Bicara soal jurusan kuliah, apa yang dikatakan Alaric tempo hari memang tidak sepenuhnya salah. Memilih jurusan kuliah bukan serta merta hal sepele. Butuh pertimbangan matang untuk menentukannya. Bukan soal bakat dan minat saja, prospek kerjanya pun harus dipertimbangkan.
Selain itu, kita juga harus mengetahui hal-hal apa saja yang akan kita hadapi saat kuliah nanti. Apakah kira-kira kita sanggup atau tidak? Jangan sampai mengundurkan diri di tengah jalan karena tidak sanggup dengan segala macam praktek dan ujian.
Jangan ikut-ikut orang lain. Memilih jurusan kuliah juga jangan asal mengikuti teman. Kita harus punya tujuan. Punya gambaran akan diri kita di masa depan. Mau jadi apa misalnya.
Mungkin banyak orang diluaran sana bebas menentukan pilihannya sesuai dengan cita-cita yang mereka mau. Namun, tak ayal banyak juga yang dipilihkan tujuan hidupnya oleh orang tua atau keluarga besarnya. Jadi ini, jadi itulah. Reina contohnya.
Bagi Reina, Papanya memang terkadang menyebalkan, karena selalu menuntutnya ini dan itu. Tapi di balik semua itu, Reina sadar bahwa apa yang Romi lakukan serta merta untuk kebaikan dirinya juga.
"Lo yakin nggak mau ke kantin, Rein?" Reina menggelengkan kepala.
"Gue mau ke perpus. Kalian duluan aja ke kantin," ujarnya. Membalas pertanyaan Zahra.
"Yaudah kalau gitu. Lo mau nitip sesuatu?" Kini giliran Tasya yang bertanya.
"Nggak. Gue lagi nggak pengen apa-apa."
"Oke. Gue sama Zahra ke kantin ya," pamit Tasya. Setelahnya gadis itu pergi bersama Zahra. Meninggalkan Reina yang masih duduk sendirian di bangkunya.
Helaan napas panjang terdengar keluar dari mulut Reina. Sebelum akhirnya dia memutuskan untuk mengambil beberapa buku dan pergi ke perpustakaan. Mungkin Romi benar, waktunya untuk berleha-leha sudah selesai. Kini saatnya Reina fokus belajar dan mengejar masa depan.
* * *
Seperti perpustakaan pada umumnya, perpustakaan SMA Starlight juga terlihat sepi di jam istirahat. Jelas, karena hampir seluruh siswa memilih menghabiskan waktunya di kantin. Harum makanan jauh lebih menarik daripada harum buku.
Langkah kaki Reina bergerak menyusuri lorong rak-rak buku. Reina memang tergolong siswa berprestasi, tapi jujur gadis itu sangat jarang mengunjungi perpustakaan. Bahkan dalam satu semester masih bisa dihitung jari Reina menginjakan kaki di perpustakaan. Berbeda dengan siswa-siswa unggulan lainnya yang hampir setiap waktu dihabiskan di dalam perpustakaan. Acha contohnya.
Ya, Acha. Reina menghentikan langkahnya ketika dia melihat Acha tengah membaca buku dengan kaca yang membingkai matanya. Reina akui bahwa Acha itu sebenarnya cantik. Bahkan mungkin sangat. Hanya saja gadis itu lebih sering menghabiskan waktunya di perpustakaan ketimbang nongkrong di kantin, membuatnya terlihat seperti gadis kutu buku.
"Ekhm." Reina berdeham pelan saat dirinya sudah berdiri di samping Acha. Sedang Acha, gadis itu langsung menoleh menunjukkan raut wajah terkejut melihat keberadaan Reina.
"Eh? Hai Reina," sapanya dengan senyum merekah.
"Boleh gue duduk di sini?" Reina menunjuk kursi kosong di sebelah Acha.
"Oh, iya duduk aja. Perpustakaan umum kok."
Tanpa merasa canggung sama sekali, Reina langsung mendudukan bokongnya di kursi samping Acha. Sejenak gadis itu memperhatikan Acha yang sudah sibuk kembali dengan bacaannya. Dalam hati Reina berdecak kagum. Pantas posisinya sebagai juara umum tergantikan, Acha ini kelihatan benar-benar gigih. Disaat siswa lain sibuk mengisi perut di kantin, Acha justru mengisi otaknya dengan berbagai macam materi di perpustakaan.
![](https://img.wattpad.com/cover/147882611-288-k791654.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Reina [SELESAI]
Novela Juvenil"Lupa lepas cincinnya, Fan." "Kenapa harus dilepas?" "Lo nggak baik-baik aja kalau cincinnya masih dipake. Iya, kan?" "Nggak usah terlalu pikirin gue, gue baik-baik aja." ____ "Aku nggak mau ngerepotin Kak Al dengan antar jemput aku ke sana sini." "...