kecil dan belum pantas untuk berpendapat.

Tapi sekarang beda, Robi adalah laki-laki dewasa dan mandiri. Secara finansial dan keilmuan, sudah memiliki bekal lebih untuk lepas dari bayang-bayang orang tua. Pada  keadaan sekarang, walaupun ia mengetahui sebuah rencana masa lalu yang diatur untuknya, bukan berarti Robi memilih untuk pasrah dan kalah. Robi punya hak untuk bicara, berpendapat atau mengusulkan, walau pada akhirnya nanti hasil yang didapat berbeda dengan yang diperjuangkan. Biarlah, yang penting ia sudah berjuang.

Teetttttttt
Bunyi bel yang panjang menyentak lamunan Robi. Diliriknya jam dinding yang terletak tepat diatas kabinet peralatan audio visualnya. Pukul setengah enam sore. Ternyata renungan panjang membuat Robi tidak menyadari waktu berjalan begitu cepatnya.

Teetttttttt
Kembali bel rumahnya berbunyi. Segera ia bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu utama dan membukanya.

"Ini arsik ikan mas kesukaanmu." kata Amang sambil menyerahkan rantang tiga susun berwarna biru tua ke tangan Robi.

Tidak perlu menunggu Robi memintanya masuk, laki-laki tua tersebut berjalan mendahului Robi. Tanpa menunggu Robi menutup pintu dan membawanya ke dalam rumah. Amang sudah tahu setiap jengkal rumah ini, karena disini sekitar empat puluh tahun yang lalu tempat ini menjadi saksi perjuangan ia dan Ayah Robi dalam merintis usaha.

Rumah yang sekarang ditempati Robi adalah kantor yang mereka gunakan untuk memajukan usaha. Sebagai pemuda Batak yang bersahabat dari Medan punya impian yang sama untuk menjadi kaya di Jakarta. Dengan cita-cita yang jelas, mereka berangkat dengan modal tekat dan nekat yang besar dari pada modal keuangan yang mereka punya. Jatuh bangun mereka berusaha dalam memulai sebuah usaha dilakukan di rumah ini. Dari awalnya menyewa sampai akhirnya bisa mereka beli. Rumah ini memiliki nilai sejarah dan cerita yang banyak, termasuk di rumah ini pula, perjanjian antara Aron dan Daniel terjadi. Sebuah perjanjian yang harus dijalankan oleh generasi penerus mereka pada masa sekarang.

"Amang mau makan sekarang?" tanya Robi ketika melihat Amang termenung dan menatap ruangan ini dengan penuh makna.

"Sebentar lagi."

"Kalau begitu aku mandi dulu?"

"Mandilah!" perintahnya, sambil mengambil remote televisi yang tergeletak di atas meja dan menekan tombol untuk saluran favoritnya.

Di tinggal Robi mandi, Amang kembali mengamati seluruh ruangan dari rumah ini. Setiap sudut dari bangunan tua memiliki kisah dan cerita yang akan selalu diingatnya. Seperti apa usaha dan pinta Robi untuk mengusulkan merenovasi total bangunan ini dengan bangunan bergaya modern sekarang, ia tetap tidak mau.

TAKDIR CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang