Bab 18 : Berjumpa Rara

2 0 0
                                    

Gemerlap kota di malam hari sudah tergambar dengan jelas. Lampu jalan yang ditata indah dengan beraneka warna hiasan menambah indahnya suasana malam. Udara yang sejuk membuat sebagian besar orang memilih duduk dan bersantai di ruang terbuka hijau yang banyak ditumbuhi pepohonan. Dari pada sekedar mengurung diri di rumah atau di kantor.

Robi memperlambat laju kendaraannya ketika memasuki komplek perumahan di mana Rara tinggal. Debar jantungnya semakin menjadi. Kabar untuk datang sudah disampaikan, tapi datang dengan siapa tidak diutarakannya. Apakah nanti Rara akan kecewa atau justru bahagia Robi tidak dapat menebaknya.

"Pasti yang kita kunjungi ini orang yang istimewa buatmu," tebak Evita memecahkan sunyi diantara mereka.

"Nanti kau akan tahu," jawab Robi singkat.

Dengan hati-hati Robi memarkirkan mobilnya di halaman rumah Eyang yang asri. Rumah yang indah dengan halaman yang luas memberikan kesan tenang dan damai. Beraneka ragam jenis tumbuhan dari bunga sampai buah tumbuh dengan subur. Tertata dengan rapi menjadikan nilai tambah bagi rumah dengan arsitektur jawa. Tidak heran jika Robi berkunjung ke sini ia betah berlama-lama, selain ada Rara, ia bisa menikmati semua keindahan ini.

"Hasil karya Mas Dadang yang membuat ini semua menjadi indah," cerita Rara ketika pada suatu waktu Robi bertanya tentang hal ini.

Sekarang ia dan Evita sudah berada di sini. Pintu utama hanya berjarak sekitar 100 meter dari tempat mereka berdiri. Tidak ada Rara yang biasanya menunggu kedatangan Robi dengan berdiri di teras depan. Untuk kali ini sengaja Robi tidak mengatakan apa-apa. Bahkan ketika Rara bertanya jadi tidaknya ia ke rumah, hanya ditanggapi Robi dengan diam.

Tombol bel yang terletak di sudut kiri pintu utama ditekan Robi tiga kali. Ditunggunya respon dari dalam beberapa menit. Tidak berapa lama kemudian, gadis yang dirinduinya ini muncul dari dalam rumah. Dengan piyama tidur warna baby pink, lengkap dengan sandal boneka warna senada terlihat santai dan sederhana. Pesona kecantikannya tetap tergambar nyata, walau gadis ini hanya menggunakan piyama tidur.

Rara tersenyum pada Robi. Orang yang selama lima hari ini jauh dari kesehariannya, sekarang sudah ada dihadapannya. Selama lima hari ini, ia tidak bisa menatap laki-laki ini secara langsung. Ada yang kurang dan ada yang hilang. Pesan orang tua yang mengatakan, bahwa rasa itu bisa dipahami artinya ketika kita sudah jauh dari orang tersebut. Ternyata rasa rindu itu ada dan hadir khusus untuk laki-laki yang sekarang berdiri dihadapannya dengan gagah.

Tapi kali ini, Rara menemukan sesuatu yang beda. Kehadiran seorang gadis asing yang tidak dikenalnya disamping Robi, tiba-tiba menyentil hatinya. Mengurangi kadar rindunya. Siapa gadis yang berdiri disamping Robi? Begitu dekat jarak mereka sehingga tidak ada celah untuk Rara datang dan bisa merangkul tangan Robi seperti biasa.  Rara tidak nyaman dengan ini.

"Hai," sapa Robi menyingkirkan kekakuan diantara mereka.

"Hai. Baru sampai Solo?" tanya Rara

"Iya, langsung kemari. Belum ada ke rumah," jelas Robi.

"Mau di dalam apa di luar?" tanya Rara pada Robi. Biasanya Rara akan membawa Robi ngobrol di taman belakang sambil menikmati ikan koi di kolam Eyang. Tapi karena Robi tidak sendiri, oleh sebab itu pertanyaan itu diutarakannya.

"Eyang sehat? Aku tidak lama, hanya mengantarkan ini untukmu," kata Robi sambil menyerahkan 2 buah bingkisan yang berisi beraneka macam oleh-oleh khas kota Surabaya.

"Eyang sehat. Terimakasih," jawab Rara sambil menerima dua bingkisan itu dari tangan Robi.

Sampai detik ini, belum ada juga niat Robi untuk memperkenalkan gadis yang berdiri dengan setianya di samping Robi dari tadi. Kenapa? Apa ia tidak boleh mengetahui siapa gadis ini? Atau jangan-jangan Robi beranggapan ini bukan urusannya. Seperti itu Rara berpikir.

Jika begini, artinya apa yang dilakukan Robi kepadanya bukanlah sesuatu yang istimewa? Mungkin Rara yang terlalu berlebihan memaknai sikap dan perhatian Robi.

"Kenapa aku jadi sebodoh ini." Sesal Rara dalam hati.

Jika tidak mencari tahu, Robi pasti tidak akan memberitahu. Dan jika ini dibiarkan yang ada nanti tidurnya tidak akan nyenyak. Rara akan semakin berburuk sangka pada Robi.

"Kau tidak ingin mengenalkan dia kepadaku?" sindir Rara ketika Robi sudah berniat untuk pulang.

"Eh.., Aku lupa," ucap Robi yang terlihat kikuk untuk mengabulkan permintaan Rara.

Sungguh tidak nyaman baginya mengenalkan Evita kepada Rara. Tapi untuk lari dan menghindar dari tatapan penuh selidik gadis berhitung mancung ini sulit untuk dilakukannya.

"Dia, Evita," kata Robi akhirnya.

"Oooo. Jadi ini paribannya. Orang yang selalu membuat Robi jengkel jika membahasnya. Orang yang ingin kehadirannya ditiadakan walau itu akan selalu ada," bisik batin Rara

Cantik, berkelas dan dewasa, puji Rara dalam hati. Cocok bersanding dengan Robi. Apalagi secara adat mereka adalah jodoh yang pas. Pada saat itu sebongkah kecewa jatuh menghampiri sudut hati terdalam yang dimiliki Rara. Ada rasa sedih yang mendera ketika ia menyimpulkan dugaan seperti tadi. Ia cemburu.

Disisi lain Evita terlihat dalam pemikiran panjang. Gadis ini pasti bukan gadis biasa buat paribannya ini. Gadis ini pasti punya tempat istimewa di hatinya. Kalau tidak bagaimana mungkin Robi terlihat ragu untuk memperkenalkannya pada gadis yang bernama Rara.

"Sungguh beruntung dia. Bisa jadi orang istimewa tanpa diminta." Desah batin Evita hampir menangis.

"Hai, Evita." Rara menyapa tanpa berjabat tangan. Sebuah senyum tergambar, walau tidak menyukai keadaan ini, tapi Rara mencoba bersikap tenang. 

Evita tersenyum. Tidak bersuara dan juga tidak berusaha membalas hal yang sama. Ia tetap menatap Rara dari jarak yang terbatas. Walau tidak banyak yang diucapkan, Evita merasa gadis yang dijumpainya ini adalah ancaman buatnya. Evita tidak menyukai hal ini.

Tapi keresahan bukan hanya milik Evita seorang. Mereka bertiga, Robi, Rara dan Evita sama-sama resah. Kekakuan diantara mereka semakin terlihat.

Robi yang biasanya bisa bercerita apa saja pada Rara. Tiba-tiba berubah menjadi sosok dingin dan kaku. Rarapun yang terbiasa berbicara spontan, sekarang tiba-tiba tertahan. Bukan tidak ada yang ingin diceritakan, ditanyakan dan didiskusikan dengan Robi. Justru terlalu banyak yang sudah ada di kepalanya, tapi terpaksa dipendam karena Rara tidak ingin ada orang lain mengetahui isi hatinya.

"Pulanglah. Besok kau kemari lagi. Sendiri," perintah Rara.

Robi paham akan hal itu. Ujian untuk melihat sedikit gambaran isi hati gadis ini sudah didapatnya, walau ini mengecewakan Rara, bagi Robi rencana ini membuat ia bisa memahami seperti apa nilai dan harga dirinya di mata Rara. 

Robi tidak akan mengecewakan Rara besok. Ia akan datang sendiri, duduk berdua, berbicara dan melepas rindu yang untuk malak ini terpaksa ia tahan karena ada Evita di antara mereka.

Yang pasti besok akan kembali menjadi indah untuk Robi dan Rara, tidak menjadi indah untuk Evita. Hari ini Robi kembali pulang, pulang ke hati Rara, pulang ke rumah dan pulang ke suatu tempat yang di sana sedang menunggu Rara dengan setianya.

"Sampai jumpa besok, Ra, akan kita tuntaskan rindu kita," bisik Robi ditelinga Rara.

TAKDIR CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang