Takdir seolah memperjelas bahwa, aku dan kamu tidak akan bisa terus menjadi kita untuk selamanya. –Zefano Noel
— Story of Reina —
"Eh, tunggu!"
Lelaki itu berbalik. "Kenapa?" tanyanya dengan sebelah alis terangkat.
Reina meneguk ludahnya susah payah, kenapa dia jadi sulit mengeluarkan suaranya sekarang?!
"L-lo mau ke mana? Gue ikut!" seru Reina, membuat kerutan di kening lelaki itu bertambah.
"Eh, maksudnya, gue nggak tahu jalan pulang buat ke tempat tadi. Rumahnya kegedean sih ...." keluh Reina dengan gumaman di akhir kalimat.
Helaan napas panjang terdengar keluar dari mulut lelaki itu. Dengan pasrah akhirnya ia pun menganggukkan kepala. "Ayo!"
Dengan sedikit ragu, Reina mengekor di belakangnya. Dalam hati Reina tidak hentinya menggerutu, karena sikap lelaki itu yang kelewat datar.
Langkah kakinya bukan membawa Reina menuju ruang keluarga tadi, melainkan langsung ke ruang makan. Dan tampaknya seluruh anggota keluarga sudah berkumpul di sana. Reina tersenyum kikuk ketika ditatap terang-terangan oleh seluruh orang yang ada di sana.
"Loh, ini Reina kan?" ujar seseorang tiba-tiba.
Mendengar namanya dipanggil, Reina pun mendongakkan kepala. Netra matanya langsung membulat tidak percaya ketika dia melihat Erlan— pemilik Kafe tempat ia biasa mengisi live music.
"Mas Erlan?" sapa Reina tidak percaya.
"Loh, kamu kenal Reina, Bang?" Gina—Bunda Erlan— bertanya. Membuat Erlan mengangguk mengiyakan.
"Jelas kenal lah Bun, Reina ini temennya Rayyan, yang suka ngisi live music di Kafe. Iya kan, Rein?"
Reina mengangguk. "Iya Tante."
Jadi ceritanya Rayyan itu sepupu Erlan. Berhubung Erlan punya Kafe, dan Rayyan punya grup band, jadilah Rayyan dan teman-temannya yang selalu mengisi live music di Kafe milik Erlan.
"Ohh, gitu .... bagus dong. Dan asal kamu tahu Bang, Reina ini adalah perempuan yang mau dijodohin sama adikmu itu," Gina berujar, sembari menunjuk lelaki yang tadi bersama Reina.
Melihat ke mana arah pandan Erlan, Reina membulatkan matanya tidak percaya. Tidak mungkin dia kan? Tidak, jangan sampai! Reina tidak mau!!
"Kok pada berdiri di situ, sini duduk! kita makan sama-sama."
Lamunan Reina buyar ketika Gina memanggilnya. Reina menganggukkan sekilas, lalu berjalan dan duduk di kursi samping Papanya.
"Kak Reina, maaf tadi Cika tinggalin gitu aja. Bunda manggilnya nggak sabaran sih," Cika yang memang duduk di samping kanan Reina berucap.
Reina tersenyum sekilas. "Nggak masalah."
"Ayo, di makan masakannya ya."
"Bang, Bella nggak makan?" tanya Gina, beralih pada anak tertuanya, Erlan.
"Nanti aku bawain ke kamar aja Bun. Kenneth baru aja mau tidur." Gina mengangguk paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Reina [SELESAI]
Novela Juvenil"Lupa lepas cincinnya, Fan." "Kenapa harus dilepas?" "Lo nggak baik-baik aja kalau cincinnya masih dipake. Iya, kan?" "Nggak usah terlalu pikirin gue, gue baik-baik aja." ____ "Aku nggak mau ngerepotin Kak Al dengan antar jemput aku ke sana sini." "...