Anyelir 24 [Kiya-2]

3.3K 147 1
                                    

Kiya berdiri tegap didepan gerbang sebuah rumah mewah bertingkat tiga, rumah ber-cat hijau itu terlihat cantik nan asri dengan banyak pohon disekitarnya. Menegarkan langkah, Kiya berjalan menekan bel pada pinggir pagar tinggi didepannya.

Setelah pintu terbuka, seorang satpam mempersilahkannya masuk setelah dia mengucapkan permisi. Setelah kata terima kasih, Kiya berjalan perlahan menuju pintu utama rumah.

Ting nung...

Ceklek,

Kiya memberikan senyum kepada seorang art yang berdiri dihadapannya.

"Ada perlu apa ya mbak?"

"Saya mau bertemu dengan ibu Asi, apakah beliau ada dirumah?" Kiya menyahut sopan.

Sang art menganggukkan kepala sebelum mempersilahkannya masuk terlebih dahulu sembari dia memanggil sang nyonya.

Lima menit berlalu, art tersebut kembali kehadapannya sambil membawa secangkir teh panas. Kiya mengucapkan terimakasih sebelum sang art kembali berjalan masuk.

"Siapa ya?"

Kiya mengangkat kepalanya. Suara lembut itu berasal dari seorang wanita berumur yang memberikan senyum sambil melangkah mendekatinya.

Kiya berdiri lalu menyalami dengan sopan tangan Asi. Setelah dipersilahkan, dia kembali mendudukan dirinya berhadapan dengan Ami dengan dibatasi meja kaca.

"Saya Kiya tante. Sahabatnya Anye." Kiya membuka mulutnya pelan.

Asi menganggukkan kepalanya mengerti. "Ada perlu apa kamu kesini?"

Kiya menelan ludahnya pelan. Segala keinginannya untuk mengeluarkan unek-uneknya dengan cara berteriak kasar langsung ditelannya mentah-mentah. Lah wong mamanya Bian baik gini.

"Apakah Bian sekarang sedang keluar negeri, tan?" Persetan dengan jabatan pun siapa dirinya, baginya Anye lebih penting.

"Saya tidak tau, nak. Bagi saya dia sudah bukan seperti anak saya. Kamu sudah tau kan maksud saya?" Asi menjawab pelan. Nadanya masih selembut sebelumnya.

Kiya menghela napasnya panjang. Ada rasa tak tega jika harus membeberkan segalanya dihadapan Asi yang tampak sudah sangat frustasi dengan tingkah anaknya. Tapi mau bagaimana lagi, Kiya akan tetap melanjutkan. Sia-sia saja uang dua puluh ribunya jika dia tidak menyampaikan keinginannya.

"Dia ganggu Anye."

Asi membeliakan matanya kaget. "Astaghfirullah. Apalagi tingkah anak itu. Saya bahkan sudah katakan untuk tidak mengganggu Anye." Meskipun nadanya lembut, tapi Kiya dapat mendengar amarah terselip disana. Terutama pada mata Asi yang sekarang berkilat marah. "Anye gak papa kan?" Tanyanya khawatir.

"Anye frustasi. Saya takut Anye kenapa-napa tan." Kiya menyampaikan dengan perlahan. Sebisa mungkin agar tak membuat wanita berumur didepannya syok berat hingga jantungan.

"Apa yang Bian lakukan kepada Anye?!" Tuntut Asi geram. Tangannya dikepalkannya kuat untuk menyalurkan emosinya yang membludak.

"Bian hampir perkosa Anye." Setelah perdebatan panjang dengan sang otak, satu kalimat berisi empat kata meluncur bebas dari mulut Kiya.

Asi terkesiap. Gurat amarah jelas sudah tak bisa lagi disembunyikannya dihadapan Kiya. "Astaghfirullah. Ya Allah. Kiya... kamu serius?" Tanyanya enggan percaya.

Kiya mengangguk pelan. Matanya menangkap mata berkaca milik Asi. "Di Los Angeles. Tempat Anye kerja, saya gak tau detailnya. Tapi saya gak bisa biarin Anye hancur karena Bian tan. Jadi saya mohon, tolong jauhkan Bian dari Anye. Saya benar-benar tidak sanggup menyaksikan kehancuran Anye dihadapan saya." Kiya berucap panjang. Jarinya menghapus air mata yang mengaliri pipinya saat kembali mengingat betapa hancurnya Anye tadi.

AnyelirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang