Day one....
Tidak keluar dari perkiraan Phana, ritual tersebut ternyata dijadikan ladang bisnis bagi sebagian orang yang serakah. Dimana, calon pengantin dianjurkan memberikan hadiah atau cindera mata sebagai ucapan terima kasih setelah mendapat restu atau lebih tepatnya menyogok.
Sebagian orang memanfaatkan kesempatan itu untuk menghasilkan uang, dengan berperan sebagai penyedia barang, dan bahkan ada yang menyediakan jasa ritual organizer.
Phana tidak ingin mempercayainya, namun ia tidak bisa apa – apa selain terpaksa mengikuti semua aturan konyol tersebut.
Keduanya mengunjungi rumah pertama pada list data keluarga dan menunjukkan KTP mereka, seperti dugaan Pha keluarga itu tampak tidak terkejut mengetahui hubungan mereka dan langsung menebak tujuan kedatangan keduanya.
Setelah itu, Pha menyilangkan jarinya dengan Singto lalu berlutut bersama dan memperkenalkan diri dengan singkat, kemudian memohon agar seluruh anggota keluarga memberikan restu, dan menyerahkan dokumen untuk ditanda tangani oleh kepala keluarga.
Seorang pria paruh baya yang merupakan kepala keluarga tampak memandang keduanya dengan tatapan sinis dan tidak bergeming, sampai seseorang datang dan membawakan bingkisan hadiah.
Singto memperhatikan seluruh anggota keluarga yang berjumlah 6 orang itu satu per satu, terakhir matanya tertuju pada anak perempuan yang memiliki bekas luka bakar yang parah di wajahnya, bersembunyi di belakang orang tuanya.
"Kau memiliki seorang putri yang cantik, aku percaya kelak ia pasti akan bertemu dengan pria yang baik, menikah dan hidup bahagia...." ujar Singto sambil tersenyum padanya.
Orang tua itu tampak terkejut melihat gadis kecilnya tersenyum kembali, ekspresinya berubah seketika, ia membersihkan tenggorokannya sejenak dan berkata dengan canggung.
"Aku tidak tau apakah kelak putriku bisa menikah dan hidup bahagia seperti katamu, tetapi aku ingin berterima kasih karena kau telah membuatnya tersenyum, aku akan memberikan restu pada kalian dan kudoakan semoga kalian bahagia..." ia pun segera mengambil dokumen dan menandatanganinya.
Kedua pria itu saling bertukar pandang sejenak dan memeluk gadis kecil itu sebelum pamit untuk mengucapkan terima kasih.
Selanjutnya, mereka menuju rumah kedua dan seterusnya yang jaraknya tidak terlalu berjauhan dan mengulangi peroses yang sama. Respon dan sikap para penduduk juga berbeda – beda, ada yang menunjukkan simpati, ada yang acuh tak acuh, namun juga ada yang bersikap kritis.
Beruntung Phana memiliki kemampuan berkomunikasi yang handal, ditambah profesinya sebagai inspektur polisi di kota besar sehingga tidak ada yang menolak memberikan tanda tangan, dan bahkan ada yang menolak hadiah. Singto menghembuskan nafas lega dan tersenyum lebar, ternyata semuanya tidak seburuk yang ia bayangkan, pikirnya.
Namun pada rumah kesekian, tiba – tiba saja seorang wanita muncul dari dapur dan melayangkan tamparan di wajah Singto tanpa aba – aba, lalu berteriak.
"Kau bersedia menikah dengan pria hanya karena kau takut mati?!" ia tertawa menyeringai. "Dimana harga dirimu sebagai seorang pria?!! Sebaiknya kau memotong kelaminmu dan menjadi wanita!!! Dasar tidak tau malu!!!" ia hendak memukul lagi, namun Phana segera memegangi tangannya.
Singto seakan disambar petir di siang bolong mendengar hal tersebut sambil memegangi wajahnya yang terasa panas. Kata – kata wanita itu seperti sebilah pedang yang menembus jantungnya. Tidak lama muncul beberapa orang dan segera memegangi tangan wanita itu, menahannya dengan kuat, lalu membawanya kembali.
Seseorang membisikkan pada Phana dan memberitahukan bahwa wanita itu mengalami gangguan mental karena ditinggal oleh kekasihnya yang ditakdirkan menikah dengan seorang pria, karena itu ia sangat membenci pasangan gay.
KAMU SEDANG MEMBACA
(ENG - IND) Butterfly's Fate - Completed
Mystery / ThrillerCouple : Pha/Sing Genre : Criminal/Mistery Sinopsis : (IND) Phana adalah seorang inspektur polisi yang menemukan rentetan kasus kematian aneh yang melibatkan kematian kembar. Ia mencurigai kasus kematian tersebut berhubungan dengan pembunuhan beran...