Prolog

4.1K 287 8
                                    

Angin berhembus lembut membelai wajahnya yang cantik memberikan bekas berupa rasa dingin, wajahnya diterangi sinar bulan, matanya yang basah terpejam tenang menikmati setiap hembusan angin diwajahnya. Pipinya masih meninggalkan jejak sungai kecil yang tadinya mengalir deras oleh air asin dari matanya. Mulut mungilnya terbungkam seakan akan tidak mampu mengeluarkan satu kata pun dari banyak pikiran yang ada di kepalanya.

Matanya terasa berat oleh bulu mata yang basah perlahan ia buka, bola mata yang masih berkaca berkilat di bawah sinar bulan.

"KENAPA??!!!" Teriaknya dalam keheningan.

Agalia menangis deras di halaman luas terbuka dibelakang rumahnya, hanya di temani oleh api unggun. Pena di tangan ia genggam erat erat, buku di pangkuannya tertulis kata kata hayalan yang bodoh.

"Aku begitu bodoh membayangkan hal yang tidak mungkin untuk menjadikan pelarian dunia ini! Kenapa aku ditakdirkan menjadi seorang penghayal?! Kenapa?! Kenapa aku dilahirkan di dunia yang satu ini?" Ia berbincang dengan dirinya sendiri seakan itu bisa menjawab pertanyaannya yang ia lontarkan bertubi tubi.

Ia melihat buku diary di pangkuannya, tulisan buku itu diterangi oleh sinar api unggun yang bewarna kuning. "Aku tahu yang aku tulis ini tidak mungkin akan terjadi, harapan harapan bodoh yang benar benar konyol jika dibayangkan, bahkan tuhan pun akan menertawakan tulisan ini. Karna tulisan itu berisi ketidak mungkinan yang sangat tidak mungkin!" Pikiran ia kacau, dunia yang ia tempati sekarang seperti siksaan baginya.

Agalia merasa dunianya dipenuhi siksaan, banyak penderitaan ia lalui di hidupnya, ia selalu merasa gagal dalam semua hal. Ia benci kehidupannya disini, di dunia yang penuh dengan muggle*¹ yang meresahkan. Hingga ia menulis diary yang berisi harapan harapan konyol yang ia inginkan, harapan yang ia tahu itu tidak akan terjadi.

Ia merobek diary miliknya lembar demi lembar, meremas lembaran itu hingga menjadi gumpalan kertas sampah. Gumpalan itu ia lempar kedalam api unggun yang membara dihadapannya. Agalia bangkit dan membiarkan diary itu terjatuh dari pangkuannya.

Langkahnya menuju ke dalam rumah begitu berat, menyeret kakinya selangkah demi selangkah meninggalkan diarynya yang telah hancur ia robek. Ia membuka pintu di hadapannya dan masuk menuju rumah.

Ia lelah sungguh lelah, ia berniat langsung istirahat di kamarnya, menenangkan kepalanya yang berat penuh dengan pikiran.

"Aku ga mau rumah kita kebakaran karna api unggun konyol yang kamu buat di halaman belakang" ujar ibunya di ruang tamu. "Jangan sok dramatis kaya kamu lagi dalam drama sekarang. Matiin apinya!"

"Ga tau ini lagi adegan sedih apa" Agalia melanjutkan langkah yang tertunda tidak menghiraukan perkataan ibunya. Toh bentar lagi hujan, api itu bakalan mati sendiri.

Lanjut kesedihannya...

Agalia membuka pintu kamar dan langsung mendaratkan tubuhnya ke kasur. Pikirannya masih kacau.

Agalia adalah anak brokenhome ibu dan ayahnya berpisah saat ia masih kecil, ia tidak tahu penyebab yang pasti kedua orang tuanya berpisah. Tetapi semenjak kejadian itu Agalia tidak lagi sama, ia menutup diri dari lingkungan sekitarnya, bahkan ia tidak punya teman. Banyak laki laki yang menyukainya, tetapi Agalia tidak ingin mereka karna laki laki yang ia inginkan terlanjur mematahkan hatinya. Ia mempunyai kisah asmara yang rumit, bagaimana tidak, gadis itu selalu menjadi tempat pelampiasan bagi laki laki yang dia inginkan. Sampai akhirnya ia benar benar tidak peduli dan menghabiskan waktunya dengan membaca.

Agalia menatap langit langit kamarnya, menenangkan pikirannya yang terus menghantam benaknya. 9 akhirnya ia memejamkan mata dan tidak sadar bahwa ia telah tertidur dengan pipi yang masih basah oleh air mata.

MistakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang