Sabtu malam Reina terasa berbeda saat ini. Untuk pertama kali setelah sekian lama, akhirnya dia bisa kembali merasakan makan malam bersama anggota keluarganya yang utuh. Ya, setidaknya sekarang dia sudah mulai mencoba menerima semuanya.
Setelah melewati beberapa perdebatan kecil dengan Renata, Romi akhirnya mengalah dan membatalkan acara makan malamnya di luar. Dia memutuskan acaranya dilakukan di rumah saja.
Reina memakan makanannya dengan khidmat. Di seberang sana wajah Romi tampak berseri. Jelas sekali pria paruh baya itu sedang merasakan kebahagiaan nya. Diam-diam Reina mengulas senyum tipis, setidaknya Romi dapat tersenyum malam ini.
"Keyla mau tambah?" tanya Renata pada putri bungsunya.
Keyla, gadis kecil menggemaskan itu menggelengkan kepala. "Keyla udah kenyang."
"Makan yang banyak ya." Tangan kanan Romi bergerak mengelus puncak kepala Keyla pelan.
"Reina, Chelsea, mau nambah nasinya?" Reina menggeleng ringan.
"Cukup, Ma," balas Chelsea.
Renata mengangguk paham. Manik matanya kini bergulir kepada sosok lelaki yang duduk di samping Reina. "Al, kalau mau tambah ambil aja ya, jangan sungkan."
Alaric tersenyum tipis. Dia terpaksa makan kembali padahal sebelumnya dia sudah makan bersama teman-temannya di Kafe Erlan.
"Anggap saja rumah sendiri, Al," ujar Romi menimpali.
"Iya, Ma, Pah."
Semuanya kembali hening. Hanya ada suara sendok dengan piring yang saling beradu. Selang beberapa lama kemudian, Alaric pun menyelesaikan makannya. Lelaki itu menatap satu persatu anggota keluarga Reina. Seluruhnya tampak merapikan piring masing-masing.
"Pah?" Panggilnya pada Romi.
Romi menoleh. "Iya, Al?"
"Saya mau ajak Reina keluar, boleh?"
"Mau ke mana?"
"Jalan-jalan aja." Romi menatap Reina sekilas. Gadis itu tampak tak acuh. Dia memilih membantu Renata merapikan meja makan. Menghela napas panjang sesaat, Romi kemudian menganggukkan kepala pelan.
"Boleh. Asal tidak pulang terlalu malam ya," pesannya. Alaric menganggukkan kepala. Dia cukup tau dengan wejangan yang satu itu.
"Reina?" panggil Romi.
Reina menoleh. "Iya?"
"Siap-siap gih, pergi sama Alaric ya."
Reina menatap Alaric ragu, dia takut hatinya tidak akan baik-baik saja setelah ini. "Pah, tapi aku lagi bantu beresin ini."
"Kamu pergi aja, biar Mama yang beresin," ucap Renata. Dan Reina tidak suka itu.
"Aku aja-"
"Nggak apa-apa kak Reina. Biar aku yang bantu Mama," Chelsea, gadis yang usianya tidak jauh dari Reina ikut menimpali. Seolah mendukung dirinya pergi bersama Alaric.
"Sudah, ganti pakaian kamu. Pakai baju yang hangat."
Reina menghela napas panjang. Sebelum akhirnya dia menaruh kembali tumpukan piring yang hendak dibawanya menuju dapur ke atas meja.
"Tunggu sebentar."
* * *
Jalanan malam Ibu Kota Jakarta terasa padat di malam minggu ini. Banyak muda mudi yang berkeliaran sekedar untuk melepas penat dengan nongkrong bersama teman, atau pun melepas rindu dengan mengadakan temu dengan pasangan.
Helaan napas panjang terdengar keluar dari mulut Reina. Sesaat gadis itu menatap Alaric yang tengah fokus mengemudi dengan ekor matanya. Lantas kegiatannya dengan Alaric saat ini masuk dalam kategori yang mana? Temu dengan pasangan kah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Reina [SELESAI]
Novela Juvenil"Lupa lepas cincinnya, Fan." "Kenapa harus dilepas?" "Lo nggak baik-baik aja kalau cincinnya masih dipake. Iya, kan?" "Nggak usah terlalu pikirin gue, gue baik-baik aja." ____ "Aku nggak mau ngerepotin Kak Al dengan antar jemput aku ke sana sini." "...