"Acha?" gumam Reina pelan.
Acha yang menyadari kehadiran orang lain pun menoleh. Matanya membola sempurna ketika dia melihat sosok Reina. Ya, siapa yang tak kenal dengan Reina? Gadis penyandang juara umum selama dua tahun berturut-turut.
"Loh, Reina?" tanya Acha tak percaya. "Kamu bimbingan belajar juga sama Kak Alaric?" tanyanya lagi. Reina mengerutkan kening. Tak mengerti maksud dari ucapan Acha.
"Reina tunangan saya," ujar Alaric tiba-tiba. Mendengar itu mata Reina membola sempurna, begitu juga dengan Acha yang sama terkejutnya. Reina menggerutu dalam hati. Bisa-bisanya Alaric berkata seperti itu di hadapan Acha.
"Loh, tunangan? Aku kira selama ini kamu sama Fano, Rein," ucap Acha. Reina tersenyum paksa menanggapinya.
"Mau pesan apa?" Pertanyaan Alaric menghentikan percakapan antara Reina dan Acha.
"Eh, iya." Acha membenarkan letak kacamatanya sebelum dia membuka buku menu.
"Hm, aku ramen aja, Kak. Kak Al mau pesan apa? Sesuai janji Acha kemarin, biar Acha yang traktir," ujar Acha. Reina menaikan kedua alisnya mendengar ucapan Acha. Mereka kenal dekat?
"Nasi goreng seafood," balas Alaric.
Acha tersenyum penuh arti. "Pesanan Kak Al nggak pernah berubah ya," ujar Acha. Alaric tersenyum kecil menanggapi ucapan Acha.
"Kamu nggak pesan makan, Reina?" tanya Acha pada Reina. Reina menggeleng pelan.
"Udah pesen tadi sebelum lo datang."
Setelah itu dia memanggil pelayan untuk mencatat pesananya. Acha berbincang sejenak dengan pelayannya. Dan tak lama kemudian, pelayan Kafe itu pun pergi.
"Oh iya Kak, kemarin Acha ngobrol-ngobrol sama Papa soal pilihan jurusan kuliah. Akhirnya Papa bolehin aku masuk FK!" Acha berujar antusias.
"Aku ikutin saran Kakak buat ngobrol baik-baik sama Papa, dan ternyata Papa setuju. Padahal tadinya aku udah pasrah pasrah aja kalau nanti ngambil manajemen bisnis sesuai keinginan Papa," ujar Acha, "makasih ya Kak, aku seneng banget!"
"Jangan makasih ke saya, saya cuman ngasih saran. Bilang makasih sama Tuhan, karena udah memutar balikan hati Papa kamu."
"Iya. Makasih Ya Tuhan udah memberikan Acha kesempatan. Pokonya Acha janji nggak akan kecewain Papa. Acha akan belajar lebih giat lagi. Acha bakal ngebuktiin ke Papa kalau Acha bisa."
Reina menyaksikan interaksi keduanya dalam diam. Lagi dan lagi, dia kembali merasa terasingkan. Sebelah tangan Reina bergerak untuk merapikan barang-barangnya. Dia mengambil sling bag hitamnya, berniat untuk pindah ke meja lain. Toh, sepertinya lebih baik dia duduk sendiri daripada tak dianggap seperti ini. Namun, baru saja Reina berniat bangkit dari kursinya seorang pelayan tiba-tiba datang membawa pesanan nasi goreng milik Reina.
"Pesanannya Mbak," ujar pelayan itu menyimpan pesanan Reina di atas meja.
"Terima kasih," ujar Reina diiringi senyuman.
Reina tetap pada pendiriannya. Sebelah tangannya bergerak untuk membawa serta makananya pergi. Alaric yang menyadari pergerakan Reina yang seperti akan meninggalkan meja pun bertanya.
"Kemana?" tanyanya. Reina menoleh sekilas.
"Pindah."
"Kenapa?" tanya Alaric. Reina menggelengkan kepala.
"Gapapa, pengen sendiri aja," ujarnya.
"Duduk di sini," titah Alaric tegas tak terbantahkan. Reina menatap Alaric dengan senyum yang terkesan dipaksakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Reina [SELESAI]
Fiksi Remaja"Lupa lepas cincinnya, Fan." "Kenapa harus dilepas?" "Lo nggak baik-baik aja kalau cincinnya masih dipake. Iya, kan?" "Nggak usah terlalu pikirin gue, gue baik-baik aja." ____ "Aku nggak mau ngerepotin Kak Al dengan antar jemput aku ke sana sini." "...