Bab 17 : Kegelisahan Hati

9 0 0
                                    

Tak tergambar betapa senang hati Rara hari ini. Sebuah pesan yang masuk ke WhatsAppnya menambah keindahan hari menjadi sempurna. Ternyata rindu itu indah, asyik dan bahagia. Setidaknya itu yang dirasakan Rara.

[Aku pulang hari ini]

Pesan yang terbaca dengan jelas yang dikirim oleh Robi, membuat senyum bahagia langsung terpancar dari wajah cantiknya. Pipinya bersemu merah, sangat pas mengambarkan hati yang sedang berbunga-bunga. Ternyata ia sangat merindukan laki-laki itu.

Di tempat lain, kejadian yang dialami Rara berbanding terbalik dengan Robi. Terasa berat baginya untuk menjalani hari. Pagi ini cuaca cerah tidak mampu menghapus mendung yang sedang bergelantungan di hati Robi sejak tadi malam atau tepatnya sejak kehadiran Evita di rumah ini.

Ternyata permintaan Amang untuk ia mengenal Evita betul-betul dilaksanakan. Tanpa minta pedapatnya, Amang mengundang Evita datang ke sini dan melewati setengah malamnya bersama Robi.

Amang tahu betul kelemahannya. Sekeras apapun hati Robi, tapi jika Amang yang meminta dan menuntut tidak akan pernah mampu untuk ditolak. Robi hanya bisa menjalani ini dengan setengah hati.

Ketika Amang ada diantara ia dan Evita, Robi mampu sekali-kali berbincang dan bertanya tentang keseharian Evita. Tapi ketika Amang memberi ruang untuk mereka berdua, Robi bisa diam seribu bahasa, ia akan bersuara ketika ditanyai dan akan memilih diam daripada memulai sebuah komunikasi, atau mencari beberapa alasan untuk segera berlalu dari hadapan Evita.

[Langsung ke rumahkan setelah sampai di Solo?]

Sebuah pesan dari Rara masuk ke gawai Robi. Tidak seperti sebelumnya, setiap pesan Rara pasti akan segera di jawabnya. Tapi kali ini, ia bingung untuk menjawab.

Mencari alasan untuk tidak membawa Evita ke Solo rasanya tidak mungkin, perintah Amang sudah jelas tergambar. Bawa Evita ke Solo atau tetap di Surabaya bersama Evita dan Amang.

Betul-betul membingungkan. Padahal jauh-jauh hari ia sudah berencana. Sampai di Solo yang pertama di kunjunginya adalah Rara. Ia akan langsung mengantar buah tangan yang sudah dicarinya beberapa waktu lalu dengan Luna. Tapi sekarang terpaksa rencana lain harus dipikirkannya.

Sebuah simbol jempol dikiriminya untuk Rara. Tanpa ada kata, tanpa ada rangkaian aksara. Tapi setidaknya Rara sudah mengetahui apa yang menjadi inginnya.

"Hati-hati kau di jalan. Manfaatkan waktu ini sebaik-baiknya," nasihat Amang kepada Robi. Ketika mereka pamit untuk berangkat ke Solo.

"Jangan pernah berpikir untuk tidak membawa Evita ke Jakarta bersamamu," bisik Amang seakan tahu apa yang sedang direncanakan oleh Robi.

Segala jengkel, kesal, sial dan hal-hal negatif sedang merajai hatinya sekarang. Sehingga perjalanan Surabaya - Solo dirasakan seperti perjalanan yang penuh dengan kesengsaraan dan penderitaan.

Tidak ada suara yang menemani perjalanan Robi dan Evita kali ini. Hanya suara Ebiet G Ade yang diputar melalui compact disc di mobil yang menjadi teman dalam perjalanan mereka.

Evita bukan gadis bodoh yang bisa dengan mudah dimanipulasi. Kemandirian yang ditanamkan pada dirinya sejak kecil mampu membuat Evita dewasa menjadi wanita yang tegar, wanita yang tidak akan menyerahkan walau yang ada didepannya adalah sebuah rintangan.

Ketika kawan-kawannya menikmati indahnya cinta keluarga, Evita justru di lempar Ayah ke sekolah asrama yang sangat ketat dengan aturan. Menangis dan berontak itu yang dilakukan di tahun pertama Evita di asrama.

Apa yang diterimanya? Ayah dan Ibu bukan datang untuk menjemput atau mengajaknya pulang. Tapi justru memperpanjang masa sekolah, yang awalnya hanya direncanakan 3 tahun menjadi 6 tahun.

TAKDIR CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang