LH[42]

1.5K 110 1
                                    

HAPPY READING 💚💚💚

Haruskah sesakit ini?
Patah hati yang ku rasa

🎗️🎗️🎗️




Merasa terkucil ditengah meriahnya pesta sangat tidak mengenakkan. Ditambah dengan aura angker yang menguar dari sosok disebelah ku. Perpaduan macam apa ini!!!

Aku tak berhenti menggerutu dalam hati. Ingin rasanya merebut mikrofon di tangan kakek atau mematikan pengeras suara aula ini. Bagaimana tidak? Sedari tadi kakek terus saja bercerita ini-itu tentang ku.

Aku tidak nyaman. Walau begitu seulas senyum tetap terpatri pada wajah ku yang menatap lurus ke depan. Tidak berani melirik kanan-kiri.

"Sandra ini siswa yang berprestasi di sekolah walau, ia juga terjun ke dunia modelling dan ya...kalau saja dia mau kuliah kedokteran nanti tidak menutup kemungkinan bahwa Sandra akan menjadi pemimpin rumah sakit yang saya bangun" ucapan kakek menyambut tepuk tangan meriah.

Aku memejamkan mata erat sebelum, menunduk hormat disertai seulas senyum yang sedari tadi bertengger di wajah ku. Menahan geraman. Kakek seperti menabuh genderang perang. Menantang papa yang ku yakin sedang menahan amarah.

Aku tahu papa. Sangat tahu bagaimana inginnya beliau melihat Kak Erika dan Bagas menjadi pemimpin rumah sakit nantinya. Ia menggiring kedua anak kesayangannya agar mampu menjadi penerus dikemudian hari.

Aku tersenyum miris mengingatnya. Kening ku mengerut melihat Samudra yang beranjak dari posisi duduknya dengan ponsel di telinganya.

Mungkin orangtuanya...

Aku menghela napas pelan begitu, mendengar kata penutup dari Kakek, diiringi dengan terpotongnya kue setinggi anak usia sembilan tahun ini.

Kaki ku melangkah turun dari panggung. Terus berjalan ke arah Samudra pergi. Masih dengan senyum menghiasi wajah, aku hanya mengangguk sopan ketika disapa.

"Kemana perginya?" tanya ku begitu tiba di depan pintu masuk ballroom hotel. Mengambil ponsel dari Sling bag dan mulai menelepon Samudra.

Nada sambung berhenti pada dering ketiga. Aku menatap ponsel digenggaman ku tak percaya.

Mata ku menelusuri setiap sudut dari tempat ku berdiri. Pintu kaca lebar di sayap kiri menarik perhatian ku. Terlihat beberapa lampu taman menyala dengan indahnya.

Aku berjalan pelan ke arah sana. Menghirup udara malam memang tidak bagus tapi, selalu terasa menyenangkan. Aku mendorong pintu kaca pelan. Semilir angin menerpa tubuh ku. Suasana yang ku suka.

"KENAPA KAKAK GAK BISA, HAH?!!" Aku terlonjak mendengar teriakan tiba-tiba ditengah sunyinya malam.

Kening ku terangkat. Suara itu terdengar tidak asing ditelinga ku. Untuk menuntaskan rasa penasaran, aku mengikuti sumber suara itu.

Kini isak tangis mulai terdengar. Aku mengusap kedua lengan ku. Langkah kaki ku berhenti ketika, melihat siluet dua orang yang berdiri beberapa meter di depan sana.

Pipi bagian dalam ku gigit perlahan. Jantung ku berdetak cepat. Gelisah. Ketidaknyamanan mulai bergumul dalam diri ku.

Ada apa ini?

"Ssssttttt...jangan nangis, Shei" aku menutup mulut ku dengan kedua tangan. Ternyata benar, keduanya Samudra dan Sheina.

Suara itu aku sangat mengenalnya. Suara yang sering ku dengar saat aku menangis tersedu. Suara berat yang menenangkan khas Samudra.

"Kakak...hiks...ja...hiks...hat...hiks..." kedua tangan ku terkepal melihat Samudra bergerak memeluk tubuh mungil Shienna.

"Ada apa? Kenapa dia nangis? Mereka kenapa?" gumam ku seraya menerka-nerka jawaban apa yang kiranya tepat.

"Maaf..."

"Maaf, kakak cuman bisa bilang itu? Aku sakit, kak, sakit disini, sakit banget" ucap Shienna tersendat-sendat. Dapat ku lihat gadis itu menjauhkan tubuhnya dari Samudra. Gerakan tangannya menunjuk ke arah dada.

Tangan ku saling meremas. Otak ku menyerukan perintah agar diri ku cepat-cepat pergi dari sini. Sayangnya tubuh ku terpaku disini. Menonton dengan perasaan bercampur aduk.

Kini aku merasakannya...

Kehancuran di depan mata...

Apakah aku siap?

Aku harus pergi sekarang

Ini bukan urusan ku

Mereka bukan Samudra ataupun Shienna

Bukan mereka bukan...

Sampai kapan Sandra?

Sampai kapan kamu ingin menutup mata?

Apa bedanya sekarang atau nanti?

Tapi...ini...aku...

"Maaf, aku harus tetap bertunangan dengan Sandra"

Srek

Air mata ku terjun begitu saja. Apa ini? Perasaan apa ini? Kenapa tidak nyaman sekali? Kenapa sakit sekali?

"Aku membutuhkannya"

Aku tergugu di tempat ku berdiri.

"Tapi, kakak gak CINTA SAMA KAK SANDRA!!!"

"Aku tahu itu, aku bisa liat itu, jangan bohong, jangan kayak gini, aku sangat kesakitan, kak"

"Mungkin, tapi aku gak bisa lepasin Sandra"

Boom

Terdengar dentuman keras di dalam sana. Mengirimkan kesakitan pada seluruh tubuh ku. Tanpa sadar tubuh ku menjauh dari sana. Berjalan tak tentu arah.

Tubuh ku menggigil menahan sakit. Isak tangis terdengar samar oleh indera pendengar ku. Semuanya terasa jauh.

Bagaimana ini?

Apa yang harus aku lakukan sekarang?

Kenapa...?

Tuhan, bisakah tidak sesakit ini?

Bukankah semuanya terlihat jelas dari awal?

Kenapa masih sesakit ini?

Apa yang sudah kulakukan?

Mengapa sesakit ini?

Didalam sana, sangat sakit

Aku sangat lemas

Kesakitan

Bagaimana ini?

Rasanya sangat sesak

Apakah aku masih bernafas?

Kenapa ini?

Racauan silih berganti menyerbu ku. Mengirimkan begitu banyak pertanyaan dalam waktu bersamaan. Mempertanyakan semua kesakitan yang tengah ku rasakan.

Bruk

Tubuh ku terjatuh begitu tanpa sengaja menabrak sosok yang kini menatap datar ke arah ku. Air mata ku semakin deras saja. Menatap sosok yang berdiri menjulang dihadapan ku dengan pandangan semakin berkabut.

"Angkasa...it's to hurt, you know? In here, in my heart"

🎡🎡🎡

Selasa, 8 Juni 2021

Stay healthy 💪💪💪

Don't forget to give your vote-comment!!!

See you😍😍😍

Lara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang