LH[34]

1.4K 95 2
                                    

HAPPY READING ♥️♥️♥️






Ada yang salah
Entah itu sikap mu atau hanya perasaan ku saja

🎗️🎗️🎗️









Sejuknya pendingin mini market membuat ku berlama-lama memilih barang yang hendak ku beli. Panasnya mentari ketika, keluar dari sini sangat luar biasa. Kalian pernah merasakannya bukan perbedaan suhu mini market dan teriknya matahari?

Jujur saja jika, bukan karena apartemen Jena yang jarang menyediakan makanan ringan, aku tidak akan mau repot-repot keluar dari ruangan ber-Ac itu. Sayangnya, Kak Tera membatasi stok makanan ringan. Alasannya, Jena yang sangat suka mengemil. Bulan lalu Jena terserang gejala tifus karena, terlalu banyak makan ciki.

Aku menghela napas begitu keluar dari pintu mini market. Hawa panas mulai terasa menyentuh kulit wajah ku. Astaga, sepanas itu hari ini. Bertambah lesu kala, harus berjalan menuju apartemen Jena, yang berada diserang jalan.

Seharusnya aku sudah berada di rumah menyantap masakan Bu Asih. Tapi, saat mengantar pulang Jena tadi, Kak Tera menelepon. Ia mengatakan ada berkas yang tertinggal di apartemen dan diperlukan untuk apalah itu. Jadilah, Jena meminjam motor ku dan mengantarkan dokumennya. Aku sendiri malas ikut sahabat ku itu. Mengingat dimana Kak Tera bekerja lah yang membuat ku malas.

Mata ku menyipit bukan karena cahaya matahari melainkan, sosok berkaos hitam dengan topi senada berjalan ke arah ku. Tidak, lebih tepatnya menuju pintu mini market di belakang ku.

Pake hitam di siang bolong yang teramat terang benderang ini, waahhhh....

Sosok serba hitam di tengah terik matahari itu melangkah begitu saja melewati ku. Alis ku terangkat. Apakah ia tidak menyadari keberadaan ku?

"Angkasa" seru ku seraya meraih tangan kanannya.

"Lepas" ucapnya dingin disertai sentakan keras.

Aku berdecak seraya mengusap pergelangan tangan ku. Menatapnya penuh permusuhan. Berkacak pinggang ketika, lelaki itu berlalu begitu saja.

"Well, sejak kapan Angkasa dan menyebalkan tidak berteman baik?" aku tertawa singkat lalu, mengikuti lelaki bermanik hazel itu memasuki mini market.

Aku tidak mempedulikan tatapan aneh karyawan mini market. Kepala ku menoleh ke kanan-kiri. Mencari keberadaan makhluk menyebalkan bernama Angkasa Melviano.

"Beli apa?" tanya ku setelah berada di belakang tubuh jangkung Angkasa.

Manik hazel itu melirik ku singkat. Kemudian kembali acuh. Aku berdecak. Dingin mode on rupanya.

"Kenapa gak sekolah? Katanya Lo sakit, kenapa keliaran? Udah sembuh? Atau, cuma bohongan?" kini Angkasa lah yang berdecak. Aku berjalan membuntuti langkah panjangnya.

Angkasa mengambil beberapa roti dan minuman kaleng. Iseng, ku masukkan sekotak cookies ke dalam keranjang birunya. Manik hazelnya kembali singgah ke arah ku yang tersenyum lebar.

"Angkasa, Lo gak mau tanya kenapa gue bisa ada di sini padahal cukup jauh dari rumah gue?" kini tubuh jangkung itu berdiri menjulang di hadapan ku.

Aku sedikit mendongak membalas tatapan manik hazel misteriusnya. Raut wajah dingin itu terlihat lebih pucat dari biasanya. Spontan, tangan ku singgah di kening lelaki ini.

"Ehmm...panas Ang..." ucapan ku terhenti begitu rasa panas menjalar ke pergelangan tangan ku.

"Don't you hear me?! Take it off !" desis Angkasa seraya menghempas tangan ku dari keningnya.

Lara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang