(IND) Chapter Two - The Myth

355 40 1
                                        

Di kantor polisi.....

Phana sedang memperhatikan KTP milik korban di atas mejanya, Nan Wirachat, wanita berusia 24 tahun seorang guru magang, tempat tanggal lahir Bangkok 18 Juni 1996.

Sementara Singto sedang menemani siswi yang berstatus sebagai tersangka untuk memberikan testimony tentang kronologi kejadian. Rasanya baru sejam yang lalu berada disini, ia bahkan belum melupakan aroma menyengat yang berasal dari sel tempat ia di tahan, Singto menghelas nafas panjang dan mengutuk tempat itu.

Sedangkan gadis malang itu tampak berurai air mata memandangi borgol di tangannya dengan tubuh gemetaran, membayangkan ia harus menghabiskan hidupnya di dalam penjara mulai hari ini.

Tidak lama, ayahnya pun menyerbu masuk dengan nafas terengah - engah sambil menekan dadanya. Gadis itu pun langsung berhambur ke arah ayahnya sambil menangis ketakutan.

"Papa!!! Tolong aku!!! Aku tidak ingin masuk penjara....aku tidak melakukannya...aku bersumpah..." ia berteriak histeris.

Namun beberapa polisi berusaha menghadangnya.

"Kalian dengar itu?!! Putriku tidak mungkin membunuh orang, kalian pasti salah menuduhnya...." teriak orang tua itu emosi. "Tolong lepaskan dia!!!"

"Putrimu adalah tersangka utama dalam kasus ini..." tuding Phana. "Ia adalah orang terakhir yang bersama korban sebelum korban di temukan tewas..."

"Itu tidak mungkin, aku tidak percaya!!! Apakah kalian memiliki bukti?!! Kalian tidak bisa menuduhnya tanpa bukti!!! Aku akan menuntut kalian semua!!!" ancamnya.

"Untuk saat ini ia hanga berstatus sebagai tersangka, kami akan melakukan beberapa tahap interogasi dan pemeriksaan, dan ia akan diijinkan pulang jika sidik jarinya tidak di temukan di tubuh korban, namun kami akan terus melakukan pengawasan terhadap dirinya hingga proses penyelidikan selesai..."

"Selanjutnya kasus putrimu akan diserahkan kepada jaksa penuntut dan status terakhirnya akan di putuskan di pengadilan..." ujar Phana menjelaskan. "Sebaiknya kau segera mencari pengacara atau mengajukan jasa pengacara public untuk membelanya..."

Orang tua itu tidak tau harus khawatir atau merasa lega terasa mendengar penjelasan Phana, ia lalu menoleh pada Singto dan bertanya emosi. "Kau adalah wali kelasnya, bukan?!!"

Singto mengangguk pelan dan memperkenalkan dirinya. "Namaku Singto Prachaya...."

"Wali kelas macam apa kau?!!" orang tua itu langsung memotongnya. "Aku menitipkan putriku padamu untuk kau didik, namun kau malah menjebloskannya ke dalam penjara!!! Aku juga akan menuntutmu!!!"

Singto serasa di todong oleh senapan mendengar hal itu, ia segera membungkukkan badannya dan meminta maaf. "Aku minta maaf...."

"Kau telah menghancurkan hidup putriku, usianya baru 16 tahun, apa yang akan terjadi padanya jika ia di masukkan ke dalam penjara?!! Itu sama saja dengan membunuhnya!!!"

Ia kembali menoleh pada Phana dan menambahkan. "Sekalipun putriku melakukan kesalahan, kau seharusnya memberinya kesempatan untuk memperbaiknya dan bukan mengirimnya ke penjara...bagaimanapun ia masih di bawah umur, tempat itu tidak pantas untuknya..."

"Bagaimana jika sebaliknya yang menjadi korban adalah putrimu? Apakah kau juga akan memaafkan pelakunya dan memberinya kesempatan?" tanya Phana mengembalikan ucapannya.

"Kau..." ia kehilangan kata - katanya dan melototi Phana dengan nafas terengah - engah menahan sakit.

"A-aku akan berusaha menolongnya....aku tidak akan membiarkannya dipenjara..." ujar Singto meskipun ia sama sekali tidak tau harus berbuat apa.

(ENG - IND) Butterfly's Fate - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang