LH[14]

1.6K 112 0
                                    

Aku meraba pipi kiri ku dengan pandangan kosong. Rasanya seluruh energi panas dalam tubuh ku berpindah ke pipi kiri. Hingga bagian-bagian tubuh ku yang lainnya terasa dingin. Oh, perut ku juga terasa dililit ribuan siput. Sangat geli.

"Bolos?" pertanyaan dari suara bariton dengan nada datar itu membuatku, mengerjapkan mata.

Sadar bahwa sedari tadi aku tidaklah sendirian. Ada orang lain bersama ku disini. Ooohh, bagaimana aku bisa melupakan keberadaan lelaki yang mencuri ciuman pipi dari ku ini?

"Mencium orang sembarangan itu pelecehan namanya!" ujar ku kesal tanpa, menghiraukan pertanyaannya.

"That's  your punishment" aku mendengus keras seraya menghentakkan kaki kesal.

Lelaki ini sungguh seenaknya sendiri.

"Tau ah ngeselin" Angkasa menaikkan sebelah alisnya melihat tingkah ku. Lalu, menarik tangan ku untuk mengikuti langkahnya.

"Eh-eh-eh kita mau kemana main tarik-tarik aja" aku berusaha menghentakkan genggaman tangan lelaki bermanik hazel. Namun, apalah daya tenaga ku dibandingkan lelaki ini.

"Bolos" sahutnya singkat seraya mengeratkan genggaman tangannya.

"Gue gak mau bolos!" ucap ku setengah berteriak.

Angkasa menghentikan langkah kakinya. Berbalik manatapku dengan sorot dalam. Tak ada yang dapat ku baca dari tatapan manik hazelnya. Terlalu misterius. Ehm...atau aku dapat menyebutnya suram, terlalu gelap dan sunyi.

"Menikmati hukumannya, heh?" ucap Angkasa dengan nada rendah. Manik hazelnya menyorot tajam.

Aku mengerjap kaget. Bergidik ngeri menatap sudut bibir lelaki bermanik hazel yang menyunggingkan senyum miring. Beginikah wujud malaikat berjiwa iblis?

"Oke, maksudnya aku gak mau bolos Tuan Melviano yang terhormat" ralat ku cepat begitu melihat tubuh Angkasa yang mempersempit jarak denganku.

Aku tidak mau lelaki ini kembali mencuri ciuman dari ku. Enak saja. Argh,,, ini semua gara-gara kemarin. Aku tidak tahu, bila Angkasa akan meminta balasan atas bantuannya kemarin dengan menggunakan panggilan aku-kamu padanya. Kalau tahu, aku tidak akan menawarkan balasan padanya. Saat itu aku berpikir untuk mentraktirnya makan, bukannya menyebutkan nama cafe atau restoran yang ingin dikunjunginya Angkasa malah meminta hal lain. Ya, itu mengubah panggilan lo-gue menjadi aku-kamu. Parahnya hal itu hanya berlaku untuk ku.

Berasa ngejer dia, akunya.

"Lagian kita gak punya kesepakatan tentang hukuman apa pun untuk ku, kamu gak bisa seenaknya cium-cium, aku kan manusia suka lupa juga" protes ku dengan bibir mengerucut sebal. Aku masih sangat kesal dengan sikap seenak sendirinya Angkasa.

"Yakin mau masuk kelas?" Angkasa bertanya dengan tatapan mengarah pada jam tangan biru yang bertengger di tangan kiri ku.

"What! Gimana bisa udah jam delapan lewat, perasaan tadi..."

"Follow me" Angkasa kembali menarik pergelangan tangan ku. Aku sendiri menipiskan bibir, ketika Angkasa memotong ucapan ku.

Kriet

Bunyi besi berkarat langsung menyergap telinga kala, lelaki bermanik hazel menarik gagang gerbang belakang yang sudah tidak terpakai.

Aku meringis, ngilu mendengar desingan engsel berkarat itu. Sedikit kagum pada Angkasa yang ternyata memiliki kunci gerbang belakang sekolah. Mungkin, lelaki ini menduplikatkan kunci tersebut. Atau, mengambilnya dari penjaga sekolah. Karena, gerbang belakang sekolah sudah tidak lagi digunakan beberapa tahun belakangan. Berganti dengan gerbang sisi barat sekolah yang dibuka.

Lara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang