HOLLA!!!
Sebelum kalian baca ada baiknya kalian vote-comment, dan share cerita ini ke temen-temen kalian👌👌👌
Komennya yang banyak gpp, guys
Kali aja aku termotivasi sama komenan kalian
🎗️🎗️🎗️
HAPPY READING💚💚💚
Bodoh bila aku terus memilih tinggal hanya untuk disakiti...
🎗️🎗️🎗️
Mencintai diri sendiri adalah hal yang sulit untuk ku lakukan. Semua bermula dari tuduhan-tuduhan yang mereka berikan pada ku. Kalimat dan tatapan kebencian yang mereka tunjukkan pada ku terlalu jelas untuk dilihat bahkan oleh anak kecil sekalipun. Aku berakhir dengan membenci diri ku sendiri. Menyalahkan eksistensi ku akan semua hal yang terjadi.
Pikiran-pikiran buruk terlalu mudah untuk bergelayut dalam benak ku. Setiap kejadian buruk yang menimpa orang-orang disekitar ku selalu membuat ku tertekan. Aku merasa bersalah untuk semuanya. Seolah kesialan itu terjadi karena, mereka dekat dengan ku.
Seperti saat Jena kecelakaan beberapa bulan lalu, aku tertekan melihat kondisi sahabat ku itu. Pikiran buruk tentang kesialan yang mengiringi ku terus bermunculan. Perasaan bersalah melingkupi ku.
Semua itu karena, aku terbiasa disalahkan dalam lingkup keluarga ku. Setiap Kak Erika atau Bagas yang terluka dan menangis saat bermain dengan ku pun, aku yang disalahkan. Kehadiran ku lagi-lagi menjadi permasalahan. Kata-kata seperti 'pembawa sial' dan 'menyusahkan' melekat sedari aku kecil.
Walaupun, masih kecil aku mengerti apa yang Papa ucapkan saat itu. Tatapan dingin dan tajamnya terlalu jelas untuk diartikan sebagai kasih sayang. Aku selalu tersudut dibawah tatapan matanya yang seolah ingin memusnahkan ku. Aahh...tidak, dia memang ingin memusnahkan ku.
Aku menghela napas pelan. Langkah kaki ku yang terasa berat terus kupaksakan melangkah memasuki rumah. Kakek dan Nenek berjalan beriringan dengan ku.
"Sandra, akhirnya kamu pulang juga" aku mengangguk singkat mendengar respon ceria Bunda. Tidak ada senyum disudut bibir ku.
Bunda berdehem singkat melihat tingkah ku yang dingin beberapa hari ini. "Sebaiknya kita ke meja makan, semua orang sudah menunggu" ucap Bunda seraya menggiring kami menunu meja makan.
Aku berjalan dalam diam. Menghiraukan lirikan-lirikan yang Bunda berikan. Dagu ku terangkat tanpa harus ku tundukkan lagi. Tekad ku sudah bulat. Drama kebencian ini harus ku akhiri sekarang.
Seiring langkah ku yang mendekat ke arah meja makan, suara interaksi ayah dan anak kian terdengar jelas. Dalam hati aku tersenyum sinis.
Sangat menjijikkan
Apa yang kalian harapkan dari hati yang terlanjur hancur dan kotor?
"Sandra..." panggil Kak Erika dengan nada ceria khasnya. Ia segera bangkit dari duduknya hendak memeluk ku.
Aku menghindar dengan gerakan perlahan. Terlihat Kak Erika terdiam ditempatnya untuk beberapa saat. Suasana ceria yang tadi ku dengar berganti menjadi dingin. Dapat ku rasakan tatapan tajam dan dingin seseorang menusuk ku. Apa peduli ku?
Aku mengambil posisi duduk yang cukup jauh dari keluarga harmonis ini. Duduk mendekat ke arah sisi lainnya. Berada di dekat Kakek dan Nenek.
Aku tersenyum tipis saat Bi Asih meletakkan makanan di dekat ku. Bu Asih membalas dengan senyum teduhnya. Hati ku bergetar melihatnya. Kenapa senyum itu terlihat begitu mudah diberikan untuk ku? Kenapa harus seseorang yang tidak memiliki ikatan darah yang sama dengan ku yang memberikannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lara
Teen Fiction* FOLLOW ME FIRST❤️❤️❤️ *[DON'T COPY MY STORY!!!] *[DON'T BE SILENT READER!!!] Apakah aku tidak terlihat hingga terus diacuhkan? Apakah aku tidak berharga hingga terus dikorbankan? Aku disini, berdiri diantara kalian yang selalu mengacuhkan. cove...