LH[30]

1.5K 105 3
                                    

HAPPY READING ♥️♥️♥️

Cara mu membohongi diri membuat ku terluka
Entah kamu menyadarinya atau tidak
Nyatanya rasa mu mungkin telah lama terpaut padanya

🎗️🎗️🎗️



Kamu mati rasa, Sandra!

Kalimat itu terlontar dengan amat ringan dan dingin. Hingga aku menemukan diri ku pada titik dimana, aku kembali merasa ditinggalkan, diacuhkan, dan dibuang. Mengerikan.

Tubuhku terasa sangat ringan. Aku tidak merasakan apa pun. Mati rasa seperti yang Samudra katakan. Tatapan mata ku lurus ke depan dengan pandangan kosong.

Dunia ku berhenti berputar. Teriknya matahari tidak menyurutkan langkah kaki ku. Menelusuri jalan dengan kondisi mengkhawatirkan.

Aku kembali ditampar kenyataan. Menyakitkan. Tubuh ku menggigil di bawah teriknya matahari. Sangat dingin. Membekukan seluruh sendi ku.

Cittt....

Bruk...

Aaaahhhh...

OI MAS BERHENTI WOI

LO NABRAK ORANG

BRENGSEK LO

"Mbak, Mbak sadar Mbak, Mbak gak pa-pa, kan, ada yang luka nggak sini saya bantu periksa" sentakan bernada khawatir itu menarik ku dari segala kesakitan.

Mata ku mengerjap memperhatikan sekitar yang telah ramai. Aku memfokuskan pandangan pada seorang wanita paruh baya berhijab dihadapan ku. Ia terus mengajak ku berbicara dengan kedua tangan menggenggam tangan ku.

"Saya kenapa, Bu?"

"Astaghfirullah, Mbaknya gak sadar kena serempet motor" aku menggeleng pelan.

"Udah Bu, bawa ke warung sana aja dulu!" seru seorang lelaki berperawakan tambun.

Ibu berhijab biru ini membantu ku berdiri. Aku meringis pelan. Mata ku memperhatikan pinggiran lutut ku yang mengeluarkan sedikit darah. Aku memejamkan mata, menahan sakit pada tungkai ku.

"Pelan-pelan aja Mbak" ingat ibu itu dengn senyum penuh pengertian. Aku  membalasnya dengan senyum tulus.

Kerumunan keramaian telah bubar. Ada dua orang bapak-bapak mengiringi langkah kaki ku dan ibu berhijab ini. Sepertinya mereka pengunjung warkop tempat yang ku tuju.

"Terimakasih" ucap ku setelah ibu berhijab biru membantu ku untuk duduk dan memberikan sebotol air mineral.

"Membantu sesama itu penting, Mbak, ehmm...mau saya obatin lukanya atau saya bantu check kakinya kali aja terkilir?"aku melirik sekilas kaki ku yang terbalut Converse putih. Menggerakkannya pelan lalu, menggeleng. Tidak sesakit itu.

Aku bisa minta tolong Bi Asih untuk melakukannya. "Gak usah Bu, saya obatin di rumah aja, bisa minta tolong cari-in taxi aja bisa nggak? Maaf merepotkan" raut wajah khawatir masih menaungi wajah keibuan dihadapan ku.

Aku tersenyum tipis. Pikiran ku masih bercabang sana-sini. Sakit kepala mulai mendera ku.

"Biar saya saja Mbak" kata seorang bapak yang tadi mengikuti langkah kami menuju warkop.

Aku masih diam memperhatikan lecet pada kedua siku ku. Cerobohnya aku tidak menyadari hampir meregang nyawa.

"Mbak ada penyakit tertentu sampai gak sadar begitu?" tanya ibu berhijab itu dengan nada keibuan khasnya. Aku tersenyum seraya menggeleng pelan.

Lara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang