Sore ini, Vano memutuskan untuk pulang kembali ke Indonesia. Pekerjaannya mungkin sudah menggunung disana. Setelah berberes yang tidak memakan waktu lebih dari satu jam, ia turun terlebih dahulu, membiarkan Anye membereskan segala pakaian dan barang-barangnya. Lagi pula pesawat mereka akan berangkat tiga jam lagi.
"Mama?" Vano berkelilimg mencari keberadaan sang Mama.
"Kenapa sih Van?" Ami muncul dari dapur.
Mengingat sekarang baru jam dua, mengapa Mamanya didapur?.
"Ngapain?" Vano berjalan mendekati Ami yang kembali memasuki dapur.
"Mama buat kue kering." Ami menjawab sambil memeriksa ovennya.
"Kamu nanti inget-inget sama Mama. Minimal setahun dua kali kesini apa susahnya sih?"
Vano menggaruk belakang telinganya, "nanti kesini kalau Anye udah mau nerima aku."
Ami menatap Vano, "bisa banget."
"Loh? Bener dong Ma. Gak nyampe setahun pasti, Mama tunggu aja." Vano menjawab yakin.
"Mama tunggu ya. Bila perlu kantor pusat kamu pindahin kesini. Biar Mama ada temennya."
"Gak tau, Ma." Vano menghela napas. "Kayaknya Anye takut kalau akhirnya harus balik kesini lagi."
Ami balas menghela napas. Dia sudah mendengar segalanya dari Vano. Dan dia benar-bebar tidak menyangka dengan mantan suami Anye yang menurutnya brengsek itu. Bisa-bisanya mau memperkosa Anye disaat dia sudah menceraikan Anye .
"Gimana keputusan kamu aja."
Vano mengangguk mengiyakan.
Ami dan Vano menolehkan kepalanya kearah lift yang berbunyi. Anye berjalan keluar dari lift sambil mendorong kopernya dan menenteng tas tangannya. Senyumnya terkembang saat melihat Ami dan Vano didapur. Karena memang antara dapur dan ruang keluarga tidak besekat, hanya ada meja pantry yang membatasi.
"Mama. Anye bakalan kangen banget sama Mama." Anye berjalan cepat menghampiri Ami dan Vano. Koper dan tas nya ditinggalkannya saja terabai didepan lift.
"Lagian kamu cepet banget balik nya." Ami berucap bernada merajuk sembari membalas pelukan Anye.
Anye mengeratkan pelukannya, mencium pipi Ami dan melonggarkan pelukannya. "Maafin Anye ya, Ma. Nanti kalo Anye udah selesein semuanya, Anye pasti kesini lagi."
"Mama sama Papa udah kasih restu. Jadi jangan sungkan kesini ya."
"Ihh, Mama." Anye melepaskan pelukannya, memberikan senyuman terbaiknya dihadapan Ami. "Insyaa Allah, Ma. Kalau jodoh, pasti ada aja jalannya."
Ami balas tersenyum. "Tentu saja. Tapi dari Mama harus, harus sama Vano." Ami menoleh kepada Vano yang menatap mereka dengan senyumnya. "Kasian anak Mama udah jadi bujangan 32 tahun."
"Mama." Suara Vano sontak saja mengundang tawa kedua wanita berbeda usia dihadapannya.
Vano berjalan menghampiri kedua wanita yang masih saling berangkulan. Merangkum kedua wanita yang sangat dicintainya kedalam dekapan hangatnya. "Sayang banget sama kalian."
Ami membalas pelukan Vano. Sementara Anye terdiam sebentar sebelum tangannya terangkat mengelus lengan Vano yang merangkum bahunya.
"Sayang juga." balas Ami.
Mereka asik bercanda kecil, sebelum akhirnya sang Papa datang dan ikut berpelukan bersama mereka. "Asik sendiri malah lupain Papa."
"Salah sendiri sibuk kerja." cibir Ami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anyelir
RomanceNamanya Anyelir Gilsha Hizbya, panggilannya Anye. Seorang muslimah berjilbab yang suka sekali memakai kulot. Tapi dia juga wanita berusia 26 tahun yang kini harus menelan pahit-pahit perselingkuhan yang dilakukan suaminya. Seorang wanita malam dari...