"Halo?"
"Kamu di mana?" Alaric bertanya.
"Di jalan pulang, ini bareng Mas Erlan. Kenapa Kak?"
"Soal ucapan kamu yang tadi sore, itu bener?"
"Ucapan? Ucapan yang mana?"
"Alissa," kata Alaric to the point.
"Ohh, iya aku emang liat orang yang mirip Kak Alissa."
"Ciri-cirinya gimana?"
"Ciri-ciri Kak Alissa?"
"Hm."
"Loh kok Kak Al malah tanya Reina? Kak Al tau sendiri lah ciri-ciri Kak Alissa kaya gimana."
Alaric berdecak kesal. "Tinggal jawab aja apa susahnya sih?!"
"Iya. Rambutnya hitam sepunggung, lumayan tinggi, kulitnya putih."
"Dia pake baju warna apa?"
"Kalau nggak salah ijo."
Tak salah lagi, sosok perempuan itu memang Alissa. Bahkan Reina yang belum pernah bertemu dengan Alissa sama sekali pun mengenalinya.
Tut.
Alaric mematikan sambungan telfonnya. Dia menghembuskan napasnya kasar. Tangannya bergerak untuk memijit pangkal hidungnya. Satu yang ada dalam pikirannya sekarang, apa Alissa menghindarinya?
* * *
Reina menggerutu sebal ketika Alaric mematikan telfonya secara sepihak. Tidak bisakah sosok itu bersikap lebih sopan sedikit saja? Setidaknya ucapan terima kasih itu harus terucap sebelum Alaric mematikan sambungannya.
"Alaric ya?" Erlan yang sedari tadi menyimak obrolan Reina di telfon bertanya.
"Iya, Mas."
"Dia emang gitu orangnya, rada ngeselin." Reina hanya tersenyum, membenarkan dalam hati walau sebenarnya yang lebih tepat bukan 'rada' melainkan 'sangat' menyebalkan.
"Kamu sama Fano itu pacaran kan Rein?" tanya Erlan tiba-tiba. Membuat mata Reina membulat seketika, rupanya Erlan tau. Jadi sia-sia dong selama ini Reina menutup nutupinya?
"Ah, sorry pertanyaannya aneh-aneh. Saya nggak akan laporin ke Bunda atau Papa kamu kok. Saya juga pernah muda. Dijodohin itu nggak enak, apalagi kalau dijodohinnya sama orang kaya Alaric," tutur Erlan lagi.
Reina terkekeh pelan. "Dulu. Sekarang udah putus kok, Mas," balas Reina.
"Mau nyoba buka hati buat Alaric ya?" tanya Erlan sembari menoleh sekilas pada Reina. Reina tak menjawab, membuat Erlan kembali berucap, "Alaric baik Kok Rein, cuman lebih banyak nyebelinnya. Sama satu, dia itu orangnya terlalu kaku menurut saya. Dia juga punya cara tersendiri untuk nunjukin rasa sayangnya. Gengsinya gede, apalagi sama orang yang belum lama dia kenal."
"Kalian coba deh perjuangin hubungan ini. Kalian cocok kok kalau dilihat-lihat."
"Reina coba usahain, Mas."
Erlan tersenyum. "Ngomong-ngomomg, kamu kalau diluar Kafe panggil saya 'Abang' aja Rein. Berasa jadi suami kamu saya kalau dipanggil Mas," katanya sembari tertawa. Mendengar tawa Erlan, Reina pun ikut terkekeh.
"Iya Bang," ujar Reina meralat ucapan yang sebelumnya.
"Nah gitu kan enak."
* * *
Mobil yang Reina tumpangi akhirnya berhenti tepat di halaman depan rumah Alaric. Reina turun dari mobil. Pemandangan pertama yang Reina lihat saat masuk ke dalam rumah adalah sosok seorang perempuan yang tengah bermain dengan seorang bayi kecil. Reina jelas mengenalnya, perempuan itu adalah Bella--istri Erlan. Juga bayi laki-laki yang sedang bermain bersamanya adalah Kenneth.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Reina [SELESAI]
Fiksi Remaja"Lupa lepas cincinnya, Fan." "Kenapa harus dilepas?" "Lo nggak baik-baik aja kalau cincinnya masih dipake. Iya, kan?" "Nggak usah terlalu pikirin gue, gue baik-baik aja." ____ "Aku nggak mau ngerepotin Kak Al dengan antar jemput aku ke sana sini." "...