"Jadi Om, sekarang kita harus gimana? Kita gak punya banyak waktu," tanya Tino, memecah keheningan yang sedari tadi menyelimuti ruangan ini.
Edo dan Rini tidak menjawab. Mereka bungkam dan sibuk dengan pikirannya masing-masing. Sepasang suami istri itu saling tatap namun sama-sama mengunci mulutnya rapat-rapat.
"Om, Tante, tolong jawab aku," desak Tino, lagi. Ia memandang kedua orang tua Tiara itu dengan intens.
"Om gak tau, Tino. Om gak mau merusak hubungan Argan dan istrinya." Edo menghela napas panjang. Rasanya paru-parunya kekurangan pasokan udara.
"Aku juga gak mau jadi perusak, Om. Aku gak mau ganggu pernikahan orang lain."
Rini refleks mengangkat kepalanya menatap Tino. "Terus Tiara gimana? Kamu gak liat gimana kekeuhnya dia mau ketemu Argan?"
"Aku tau, Tante. Aku yang ngadepin Tiara kemarin waktu Om sama Tante pergi...," Tino balas menatap wajah wanita paruh baya itu, ia terdiam sejenak, "dan Tiara ngamuk-ngamuk sampe banting gelas di kamarnya. Untung dia gak ngelempar gelas kaca itu ke muka aku," lapor Tino jengkel.
Edo mengernyit dan memalingkan matanya yang awalnya melihat lantai ke Tino. "Kamu serius?"
"Aku gak bohong, Om. Tiara marah-marah dan bahkan bentak aku. Dia juga gigit tangan aku waktu aku mau alihin mukanya biar natap aku."
Edo memijat keningnya pelan, menggeleng tak habis pikir mengetahui tingkah anak kandungnya itu. "Dia makin hari makin gak terkontrol."
"Iya, Om. Tiara berubah."
"Nah, kalian udah liat sendiri kan gimana sikap Tiara bisa seberingas itu sekarang? Kita gak bisa diam aja kayak gini. Kita harus cepat bertindak. Aku gak mau sewaktu-waktu Tiara nekat dan lakuin hal bodoh," Rini menggoyang-goyangkan lengan suaminya dengan mata yang sudah memburam, "Pa, Tiara itu berani dan aku tau dia bisa ngelakuin hal-hal diluar dugaan kita."
"Bukan lagi, Tante. Dia bahkan udah ngelakuin hal yang sangat gak kita duga," adu Tino. Pikirannya jadi melayang kembali pada peristiwa menyesakkan kemarin.
"Tiara lakuin apa, No?"
"Dia udah nelpon Argan dan kirim pesan ke Satya, sahabat Argan, tanpa sepengetahuan kita, Om."
Pasangan suami istri itu serentak membulatkan matanya. Edo terjingkat dari kursi besar yang sedang ia duduki, sementara Rini akhirnya meluncurkan air mata yang sedari tadi menunggu di sudut matanya.
"Nel.. pon.. nelpon, Argan?" tanya Rini syok dan terbata-bata.
Tino menatap wajah Edo dan Rini bergantian. Rahangnya mengetat saat membayangkan kedongkolannya kemarin atas sikap luar biasa Tiara. Kedongkolan itu belum sepenuhnya hilang sampai detik ini. "Iya, dia udah nelpon Argan, Tante. Aku gak nyangka dia bakal bertindak sejauh dan secepat itu."
"Tapi darimana Tiara dapat nomor Argan dan Satya?" Edo melepaskan tangan Rini yang masih melingkar di lengannya untuk berbalik menghadap Tino. "Gimana bisa Tiara hubungi mereka?"
Tino mengusap dahinya yang mulai terasa berdenyut. "Aku juga gak tau, Om."
"Kamu gak mungkin kasih tau Tiara nomor mereka kan, No?" selidik Edo dengan mata memicing.
"Ya enggak mungkinlah, Om," sanggah Tino cepat. Ia sampai tidak sadar dengan volume suaranya yang meningkat karena sanking kagetnya dituduh seperti itu. "Mana mungkin aku kasih tau Tiara, Om."
"Terus Tiara tau darimana?"
"Aku gak tau, Om."
Rini mengusap air matanya yang terus berlinang. "Jadi ini gimana, Pa? Kita harus gimana? Apa kita turutin aja maunya Tiara kali ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN
RomanceArgan dan Rachel saling mencintai, sejak pertama kali mereka duduk di bangku SMA hingga sekarang setelah menikah. Rasa itu masih sama. Setidaknya, itulah yang mereka pikirkan. Argan tidak menyadari, bahwa ia terus melakukan denial pada dirinya send...