Bab 21 : Rumah Itu Masih Sama

1 0 0
                                    

Perjalanan 1 jam 15 menit dengan pesawat terbang, dilalui Rara, Robi dan Evita dengan mulus. Mereka tiba di Soekarno Hatta sesuai dengan waktu yang direncanakan.

"Biar aku yang bawakan."

Tanpa minta persetujuan Rara dan tanpa memperdulikan sorot mata kejengkelan Evita, Robi sudah mengambil semua barang bawaan Rara dan memenuhi punggung dan dua tangannya dengan barang Rara dan dirinya. Dengan santai laki-laki tegap itu berjalan menuju gerbang kedatangan. Dua orang gadis mengikutinya dari belakang.

"Tidak sebaiknya kau diantar Mas Bagas?" saran Rara ketika mereka bertiga duduk berdampingan di kursi pada ruang kedatangan.

"Tidak usah, sebentar lagi orang suruhan Amang akan menjemput kemari," tolak Robi dengan sopan.

Tidak lama menunggu dari kejauhan Rara dapat menangkap sosok laki-laki berwajah teduh yang sudah dikenalnya dari kecil. Laki-laki yang sangat disayanginya selain Papa. Laki-laki itu pun terlihat mempercepat langkahnya, seakan tidak sabar untuk melihat dari dekat adik satu-satunya yang telah terlalu lama meninggalkan keluarga.

Kerinduan itu tak dapat disembunyikan. Tanpa memperdulikan orang disekitar, Bagas membawa Rara dalam pelukannya, diangkatnya tubuh mungil itu, rindunya sudah membuncah. Sejak usia 9 tahun baru kali ini ia berpisah dalam kurun waktu yang cukup lama. Sehingga tak terkatakan banyaknya gunung rindu yang sudah menyesakkan dada.

"Mas. Apa kabarmu?" sapa Rara lirih, mencegah butir bening itu tercurah dari mata indahnya. Netranya sudah mulai kabur oleh genangan air mata yang tertahan. Tidak dapat diucapkan dengan kata seperti apa rasa rindu itu pada saudara satu-satu yang nya dari kecil. Sejenak Rara tersadar, segera dicegahnya air bening itu mengalir dari matanya, karena ia di sini tidak sendiri.

"Robi, kenalkan ini Mas Bagas," ucap Rara sambil bergelayutan manja di lengan kekar milik Bagas.

"Robi!"

"Bagas!"

"Dan ini Evita, Mas. Kami bertiga sama-sama berangkat dari Solo," jelas Rara sambil melirik Evita yang setia dengan kekakuannya.

"Ayo ikut kami ke rumah dulu.
Nanti aku antar ketempatmu." Bagas mengajak Robi dan Evita.

Robi hanya tersenyum, walau dalam hati ingin memenuhi ajakan tersebut,  tapi keadaan yang tidak memungkinkan untuk ia memenuhinya saat ini.

Biarlah untuk kali ini ia dan Rara terpisah dulu. Tidak adil buat Rara, jika ia memaksa untuk selalu menemaninya. Gadis ini sudah hampir enam bulan lebih jauh dari keluarga, biarlah kepulangannya kini digunakannya untuk menuntaskan rindu yang tertahan selama ini.

"Nanti aku kabari di mana aku tinggal selama di Jakarta," janji Robi ketika ia mengantar Rara menuju mobil.

Rara tersenyum, ditatapnya laki-laki itu lebih lama. Seakan hatinya tidak mau berpisah, tapi keadaan yang harus memaksa mereka untuk berpisah sementara. Baru kali ini Rara merasakan beratnya perpisahan, padahal bukan pertama kali Rara dan Robi berpisah. Tapi kali ini bagi Rara terasa beda.

"Jangan lupa mengabariku, ya?" pinta Rara sebelum Mas Bagas menghidupkan mesin mobil.

Robi mengangguk pelan. Rara dilepaskannya dengan ikhlas. Tidak sedikitpun ia bergeser dari tempat berdirinya sampai mobil yang dikemudikan Bagas menghilang dari pandangannya. Gadis istimewanya sudah pulang, kapankah ia akan bersama kembali? kapankah ia bisa melihatnya kembali?  biarlah sang waktu yang akan menjawabnya.

Beberapa saat setelah Rara berlalu dari hadapannya, Evita datang membuyarkan lamunannya.

"Bang, supir perusahaan sudah datang. Ayo kita pulang." Robi segera tersadar, bahwa masih ada gadis yang lain sekarang. Ia harus mengurus dan mengantar Evita ke rumah keluarganya.

TAKDIR CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang