Argan menyesap secangkir cokelat panas yang diseduhnya lima menit lalu sembari menertawakan dirinya sendiri. Orang bilang, ketika sedang bersiap-siap atau berdandan, wanita pasti akan menghabiskan waktu jauh lebih banyak dari pada laki-laki. Kala dulu saat masih lajang, Argan ingat, ketika mendengar ungkapan itu rasanya ia amat muak dan jengah, bahkan mengutuk wanita semacamnya. Ia sangat benci tipikal wanita yang berlama-lama dalam berdandan; suatu hal yang menurutnya sangat tidak berguna dan menghabiskan banyak waktu.
Tapi hari ini, sepertinya ia harus menelan mentah-mentah omongan dan pemikirannya tersebut. Karena pada saat ini, ia-lah yang justru duduk santai sembari menyesap minuman dan membaca koran demi menunggu Rachel yang sudah setengah jam belum kelar berdandan, tapi anehnya Argan sama sekali tidak merasa jengah atau muak seperti yang dipikirkannya.
Argan terkikik geli, meletakkan kembali cangkir gelasnya ke atas meja. Tadi, saat masih di kamar, Rachel memintanya untuk menunggu di ruang tengah saja sambil meneguk minuman atau semacamnya, dari pada menungguinya yang memang tidak akan selesai dalam 10 menit. Awalnya, laki-laki berkemeja abu-abu itu menolak, dengan alasan ia ingin memerhatikan Rachel bersiap, namun setelah menyaksikan sendiri kalau istrinya itu bisa menghabiskan 10 menit hanya untuk memasukkan barang-barang bawaan ke dalam tasnya saja, Argan jadi menelan ludah susah payah dan memilih mengalah.
Sebenarnya Argan tahu, kalau Rachel bukanlah tipikal wanita yang menghabiskan waktu berjam-jam demi berdandan, karena sepanjang mereka menikah, baru kali ini gadis itu menyiapkan diri sampai selama ini. Rachel berkilah, kalau ia berusaha tampil semaksimal mungkin demi tidak memalukan di pesta anaknya pak Ruben. Dia bilang, dia tidak ingin mempermalukan Argan karena menggandeng istri yang ala kadarnya. Saat itu, Argan langsung meyakinkan kalau ia sama sekali tidak masalah, namun bagaimana pun juga, kali ini Rachel tak akan mengalah, karena menurutnya penampilannya malam ini akan sangat berdampak pada citra Argan di kemudian hari.
Argan tertawa kecil saat mengingat rengekan Rachel tadi; "aku ngelakuin ini semua buat kamu, Ar. Biarin kali ini aku menang debat sama kamu, please."
Kata-kata sederhana tapi kalau sudah diiringi oleh rajukan Rachel yang menyentuh hati dengan mata berbinarnya yang sangat menggemaskan, Argan tidak bisa apa-apa lagi.
Sejak adu mulut yang cukup pelik tersebut, kini Argan sudah menunggu mungkin nyaris 30 menit sembari tak berhenti menertawai dirinya sendiri, yang seharusnya muak, bosan, bahkan marah, namun kini malah santai-santai saja. Cinta memang aneh.
Setelah 15 menit, Rachel akhirnya membuka pintu kamar dan menuruni anak tangga. Argan menghela napas lega, itu artinya ia tidak perlu membuat cangkir kedua. Argan sontak mengangkat kepalanya menatap sosok sang istri, dan seketika itu juga matanya membulat sempurna.
Rachel turun pelan-pelan sembari memegangi gaunnya yang panjang dan berwarna perak. Ada seuntai pita putih yang dililitkan di pinggangnya. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai indah namun tidak berantakan, dijepit dengan jepitan kecil yang membuat wajahnya tampak lebih segar dan manis. Liontin berbentuk bintang menggantung di lehernya. Di tangannya, gadis itu menjinjing tas berukuran mini berwarna putih. Argan menyadari, kalau Rachel juga mengenakan cincin emas putih di jari tengahnya, cocok bergandengan dengan cincin pernikahannya yang melingkar di jari manis.
Argan mengamati penampilan Rachel dengan saksama, tak sia-sia ia menunggu sampai hampir satu jam lamanya. Gadis itu terlihat sangat cantik dan ... memesona.
"Ar? Kok bengong?"
Argan tersentak begitu Rachel menyentuh bahunya. Detik itu juga, kedua matanya berkedip setelah nyaris dua menit tak berkedip. "Kamu cantik banget, Ra."
Seulas senyum refleks terbit di bibir Rachel. "Kamu bisa aja. Aku berlebihan gak dandanannya?" tanyanya sembari menyimak dirinya sendiri.
Argan berdiri, lalu melingkarkan tangan di seputar pinggang Rachel. "Gak sama sekali. Udah pas semuanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN
RomanceArgan dan Rachel saling mencintai, sejak pertama kali mereka duduk di bangku SMA hingga sekarang setelah menikah. Rasa itu masih sama. Setidaknya, itulah yang mereka pikirkan. Argan tidak menyadari, bahwa ia terus melakukan denial pada dirinya send...