LH[40]

1.5K 92 0
                                    

HAPPY READING ♥️♥️♥️

Haruskah aku waspada akan sosok mu?
Mendengar mereka bersuara seolah sangat mengenal mu
Membuat ku bertanya-tanya
Seberapa dekat kalian
Hingga mereka dengan enteng bergosip

🎗️🎗️🎗️






Gaun selutut berwarna silver melekat indah pada tubuh ku. Make up tipis terulas lengkap dengan liptint merah cherry. Rambut ku terurai bergelombang.

Perfect

Aku menghela napas melihat penampilan ku malam ini. Entah kenapa, aku merasa sangat gugup. Jantung ku tidak bisa berdetak normal.

Aku kembali menghela napas. Kemudian mengambil tas kecil berwarna senada dengan gaun dan heels yang ku kenakan.

"Calm down, Sandra, semuanya bakal baik-baik aja" ucap ku seraya menatap ke arah cermin full body di kamar ku.

Aku melangkah keluar kamar. Ku lihat Bagas berdiri di dekat tangga. Adik ku itu tengah fokus dengan ponselnya.

"Ngapain, Lo, nongkrong deket tangga?" tanya ku pada Bagas saat, aku berada di dekatnya.

Bagas menoleh ke arah ku. Matanya tak berkedip melihat penampilan ku. " Gilak cantik bener Lo, Kak" ucapnya takjub.

"Biasa aja tolong gak kuat gue liat tuh komuk" balas ku disertai kekehan diakhir.

Bagas mendengus sebelum, menggandeng tangan ku untuk menuruni tangga. Rupanya ia menunggu diri ku.

"Kita semobil, yang lain udah pada berangkat" ucapnya begitu tiba di teras.

Mobil sedan hitam mendekat ke arah kami berdua. Bagas membukakan pintu untuk ku.

"Silakan masuk, tuan putri" ucapnya bersamaan dengan seulas senyum lebar.

Aku tertawa seraya menggeleng pelan. Ada-ada saja tingkahnya. Aku masuk ke dalam mobil begitu juga dengan Bagas.

"Akhirnya kita berangkat bareng lagi, bosen tau gak gue kalo bareng Bunda sama Papa, gue dikacangin, mana disuruh duduk di depan lagi, ngenes amat" ucap Bagas ketika, mobil bergerak meninggalkan rumah.

"Uluh kaciannya adik ku ini" balas ku seraya mengelus surai hitamnya yang tertata rapi.

"Aish gue bukan bocil lagi, malu tau sama Pak Karman" elak Bagas. Adik ku itu memberi kode agar melihat ke arah sopir pribadi Papa.

Pria paruh baya yang dibawa-bawa namanya segera mengalihkan kaca tengah. Seolah tidak akan melihat tingkah kami.

"Saya gak liat apa-apa kok, Den, beneran" ucap Pak Karman.

"Gak liat sih Pak, tapi bisa denger, kakak saya emang suka lupa umur" aku tertawa melihat raut wajah jengkel yang Bagas tunjukkan.

"Eh, Kak, cowok yang di mini market waktu itu, siapa namanya? Yang songong itu loh" aku menaikkan sebelah alis. Tidak menyangka bila, Bagas masih mengingat Angkasa. Kejadian itu kan sudah hampir tiga bulan lamanya.

"Ooohhh, Angkasa maksud Lo" Bagas mengangguk mantap. Terlihat raut wajahnya yang sangat antusias membahas Angkasa.

"Gue pernah liat dia di tempat balap liar" bisik Bagas. Mungkin tidak ingin di dengar oleh Pak Karman.

Aku melotot mendengarnya. Baru saja aku hendak bersuara tangan Bagas segera membekap mulut ku dengan pelan.

"Jangan kenceng-kenceng" peringkatnya dengan wajah penuh permohonan.

Aku menghela napas. Kemudian, mengangguk sebagai jawaban. "Pak tolong hidup-in radionya dong, acak aja gapapa" pinta ku.

Pak Karman segera menuruti permintaan ku. Suara penyiar dengan volume sedang terdengar. Cukup untuk menyamarkan suara kami.

Bagas mengacungkan jempolnya ke arah ku. "Lo tau darimana? Jangan bilang Lo juga ikutan balap liar ya, Bagas" ucap ku pelan. Mata ku menatapnya tajam.

Bagas menggeleng cepat. "Gak ada ya gue ikut begituan, gue sih cuman penonton aja" Bagas menunjukkan cengiran lebarnya.

"Jadi, disana gue liat Angkasa, Gilak tuh orang bawa motor kek orang kesetanan, ngebut bener, kata temen gue menang mulu tuh orang, kalo mau lawan dia taruhannya harus gede, lebih mahal dari harga motor yang gue pake" Bagas sama sekali tidak menutupi kekagumannya pada sosok Angkasa yang kini ku ketahui raja jalanan.

Ah berbicara tentang Angkasa kembali mengingatkan ku akan ucapan Eko kemarin. Peringatan dari Eko yang terlihat sangat serius membuat kepala ku yang sudah penuh harus mau menyediakan ruang untuknya.

Jujur saja aku merasa terusik dengan peringatan itu. Apa yang salah dari sosok Angkasa? Dia baik ya, walaupun misterius. Aku memang tidak tahu banyak tentangnya. Namun, mengingat perbuatan baiknya, aku tidak dapat berpaling begitu saja.

Angkasa pasti punya alasannya sendiri

Dan, rasanya aku menjadi sangat egois bila turut menjauhinya. Mungkin saja, Angkasa juga membutuhkan seorang teman. Semua orang terlihat menghindar dan menjauhinya tanpa perlu ku tambah.

"Kak, Lo denger gue ngomong gak sih?!" tanya Bagas kesal.

Aku mengangguk singkat. Meski, samar aku mampu mendengar ucapan kekagumannya itu.

"Tapi, Kak, katanya tuh anak pemakai dan kriminal" sambung Bagas. Kali ini dengan nada hati-hati.

Aku menepuk keningnya pelan. Bagas menggerutu ke arah ku. "Gak ada bagusnya Lo manggil nama Angkasa, inget dia lebih tua dari Elo, mana temen gue lagi" ucap ku memperingatkan. Bagas tidak menyahut melainkan, mencibir ku pelan.

Ia pasti merasa tersaingi oleh Angkasa. Astaga, sudahkah ku katakan jika, Bagas ini tipe adik yang cemburuan. Aku hanya mampu menggeleng melihat kelakuannya.

Ku alihkan pandangan pada lalu lalang ibu kota. Tidak pernah sepi.

Aku jadi bertanya-tanya tentang bagaimana Angkasa menjalani hidupnya yang penuh dengan cap-cap buruk itu. Bahaya, pembunuh, preman, pemakai, dan kriminal.

Ingin aku berteriak kepada semua orang, menyanggah stereotip buruk tentang lelaki bermanik hazel. Berkata bahwa ia bukanlah seperti yang mereka bicarakan. Angkasa lebih baik dari itu. Lelaki bermanik hazel lebih baik dari yang mereka tahu.

But, how can I?

Membela diri sendiri saja aku tidak bisa. Bagaimana mungkin aku mampu membela Angkasa diluar sana? Ketika, untuk menyuarakan keadilan diri sendiri saja lidah ku terlalu kelu.

Aku tersenyum miris. Menyedihkan sekali.





Berikan keadilan untuk diri mu terlebih dahulu, Sandra!!!

🎡🎡🎡

Jumat, 5 Februari 2021

Don't forget to give your vote-comment!!!

Yang gak ngasih awas nanti bisulan!!!

K/D😋😋😋

Stay Healthy 💪💪💪

See you😘😘😘

Lara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang