34. [Surprise?!]

3.3K 251 24
                                    

Happy reading:)

Anye duduk lesu di pos kampling Desanya. Dia baru saja turun dari taksi yang sejak enam jam lalu dinaikinya. Rasa pusing dan tak enak perut memaksanya untuk memejamkan matanya sebentar sembari menyandarkan tubuhnya pada tiang penyangga pos kambling.

Tapi tepat lima menit Anye memejamkan matanya, Anye merasakan kalau koper yang ditaruhnya didekat kakinya ditarik oleh seseorang.

Anye membuka matanya dengan cepat dan berdiri dari duduknya dengan pandangan yang tiba-tiba berputar.

"Eh!"

Beruntung Anye urung jatuh saat tubuhnya ditangkap oleh orang yang tadi--mungkin--menarik kopernya.

Anye masih belum ngeh sebenarnya. Sampai akhirnya Anye memfokuskan pandangannya dan matanya bertemu dengan mata orang tersebut.

"Pak Ganda?!" Anye syok. Tolonglah, ya masa dia berhalusinasi?

Anye mengerjap-ngerjapkan matanya tak percaya. Dan malah makin membelalakan matanya saat mendengar suara dari orang yang tadi dipanggilnya Pak Ganda.

"Ini saya, Bu Anye kkk~."

Apalagi sambil terkekeh, makin syoklah Anye.

"Ya Ampun, maaf." Anye yang baru menyadari posisi mereka pun langsung berdiri dan melangkah mundur selangkah dari Ganda.

"Saya fikir saya berhalusinasi saat melihat gelandangan bawa koper yang mirip Bu Anye."

"Astaghfirullah, Bapak sekata-kata sama saya." Anye mendengus tak percaya. "Mana ada gelandangan secantik saya."

Anye mengambil posisi kembali duduk dan mempersilahkan Ganda untuk duduk dibagian kosong pos kambling besar itu.

"Bu Anye... lari dari kenyataan, ya?"

"Ya Allah." Anye mengelus dadanya makin tak percaya. "Mulut Bapak licin bener, heran."

Ganda kembali terkekeh tapi tak mengucap apapun. Tangan dan perhatiannya beralih pada koper Anye. Seakan menunggu Anye mengkonfirmasi sendiri.

Anye mengecek ponselnya sebentar, masih jam tujuh pagi dan masih tidak ada sinyal. Perhatiannya kembali pada Ganda yang masih diam sambil memasukkan ponselnya kedalam tas.

"Cuma menenangkan diri. Sebulan udah ke Jakarta lagi kok. Anggep aja refreshing." Anye mulai buka suara. Matanya memandangi suasana Desanya yang masih tidak jauh berbeda dari terakhir kali dia melihatnya dua tahun lalu.

"Yang saya heran, dari banyaknya Desa di Sumatera Selatan, kenapa Bapak malah terdampar di Desa ini?"

Ganda mendengus mendengar kata terdampar dari Anye. Seolah dirinya memang tersasar di Desa tanpa sinyal ini. "Peluang disini bagus. Lagipula warga disini bisa diajak kerja sama."

Anye menganggukkan kepalanya mengerti. "Selagi ga merugikan warga sini, saya sih setuju aja."

"Kamu kepala Desa disini?"

Anye menolehkan kepalanya. Terkekeh saat menemukan wajah masam Ganda. "Suka-suka saya dong. Kok Bapak yang sewot."

Anye berdiri, melangkah hendak meraih kopernya sebelum dijauhkan oleh Ganda dan membuat Anye urung menggapainya. "Saya mau pulang, Pak."

"Saya yang bawain. Kamu jalan didepan."

Anye memutar tubuhnya tak peduli, lagipula tubuhnya memang lelah.

Mereka berjalan beriringan dengan kopernya yang digeret oleh Ganda, beruntung jalan di Desanya sudah merupakan aspal.

"Kalo dihitung dari hitungan sekretaris anda, berarti sudah sekitar sebulan anda disini? Betah banget."

AnyelirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang