Reina melangkahkan kakinya keluar dari gerbang sekolah. Ia melirik kanan dan kiri untuk menyebrang jalan setelahnya. Tidak lama, tangannya bergerak mengetuk kaca pintu mobil putih yang sedari tadi terparkir di pinggir jalan, menunggu kehadirannya.
"Masuk!" Titah sang pengemudi dari dalam. Reina menurut. Ia masuk ke dalam mobil, sesaat setelah pintunya terbuka.
"Tumben?" tanya Reina pada Alaric sembari menutup kembali pintu.
"Tumben kenapa?"
"Tumben jemput. Emangnya nggak sibuk?"
Alaric tidak langsung membalas. Ia lebih dulu menyalakan mesin mobil dan mulai melajukannya membelah jalanan Ibu Kota.
"Mumpung lagi free," jawabnya kemudian.
Mendengar itu, Reina hanya ber 'oh' ria sembari mengangguk tak acuh. Dia lantas melakukan kebiasaan yang sering dilakukan ketika berada dalam mobil, memperhatikan jalanan yang di lewati.
"Ke rumah Bunda dulu ya. Nggak sibuk kan?" kata Alaric tiba tiba
Sesaat Reina menoleh, memperhatikan rahang tegas Alaric yang tampak dari samping. "Boleh, asal jangan kesorean soalnya ada les."
"Cuma ngambil barang." Setelahnya Alaric lantas mempercepat laju mobilnya untuk menghemat waktu.
Selang lima belas menit kemudian, mobil yang dikendarai Alaric pun sampai di pekarangan rumahnya. Lelaki itu bergegas keluar dari mobil, disusul dengan Reina di belakangnya.
"Bun! Ada Reina!" panggil Alaric menggema di seluruh penjuru rumah.
Gina, wanita paruh baya yang dipanggil Bunda itu keluar dari tempat persembunyiannya. Meskipun menggunakan daster berlengan pendek dan sandal rumahan, nyatanya dia tetap terlihat cantik. Reina mengelus senyum melihat keberadaan Gina. Ia lantas mendekat dan mencium punggung tangan Gina penuh rasa hormat.
"Kok nggak bilang-bilang sih Bang kalo mau bawa Reina ke rumah?" cerca Gina, dia terlihat begitu antusias dengan kehadiran Reina."Mampir doang," balas Alaric seadanya. Mendengar itu Gina langsung berdecak kesal. Sedang Alaric malah melenggang pergi menaiki tangga, meninggalkan Reina bersama dengan Gina.
"Reina mau minum?" tawar Gina. Namun Reina menggeleng pelan.
"Nggak usah Bunda, Reina bawa bekal minum kok."
"Air di rumah Bunda rasanya beda. Sebentar ya, Bunda ke dapur dulu," ujarnya diiringi senyuman manis. Reina hendak mencegah, tapi Gina yang mungkin terlalu semangat itu berlalu begitu cepat. Alhasil ia kembali menutup rapat-rapat mulutnya yang hendak terbuka.
Menghela napas panjang, Reina menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Rasa lelah menyergap tubuhnya. Menjelang kelulusan gadis itu disibukkan dengan berbagai kegiatan praktikum dan persiapan ujian sekolah yang sebentar lagi akan dilaksanakan. Membuat tubuhnya dituntut agar bisa tahan banting sepanjang waktu.
"Nih, air di rumah Bunda rasanya lebih manis." Gina kembali dari dapur, wanita paruh baya itu lalu menyimpan segelas air putih di atas meja.
"Makasih Bunda."
"Minggu depan kamu sudah ujian sekolah ya?"
"Iya Bunda, sekarang juga lagi sibuk-sibuknya."
"Semangat ya! Bunda selalu do'ain kamu," kata Gina. Tangannya bergerak mengelus-elus bahu Reina pelan.
Reina mengukir sebuah senyuman di bibir, beruntung sekali Alaric memiliki Bunda seperti Bunda Gina yang penuh kasih sayang dan perhatian. Namun sayangnya, kenapa sifat Gina yang itu tidak menurun ke anaknya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Reina [SELESAI]
Fiksi Remaja"Lupa lepas cincinnya, Fan." "Kenapa harus dilepas?" "Lo nggak baik-baik aja kalau cincinnya masih dipake. Iya, kan?" "Nggak usah terlalu pikirin gue, gue baik-baik aja." ____ "Aku nggak mau ngerepotin Kak Al dengan antar jemput aku ke sana sini." "...