Argan merasa tak ada yang salah dengan dirinya, hingga dia bisa bicara selancar itu pada Ardi saat perjalanan menuju hotel kemarin siang. Dari lubuk hatinya terdalam, dia sama sekali tak bermaksud membela Tiara, apalagi turun tangan langsung menyelesaikan masalah gadis itu; move on. Argan hanya coba lebih dewasa; berpikir lebih luas dan terbuka, serta tak menyalahkan orang lain atas hal di luar dugaan yang terjadi.
Memang, semula saat melihat Tiara di bandara dan akan berangkat menggunakan pesawat yang sama dengannya, dia luar biasa kaget dan jengkel. Untuk kesekian kalinya, dia jadi meragukan keputusannya. Tapi, setelah merenung dan berulang-ulang kali berpikir di dalam pesawat, Argan mendeteksi adanya sebuah kekeliruan. Perlahan, dia merasakan hadirnya alternatif pemikiran lain. Otaknya mulai menjelajah sudut pandang berbeda.
Bukan merekrut Tiara masalahnya. Bukan keputusan yang diambilnya yang salah. Kalau pun situasi dibalik dan bukan Tiara yang menjadi model penggantinya, Argan yakin gadis itu tetap akan mendekatinya selama masalah sebenarnya belum selesai; merelakan masa lalu.
Argan tidak menganggap ini sebagai pembenaran, melainkan sebuah kebenaran. Dia tidak mau fokus pada akibat, sementara di saat yang sama melupakan penyebab. Tidak ada asap kalau tidak ada api. Tiara tidak akan mendekatinya kalau dia sudah melepaskan kenangan mereka. Percuma Argan menghindar ke antartika sekalipun, Tiara akan tetap mengejar jika penyelesaiannya belum rampung. Dia harus disadarkan terlebih dahulu.
Meski demikian, bukan maksud Argan pula dia yang akan turun tangan membuat Tiara move on. Maksud laki-laki rupawan berkulit putih itu adalah, dia hanya memberi pengertian pada Tiara, lalu dilanjutkan oleh Edo, Rini, dan Tino sebagai laki-laki terdekat gadis itu. Tino harus mampu menutup tirai masa lalu dan menggantikan posisi Argan. Demikian maksudnya.
Argan memang pintar. Dia bersyukur dianugerahi kecerdasan dan kemampuan berpikir out of the box oleh Tuhan. Dia jadi tidak gegabah menyalahkan orang lain dan menganggap pemikirannya yang paling benar. Dia juga lebih memaklumi dan memahami posisi orang lain. Tapi, selalu ada kekurangan dalam diri manusia. Dalam hal ini, satu-satunya hal yang terluput olehnya adalah; apa dia telah (paling tidak juga) mempertimbangkan sudut pandang perempuan yang sekarang dia tinggalkan di rumah?
Tidak.
Jauh dari semua pemikiran cemerlangnya itu, Argan lupa, kesilapan kecil ini bisa menjadi bibit penyesalan terbesarnya di kemudian hari.
Apa dia bisa dibilang terlalu idealis dan positive thinking?
Entahlah.
Atau ... melupakan sudut pandang Rachel dan memprioritaskan sudut pandang Tiara memang merupakan indikasi perasaannya untuk sang mantan yang masih belum sepenuhnya hilang? Namun dia tidak menyadarinya saja?
Entahlah.
Dan ... semua alasan serta pemikiran positifnya itu hanyalah denial bahwa ia memang membela Tiara?
Entahlah.
Terkadang, suatu ketidaksengajaan melupakan seseorang dan memprioritaskan yang lainnya menunjukkan ke mana arah hati kita sebenarnya, kan?
"Argan!"
Tangan Argan berhenti di udara. Dia gagal meraih jus jeruk dari atas meja. Refleks, matanya memandang ke segala arah mencari sumber bunyi yang meneriakkan namanya.
"Ar, sini!"
Situasi saat sarapan di restoran hotel sangat ramai. Tak mudah mendapati suara si pemanggil di sela-sela dentingan sendok dan gemerisik pengunjung yang berbincang. Ketika ada seorang gadis yang berdiri sembari melambai-lambaikan tangannya, Argan baru menemukan orangnya. Kepalanya yang melongok tinggi cukup jelas menunjukkan wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN
RomanceArgan dan Rachel saling mencintai, sejak pertama kali mereka duduk di bangku SMA hingga sekarang setelah menikah. Rasa itu masih sama. Setidaknya, itulah yang mereka pikirkan. Argan tidak menyadari, bahwa ia terus melakukan denial pada dirinya send...