"Tidak keberatan jika menemaniku menjumpai Evita?" Sebuah tanya dilontarkan Robi waktu mereka berbincang-bincang di teras belakang rumah Eyang.
"Apa kau yakin untuk mengajakku? Kalau aku cemburu bagaimana?" canda Rara. Terlihat laki-laki jadi serba salah. Sikap yang mendadak kaku membuat Rara menikmati candaannya pagi ini.
"Aku suka kau cemburu." Sebuah pernyataan yang jujur. Rara senang mendengarnya.
"Bi, boleh aku bertanya?" Kali ini wajah Rara serius, tidak adalagi tingkah konyol menggoda Robi seperti tadi. Hal yang akan ditanyakan adalah sesuatu yang berarti buat hubungan mereka nanti.
Robi tersenyum, "Tanyalah. Aku siap menjawabnya secara jujur."
Sejenak Rara menghela napas panjang. Membuang beberapa karbon dioksida hasil pembakaran dalam tubuhnya, dan menghibur sebanyak-banyaknya oksigen untuk nutrisi otaknya agar bisa bicara dengan baik.
"Apakah aku pantas untuk kau perjuangkan? Sementara perbedaan keyakinan di antara kita tidak boleh untuk diabaikan."
Robi terdiam. Sebenarnya sejak ia mulai jatuh cinta pada Rara, hal ini yang selalu jadi ganjarannya. Namun, Robi mencoba menepisnya, mencoba membiarkan waktu yang akan memutuskannya nanti. Karena baik ia maupun Rara pasti tidak akan mau dipaksa untuk mengikuti keyakinan salah satunya walau mereka teramat cinta.
"Ra, untuk saat ini aku tidak berani menjanjikan hal yang berlebihan kepadamu. Tapi satu yang pasti, apa yang sudah kuputuskan untuk dijalani, aku akan bertanggung jawab untuk tidak membuat aku dan juga dirimu terluka. Untuk saat ini biarkanlah seperti ini, aku menyayangimu dan membutuhkan kehadiranmu."
Sebuah penjelasan yang sebenarnya tidak memberi kepastian pada Rara. Namun, untuk saat ini sudah cukup baginya. Rara tidak mengetahui seperti apa ujung dari takdir mereka, namun saat ini Rara menjalani bahagia ini dengan ikhlasnya.
Tak terasa perjalanan waktu yang sudah dilalui Rara mendekati enam bulan. Berarti sudah selama itu gadis ini meninggalkan rumah, meninggalkan orang tua nya dan jauh dari saudara angkatnya. Itu berarti sudah hampir enam bulan pula ia dekat dengan Robi. Bersama dengan laki-laki ini membantunya menemukan asal usul yang masih penuh misteri sampai sekarang ini.
Kerjasama yang mereka lakukan adalah indahnya kebersamaan, saling mengisi di setiap kekurangan yang ada. Tidak merasa sombong terhadap sebuah kelebihan yang dimiliki. Rara dan Robi selalu seiring sejalan menyelesaikan setiap permasalahan yang mereka hadapi.
"Kita berangkat berjumpa Evita?" Robi kembali mengingatkan Rara.
"Baiklah." Segera Rara bangkit dari duduknya. Membawa piring dan cangkir minum Robi yang sudah kosong. Pamit pada Eyang dan bersiap bersama laki-lakinya menjumpai Evita.
Setelah perbincangan tadi, sepertinya baik Rara ataupun Robi tidak akan pernah lagi menganggap Evita sebuah ancaman.
Walau pada awalnya kehadiran Evita di tengah mereka membuat keadaan yang tenang ini mendatangkan sebuah riak kecil. Baik Rara maupun Robi sama-sama punya alasan untuk tidak lari atau menjauhi Evita.
Robi tidak akan menghindar atau lari dari tanggung jawab yang dibebankan Amang kepadanya. Bagaimanapun, orang tua tersebut hanya paham satu hal. Berusahalah mengenal Evita, jika dia adalah takdir akhirnya biarkan waktu yang memutuskannya. Manfaatkan bantuan Evita untuk menyelesaikan pencarian tersebut, agar Robi bisa fokus pada kehidupan yang lainnya.
Lain halnya dengan Rara. Kehadiran Evita sebenarnya cukup menganggu. Tapi sebagai orang yang baru mengenal Robi, rasanya tidak adil bagi Robi jika ia harus menguasai laki-laki itu secara penuh. Rara mencoba mengendalikan cemburunya dengan tetap berpikir jernih dan terbuka.
Kehadiran Evita sangat membantu Robi dalam menemukan asal usulnya. Jika itu terlaksana berarti akan membawa kebahagian untuk Robi. Jika Robi bahagia Rarapun akan merasakan kebahagian yang sama. Hal inilah yang sekarang membawa mereka duduk bertiga.
"Aku tadi sudah ke sana sendiri," kata Evita pada Robi, ketika Robi dan Rara datang mengunjunginya.
"Kenapa kau tak tunggu aku. Sekarang ayo kita ke sana lagi," ajak Robi
"Percuma! Yang di cari sudah pindah ke Jakarta 3 hari yang lalu," jelas Evita pada Robi.
Entah berita ini benar atau tidak, tapi bagi Robi ini adalah sebuah kebetulan yang direncanakan dengan baik dan mempunyai sebuah tujuan. Siapa yang diuntungkan di sini. Tentu saja Evita. Tapi apa mungkin gadis ini selicik itu? Rasanya tidak mungkin.
"Sebaiknya kita segera berangkat ke Jakarta," usul Evita pada Robi.
Robi tidak menyukai usulan ini. Di Surabaya waktu itu, ia memang berencana ke Jakarta. Namun dihadapan Amang, Robi tidak menjanjikan secepatnya. Usul yang disampaikan Evita kepadanya seakan sudah membaca apa yang direncanakan Robi. Dalam perencanaan tersebut tidak ada melibatkan Evita sama sekali.
Robi diam, dipandangnya Rara yang duduk tepat dihadapannya. Minta pendapat itu yang selalu dilakukan Robi jika dalam keadaan bimbang dan ragu.
"Kau punya alamat orang tersebut di Jakarta?" tanya Rara pada Evita.
Sejenak Evita terdiam dan baru menyadari bahwa dari tadi Rara ada di sini. Seketika desir cemburu melanda hatinya. Ia sudah mengetahui seberapa penting arti gadis ini bagi paribannya. Tapi semangat juang Evita untuk mendapat Robi tidak akan hilang hanya karena kehadiran Rara diantara mereka.
"Ada. Tapi kata tetangga mereka. Ini hanya alamat sementara," jelas Evita
"Kalau begitu secepat kita harus ke Jakarta, seperti rencana semula" ucap Rara pada Robi dan menekankan kata kita pada ucapannya, agar Evita paham maknanya.
"Lalu bagaimana denganmu?" tanya Robi pada Evita
"Aku ikut denganmu. Amang sudah berpesan padaku untuk menemanimu!" tandas Evita
Pernyataan ini membuat Robi mati langkah. Di saat ia masih berpikir untuk tidak menyertai Evita di sini. Secara tidak langsung gadis itu menggunakan Amang sebagai perisai untuk melindungi dirinya dari penolakan Robi nanti. Sejenak Robi hanya diam. Tidak punya cara untuk membantah.Tapi untuk.menerima juga tidak semudah kenyataannya.
"Kita kesampingkan dulu semua rasa tidak nyamanan di antara kita. Sekarang baik aku atau kamu Evita kita punya tujuan yang sama. Tidak perlu kita perdebatkan siapa yang paling pantas di sini untuk membantu Robi menuju tujuan akhirnya. Marilah sama-sama kita pahami bahwa kita harus bekerja sama," jelas Rara panjang lebar pada Evita.
"Aku yang tidak mau bekerjasama denganmu," bentak Evita dengan kesalnya. Seenaknya saja gadis kemaren sore ini mengatur tindakannya.
"Terserah padamu. Mau atau tidak. Yang pasti, Robi pasti sangat membutuhkan bantuanku. Jakarta adalah rumahku. Satu hal lagi, aku punya banyak kawan yang dengan sukarela akan mempercepat usaha pencarian Robi," jelas Rara tersenyum puas.
Sekarang keputusan akhir ada ditangan Robi. Apakah ia akan ke Jakarta dengan Rara atau Evita, atau ke Jakarta dengan mereka berdua.
Bagi Rara bersama Robi ataupun tidak. Ia tetap akan pulang ke Jakarta. Bagi Rara janji adalah sebuah harga mati, sebuah kata yang terlontar tidak akan dikhianatinya, tidak akan ditukarnya dengan sebuah situasi yang akan menguntungkan dirinya.
Jadi apapun pilihan Robi nanti, bagi Rara tidak berpengaruh besar. Ia tetap akan kembali pulang, melihat rumah dan semua penghuninya. Menatap mereka semua dari dekat dan mulai belajar menata hatinya untuk menerima kehadiran orang lain dalam kehidupannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR CINTA
Любовные романыPertemuan Rara dan Robi membuka sebuah kisah dan rahasia kehidupan mereka masing-masing. Cinta yang hadir di antara mereka, tidak mengurangi permasalahan yang mereka hadapi dalam detak kehidupan yang merek jalani. Mampukah Rara dan Robi keluar dari...