(IND) Chapter Four - Cursed Birthmark

296 34 0
                                    

Sebelum kembali ke kantor polisi, Phana menghentikan mobilnya di depan sebuah toko baju di lantai bawah gedung apartmentnya dan membeli beberapa helai kemeja dengan tujuan meminjam ruang ganti untuk memeriksa tanda lahir di punggungnya, dengan bantuan cermin dan camera ponsel.

Ia terkejut saat menemukan tanda lahir berwarna merah yang dimaksud di dekat tulang punggung sebelah kanannya, meskipun ia tidak yakin bentuknya seperti sayap kupu - kupu.

Ia mencoba menyentuhnya tanda lahirnya, namun tampak kesulitan, dan bertanya - tanya apakah ia sungguh mendapatkan kutukan sejak lahir dan sisa hidupnya hanya tinggal 3 bulan, pikirnya. Phana menarik nafas dalam dan berusaha berpikir positif.

Ia harus segera memecahkan misteri ini atau menemukan pasangannya dan menikah, pikirnya. Namun ia segera mengenyahkan pilihan kedua dari pikirannya saat tanggal lahir Singto melintas di kepalanya.

"Aku tidak percaya dengan takhayul! Aku tidak ingin menikah karena kutukan! Ini sungguh konyol!" gumamnya.

Setelah selesai, ia berjalan keluar sambil menyalakan sebatang rokok dan berjalan menuju mobilnya. Sialnya, ia tidak sengaja menabrak seorang pelajan kaki karena tidak memperhatikan jalan, menyebabkan rokok dan shopping bag di tangannya terlepas dan jatuh ke tanah.

Phana langsung menoleh pada pejalan kaki tersebut dengan ekspresi kesal dan membeku seketika saat melihat wajah orang yang muncul di kepalanya beberapa saat yang lalu.

Singto sedang berjalan sambil melamun menuju apartmentnya di gedung sebelah.

Phana membeku seketika dan menatap pria itu lurus selama beberapa saat sebelum memungut shopping bagnya. Pada waktu bersamaan orang yang ditabrak juga berjongkok dan membantunya memungut matches dan rokok.

"Maaf..." ujar Pha singkat sambil meliriknya sesaat.

"Aku penasaran, jika polisi merokok dan menabrak orang apakah bisa di sebut pelanggaran?" tanya Singto tiba - tiba.

Phana tampak terkejut dan membalas. "Kalau begitu silahkan ke kantor polisi untuk membuat laporan..."

Namun Singto tidak menyerah begitu saja, ia mengganti topik sambil menunjukkan rokok di tangannya dan bertanya antara bercanda dan serius. "Kupikir salah satu syarat menjadi polisi, tidak boleh merokok...apakah aku salah?"

Phana segera merebut kembali rokok dan matches dari tangannya, dan membalas. "Itu hanya salah satu syarat sebelum melakukan medical check up saat mendaftar menjadi polisi, tidak ada larangan bagi polisi untuk merokok..."

Singto merespon dengan tertawa dan menambahkan. "Kutebak, menjadi polisi pasti tidak mudah sehingga kau harus merokok untuk menghilangkan stress, apakah kau pernah berpikir untuk mengganti profesi sebelum kau di vonis menderita kanker paru - paru?"

Eksresi Phana berubah seketika, ia mendesah pelan dan membalas dengan santai. "Kutebak, kau juga pasti sering stress menghadapi kelakuan siswa di sekolah, karena itu kau sering minum - minum untuk menghilangkan stress, kusarankan sebaiknya kau mengganti profesi sebelum kau menabrak orang karena mabuk..."

Singto menggertakkan rahangnya kesal mendengar tudingan Phana padanya. Malam itu ia hanya minum sedikit karena merasa sedih, namun ia sama sekali tidak mabuk.

"By the way, apakah kau sedang mengikutiku?" tanya Singto mengubah nada bicaranya. "Seorang polisi seharusnya berada di kantor polisi atau TKP alih - alih di depan...." ia berhenti sejenak dan menoleh ke samping, menunjuk toko di depannya. "Toko baju?"

"Apakah akhir - akhir ini tidak ada kasus jadi kau merasa bosan dan punya banyak waktu untuk shopping?" tambahnya sambil melirik shopping ba di tangan Pha.

(ENG - IND) Butterfly's Fate - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang