LH[37]

1.4K 104 0
                                    

HAPPY READING ♥️♥️♥️

Rumah lebih ramai dari hari biasanya berkat kedatangan dua tamu agung keluarga Prananda. Siapa lagi jika bukan Kakek dan Nenek. Kedua tetua Prananda itu melakukan kunjungan wajibnya setiap dua atau tiga bulan sekali.

Aku duduk di kursi bar, mengamati pekerjaan Bi Asih. Wanita paruh baya ini sibuk memasak bersama Bunda.

"Sandra ngapain disini aja? Sana duduk di ruang keluarga, temenin Kakek sama Nenek" ucap Bunda yang melihat ku sedari tadi duduk dengan bertopang dagu.

Aku melirik ke arah ruang tengah sekilas. Ada Papa disana. Ia selalu pulang cepat jika, ada Kakek dan Nenek di rumah. Bagas juga turut duduk disebelah Papa. Raut wajah adik ku itu terlihat biasa saja cenderung kaku.

"Gak ah, Bun, Sandra disini aja" jawab ku disertai cengiran. Bunda menggeleng singkat.

"Non, mau cicip-in rendangnya, nggak?" tanya Bi Asih seraya menyodorkan sepiring kecil daging beraroma lezat ke arah ku.

"Mau banget lah" jawab ku semangat. Segera ku raih piring kecil itu. Bi Asih mengambilkan sendok dan garpu untuk ku.

Hmmm

Masakan Bi Asih seenak biasanya. Ku acungkan dua jempol ke arahnya. Baik Bi Asih atau pun Bunda tertawa melihat tingkah ku.

"Sandra..." panggilan dari belakang tubuh ku membuat ku menoleh cepat.

Terlihat sosok Nenek yang mengenakan terusan floral berwarna coklat. Menunjukkan keanggunan dan wibawanya sebagai tetua.

"Iya..."

"Ada apa, Ma? Perlu sesuatu?" tanya Bunda yang turut melihat kedatangan Nenek.

"Gak ada, hanya ingin berbicara dengan Sandra" aku menunjuk diri ku dengan jari. Jangan bilang kalau Nenek ingin menarik ku ke dalam lingkaran obrolan di ruang keluarga. Jangan sampai...

Aku tidak ingin merusak suasana hati Papa yang terlihat bahagia dan membanggakan Bagas di depan Kakek. Entah terobsesi atau bagaimana, kakek selalu tahu segala hal tentang kehidupan ku. Ia juga selalu mengarahkan ku agar menjadi dokter sepertinya dan nenek. Padahalkan sudah ada Kak Erika dan mungkin saja Bagas nanti.

Nenek? Ia bukan sosok anggun, berwibawa, berhati lembut, dan penuh senyum seperti yang kalian bayangkan. Untuk bagian anggun dan berwibawa, keduanya sudah sangat melekat pada diri nyonya satu ini. Namun, tidak dengan lemah lembut dan penuh senyum. Raut wajahnya cenderung jutek dan sangat buruk ketika marah.

Bunda mengangguk disertai senyum tipis. Kemudian, kembali melanjutkan aktivitas memasaknya. Dapat ku lihat gurat sedih disana.

Nenek bukan sosok yang mudah ditaklukkan. Bunda yang sudah hampir lima belas tahun menjadi menantunya saja masih terlihat sulit mengambil hatinya. Dari yang ku dengar nenek termasuk sosok yang sangat mendukung hubungan Mama dan Papa dulu.

"Ayo ikut Nenek" ucap wanita yang sebentar lagi berkepala enam itu mendahului langkah ku.

Aku mengikutinya dari belakang. Dari langkah kakinya sepertinya menuju kamar mereka di rumah ini. Kamar yang berada disebelah kamar Papa dan Bunda.

Aku melewati ruang tengah dengan kepala sedikit menunduk. Punggung ku terasa dingin untuk beberapa saat. Bulu tangan ku juga meremang. Astaga seperti melewati ruangan angker saja.

Nenek membuka pintu kamarnya mempersilahkan aku untuk masuk. Aku bertanya-tanya dalam hati, akan ada kejutan seperti apa di dalam sini. Aku menggaruk pipi kiri ku yang terasa teramat gatal.

Aku berdiri canggung di dekat pintu yang telah tertutup. Memperhatikan nenek yang berjalan ke arah lemari.

"Sekolah kamu gimana? Lancar? Nenek dengar kamu batal mengikuti olimpiade geografi, kenapa?" aku meneguk ludah perlahan. Meringis pelan menerima pertanyaan beruntun darinya.

"Ehmmm...sekolah ku lancar dan ya, aku emang batal ikut olimpiade itu, alasannya aku sudah kelas dua belas, Nek, fokus ku sudah tidak kesana lagi" nenek melirik ku sekilas sebelum menutup pintu lemarinya. Membawa dua buah totebag berwarna gelap.

Ia duduk diatas kasur dengan kaki bersilang. Kedua totebag tadi diulurkan ke arah ku. Segera saja kuambil keduanya.

"Lalu, kemana fokus mu sekarang? Kamu terdengar sangat sibuk, Sandra, itu gaun dan jas untuk mu dan Samudra, masih ingat jika dua hari lagi ulang tahun rumah sakit, bukan?" aku mengangguk singkat. Nenek memang tidak pernah berbasa-basi. Ia sangat suka menyerang lawan bicaranya dengan berbagai macam pertanyaan dan oemberitahuan dalam satu kalimatnya atau bisa ku sebut paragraf.

Gugup itulah yang ku rasakan. Rasanya aku tahu kemana arah pembicaraan ini akan berlabuh. Apalagi jika bukan kesenangan ku dalam memposting foto di Instagram. Atau, mengenai diri ku yang terpampang pada katalog salah satu butik ternama.

Melihat ku yang terdiam. Nenek menarik sudut bibirnya. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Adakah hubungan nenek-cucu seperti kami ini. Lihatlah diri ku yang bahkan tidak dipersilahkan duduk olehnya.

"Kamu gak berencana jadi model untuk selamanya, kan?" tanya Nenek dengan nada sangsi. Aku menggaruk kembali pipi kiri ku. Terdengar dengusan lembut darinya.

"Sekolah kedokteran" aku mendongak menatapnya dengan kedua mata membulat.

"Kenapa? Gak mau? Lalu, mau kemana kamu setelah lulus? Sekolah kedokteran dan kamu bisa mengambil alih rumah sakit dari Papa mu" aku benci pembahasan ini. Sudah berapa kali saja mereka menyuruhku mengambil kedokteran.

Nyatanya aku tidak tertarik. Sekali pun aku tertarik, aku tidak akan sekolah kedokteran. Papa sudah cukup membenci ku tanpa perlu ditambah, aku menjadi seorang dokter seperti yang kakek dan nenek inginkan.

"Nek, aku..."

"Gak perlu dijawab sekarang, kamu masih punya waktu sampai kamu lulus untuk memikirkan tawaran sekolah kedokteran dan rumah sakit itu" tangan ku terkepal mendengar ucapannya. Ganjalan di hati ku semakin membesar. Aku mengangguk perlahan.

"Sekarang antar saja jas milik Samudra! Bilang hadiah dari nenek dan dia harus hadir pada acara hari itu" hilang sudah ide untuk mengirimkan jas Samudra melalui Go-Jek.

Aku mengangguk lagi. Aku berjalan ke arah pintu disaat tidak ada lagi yang ingin dibicarakan oleh nenek. Dalam hati aku mengeluh ini-itu mengenai pembicaraan yang baru terjadi.

ARGH!!! BIKIN PUSING AJA, KAN!!!

Ini lagi pake acara nganter bajunya Samudra, ish sebel, kan!!!

"Gunakan pertemuan ini untuk memperbaiki hubungan kalian"

Glek

Tubuh ku menegang untuk beberapa saat. Ucapan nenek benar-benar membuat ku kaget. Penuh kejutan sekali hari ini.

Aku buru-buru menyadarkan diri sebelum, kembali diserang. Ku anggukan saja kepala dan segera menutup pintu. Aku berjalan cepat menuju kamar ku. Membuka kunci kamar dan kembali menutupnya.

Aku melemparkan kedua totebag ke atas ranjang. Aku berteriak kecil dengan kaki menghentak kesal.


















Tahu saja orangtua satu itu!!!

🎡🎡🎡

Sabtu, 23 Januari 2020

Don't forget to give your vote-comment!!!

Stay Healthy 💪💪💪

See you 😘😘😘

Lara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang