32 [Akhir, nya?]

6.1K 345 41
                                    

Aku ga yangka kalian bakal se-seitulah pokoknya.
Aku bener bener terbiasa ngetik hanya seribu kata perchapter. Jadi cenderung terpotong.

Memang membosankan kan? Hehe
Aku udah copas lanjutan chapter ini dari chapter selanjutnya. Aku ternyata gakuat nerima komen keras2 hehw😌

Dibagian bawah ya:")

Happy readingg

---

Brak!

Anye terkesiap. Sontak berdiri dari duduknya kala pintu besar dihadapannya terbuka lebar setelah didobrak dari luar.

Sebenarnya Anye khawatir dengan anggota tubuh orang yang mendobrak pintu tersebut. Pasalnya pintu besar dengan bahan dasar kayu jati itu jelas besar dan kokoh, dan bisa terbuka dengan dobrakan tubuh jelas bukan perkara mudah karena dapat membuat tulang sang pendobrak patah atau minimal retak.

Tapi kekhawatiran Anye sirna saat mengetahui siapa dalang dibalik terbukanya pintu yang dikuncinya sejak dua jam yang lalu itu.

Sekelompok orang yang jelas berpakaian bodyguard yang mendobrak pintunya itu segera menyingkir setelah berhasil membuka pintu paksa dengan sekali dobrakan. Dan terkuak sudah siapa dalang dibalik sekelompok bodyguard itu.

"Well, selamat pagi Pak Vano." Sambut Anye santai sambil kembali menduduki kursinya. "Sepertinya cara mengetuk pintu sudah terlalu mainstream ya, Pak?" Sindir Anye langsung.

Vano yang merasa mendapat penerimaan didalam ruangan itu segera menyuruh bodyguardnya pergi dari sana dan meninggalkan dirinya yang kini ikut mengambil duduk didepan Anye yang sekarang sudah bersidekap dada dengan menyandar santai pada sandaran kursinya.

Anye masih diam. Mengamati Vano yang kini mengulas senyum manis dihadapannya. Cih, rasanya Anye jengah melihat senyum itu.

"Ahh, saya bingung mau mulai dari mana."

Anye tersenyum miring sebelum menegakkan posisi duduknya. "Bagaimana dengan penjelasan yang mungkin dibutuhkan?"

"Saya jelas tidak memiliki apapun yang perlu dijelaskan."

"I see, sangat jelas terlihat bahkan. Wanita yang kamu bawa bersama kamu kenapa tidak diajak masuk?" Anye makin melebarkan senyumnya kala melihat Vano memutar matanya bingung.

"Jeniffer! Ayo masuk, saya terima tamu kok." Ucap Anye dengan suara yang dikeraskan dengan maksud agar wanita yang sedari tadi berdiri dibalik dinding ruangannya mendengar panggilannya.

Tak lama kemudian suara heels menghiasi ruangan Anye yang sunyi. Suara itu baru berhenti saat sang pemilik mendudukan dirinya disebelah Vano yang sedari tadi memilih bungkam.

"Oke. Jadi bisa langsung ke intinya? Saya ada meeting setengah jam kedepan."

Anye mematikan laptopnya sebelum menyimpannya ke dalam tas. Selain karna alasan sopan, Anye hanya ingin lebih leluasa melihat wajah Vano yang sedari tadi masih menampilkan raut tak jelas.

Puk.

Anye mengangkat sebelah alisnya. Benda persegi panjang dengan aksen emas dan merah ini jelas bukan benda biasa. Ditambah tulisan dua nama diatasnya yang dibuat besar dan jelas dengan warna emas, Anye tau benda apa ini.

Undangan.

Undangan pernikahan.

Vano dan Iffe. Adalah tulisan besar berwarna emas yang berada didepan undangan tersebut.

Anye memejamkan matanya pedih. Bibirnya tetap menyunggingkan senyum meski matanya jelas berkaca ketika dia mengambil undangan tersebut dan membukanya tepat dihadapan dua orang itu.

AnyelirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang