HAPPY READING ♥️♥️♥️
Unexpected!!!
🎗️🎗️🎗️
Tidak ada yang lebih menyebalkan dari pada harus sekolah disaat mata mu membengkak seperti bola pingpong. Hoodie pink melengkapi penampilan ku di sekolah hari ini. Tak lupa juga sebuah kacamata minus bertengger manis di hidung ku.
Aku berjalan malas dengan tangan menggandeng lengan Jena. Kepala ku menunduk menghindari tatapan sekeliling. Membuat ku terlihat layaknya tersangka kasus narkoba. Aku mendengus kecil membayangkannya.
Sesampainya di kelas pun aku langsung menelungkupkan wajah ku diatas meja. Aku benci terlihat menyedihkan.
Aku menyentuh kantung mata ku sekilas. Lalu, mendesah pelan. Padahal aku telah mengompresnya dengan sendok dingin.
Aku benar-benar menangis hebat semalaman. Di bahu Kak Tera pula. Kasihan bahu itu pasti pegal karena ku. Tapi, tidak ada satu keluhan keluar dari bibirnya. Ketika aku mengangkat wajah ku, seulas senyum menenangkan khasnya lah yang menyambut ku.
"Sakit Lo, San?" tanya Fadil disertai tarikan pada tudung Hoodie yang ku kenakan.
"Gue tidur jangan diganggu" jawab ku asal.
"Dih..." sahutnya jijik.
"Diem deh, baru dateng juga udah rusuh aja" seru Jena dengan nada kesal. Dapat dipastikan mata sipitnya melotot tajam.
"Maafkan hamba telah mengganggu ketenangan Kanjeng Jenara" aku mendengus kecil mendengar suara sopan penuh kerendahdirian Fadil.
Bilang saja menjadikan ku kambing hitam lagi untuk mendapat tanggapan dari Jena. Aku kira dengan acara pulang bareng kemarin hubungan keduanya akan meningkat. Lah nyatanya...
"Sakit, San?" kini giliran Eko yang bertanya dengan menarik-narik ujung lengan Hoodie ku. Laknat emang teman-teman ku ini. Gak bisa lihat orang tenang dikit.
"San..."
"Gue kagak sakit elah, berisik banget Lo pada kayak wartawan, kesel nih gue!" seru ku seraya menunjuk satu-persatu wajah Fadil, Eko, dan Reza.
Ketiga lelaki ini menatap ku tak percaya. Aku mendengus melihat wajah-wajah sok polos mereka. Tidak menghiraukan mereka lagi, aku memasang earphone pada kedua telinga ku. Menyetel salah satu lagu boyband asal Korea Selatan.
Dapat ku lihat mereka menanyakan keanehan sikap ku pada Jena. Bukannya ditanggapi, Jena juga memasang earphone. Mengacuhkan ketiga lelaki yang melongo.
"Lah pada PMS nih cewek dua, galak amat" aku masih mampu mendengar gerutuan Eko yang disetujui kedua lelaki lainnya.
Aku menyenderkan tubuh pada kursi. Mengeluarkan ponsel dan mulai berselancar disana. Berbagai macam notifikasi membanjiri ponsel ku begitu aku menghidupkan jaringan data. Setelah pulang dari mall kemarin aku mematikan ponsel dan baru menghidupkannya tadi pagi.
Satu nama menarik perhatian ku. Aku menggeser namanya dari daftar notifikasi. Menghilangkannya tanpa perlu ku baca isi pesannya. Untuk apa? Mengembalikan tas ku?
Kepala ku terangkat saat penghuni kelas berbondong-bondong duduk di tempatnya masing-masing. Aku melepaskan earphone dan meletakkan ponsel ku ke dalam laci meja.
Pelajaran matematika pada jam pertama mungkin terdengar lebih baik daripada, pada jam-jam terakhir di siang hari yang terik pula. Tapi, bagi siswa kelas ku, yang namanya pelajaran matematika akan selalu salah letaknya dalam jadwal pelajaran. Kebanyakan siswa kelas ku tidak begitu menyukai pelajaran matematika. Terlebih guru yang mengajarnya termasuk 'killer'.
Di kelas ku pelajaran geografi merupakan pelajaran favorit dengan guru favorit pula, Bu Farida. Sebaliknya, pelajaran matematika merupakan pelajaran sulit yang membuat otak melilit dengan guru killer, Bu Gina.
Bu Gina memasuki kelas dengan kening berkerut. Guru dengan setelan blazer biru itu duduk setelah, mengucapkan salam. Matanya menyorot ke seluruh penjuru kelas. Kami duduk dengan posisi tegap. Siapa yang ingin menerima sarapan omelan? Dipersilahkan membuat ulah dengannya.
"Gak lengkap, Angkasa Melviano, kemana dia?" pertanyaan bernada tegas Bu Gina, membuat ku refleks menoleh ke bangku pojok kiri. Kosong. Lagi.
Seriously? Angkasa ini tipe murid lelaki yang suka bolos pake banget. Seminggu sekali pasti ada saja absennya. Sakitlah, izin, terkadang alfa juga. Hidupnya sibuk banget.
Hebatnya guru-guru seolah memaklumi ketidakhadiran Angkasa. Coba kalau Eko yang tidak masuk sehari? Beh, banyak benget prasangka buruknya.
Aku penasaran, tentang Angkasa memiliki koneksi dengan pemilik yayasan. Lelaki itu aura orang kaya-nya terlalu sulit untuk disangkal. Jadi, tidak menutup kemungkinan bahwa mungkin saja keluarganya memiliki koneksi dengan pemilik yayasan.
"Gak ada yang tahu Angkasa kemana? Ck...ck...ck teman sekelas macam apa kalian ini?" kelas menjadi senyap mendengar sindiran Bu Gina.
Guru dengan polesan lipstick nude itu mengeluarkan ponselnya. Mengotak-atik ponselnya dan mengangguk beberapa saat kemudian.
Jadi ingat, setiap Angkasa tidak sekolah surat keterangan izin atau sakitnya selalu diantar oleh wali kelas kami, Pak Hadi.
Angkasa tidak dekat dengan siapa pun di kelas ini. Aku tidak pernah melihatnya berinteraksi layaknya seorang teman sekelas. Ia terlalu dingin. Dan...terlalu menakutkan, mungkin.
"Angkasa sakit, Pak Hadi lupa kasih tahu ketua kelas" setelah memberitahukan alasan ketidakhadiran Angkasa, Bu Gina memulai sesi mengajarnya.
Drrrt drrrt
Aku melirik ponsel ku yang bergetar di dalam laci meja. Menariknya keluar ketika, melihat Bu Gina tengah fokus menjelaskan. Kening ku mengerut samar begitu melihat nama Eko terpampang disana.
Aku menoleh ke arah lelaki yang terlihat memperhatikan penjelasan Bu Gina tentang materi sistem persamaan linier. Penasaran, aku segera membuka lock screen ponsel. Mata ku terbelalak untuk beberapa saat melihat isi pesannya.
E..Katro
Menurut Lo dia beneran sakit?Tubuh ku menegang membaca pesan dari Eko. Benar dugaan ku, lelaki ini tidak melupakannya. Hanya...ya mungkin menyimpannya menjadi rahasia.
Aku tidak tahu kenapa aku harus bereaksi seperti ketahuan maling. Maksudnya apa salahnya dekat dengan Angkasa.
Arghhhh
Stupid Sandra!!!
"San..." panggilan disertai senggolan pada lengan ku, membuat ku menoleh cepat.
Jena menaikkan sebelah alisnya. Bergumam tanpa suara, menanyakan keterpakuan ku. Aku menggeleng pelan. Meletakkan kembali ponsel ku pada laci meja tanpa, membalas pesan dari Eko.
Aku telah menduga hal ini akan terjadi bahkan dengan dugaan lebih buruk lagi dari ini. Seperti, Eko yang menanyakan kejadian bolos waktu itu di depan orang lain. Nyatanya ekspektasi ku melayang jauh. Tentu mengejutkan untuk ku.
Eko tidak pernah membahas apa-apa tentang Angkasa setelah, memergoki ku bolos berdua dengan lelaki bercap berbahaya itu hingga, membuat ku lupa tentang hal itu. Kini, secara tak terduga memberi ku pesan singkat, menanyakan kebenaran akan absensi Angkasa.
That's unexpectation
I mean he has a long enough time span to ask a long questions anyway
Unexpected time and unexpected questions
🎡🎡🎡
Kamis, 29 Oktober 2020
Don't forget to give your vote-comment!!!
Don't be silent reader 👉🤐👎👈
Stay Healthy 💪💪💪
See you 😘😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Lara
Teen Fiction* FOLLOW ME FIRST❤️❤️❤️ *[DON'T COPY MY STORY!!!] *[DON'T BE SILENT READER!!!] Apakah aku tidak terlihat hingga terus diacuhkan? Apakah aku tidak berharga hingga terus dikorbankan? Aku disini, berdiri diantara kalian yang selalu mengacuhkan. cove...