BAB 35 : PENJELASAN

1.1K 32 0
                                    

"Jadi, apa alasan kamu nyamperin Tiara di lokasi photoshoot? Jelasin sejelas-jelasnya sekarang." Ardi berkata tegas. Kata-katanya dingin dan tajam. Dia duduk sembari menatap lurus ke depan.

Argan mengesah seraya memijit pelipisnya. Matanya terpejam seiring oksigen yang memasuki paru-parunya ketika mengambil napas panjang. "Aku harap Papa gak motong. Aku bakal jelasin semuanya."

"Kalo gitu jelasin, jangan ngulur waktu."

Argan menghela napas. Aura yang dipancarkan Ardi terasa begitu mencekam baginya. Kehangatan yang selalu menjadi ciri khasnya menguap entah ke mana.

"Dua hari lalu, Tiara minta aku dateng liat dia photoshoot. Aku nolak. Dia ngebujuk, tapi aku tetap gak mau. Kami berdebat di telpon, sampe akhirnya dia ngancem gak akan makan dan minum obat kalo aku ga dateng. Jujur aku kaget. Dia bilang kalo dia sakit, otomatis seluruh photoshoot bakal ketunda."

Dehaman singkat menjeda penjabarannya. Argan memperbaiki posisi duduknya sambil melirik Ardi, masih sama dinginnya.

"Aku pikir kalo photoshoot ketunda, perusahaan bakal rugi. Kita perlu dana lebih untuk akomodasi. Selain itu, aku juga bisa sekalian ngecek proses di lokasi. Aku ngerasa ga ada yang salah. Aku gak ngelakuin ini demi Tiara, tapi demi perusahaan dan mantau kerja karyawan ki---"

"Kamu lebih menghindari rugi dari pada hal-hal di luar dugaan yang mungkin terjadi kalo ketemu dia?" Mulut Ardi tak tahan tak menyela.

"Ga ada hal di luar dugaan yang terjadi, Pa. Tiara langsung ada sesi dan aku cuma mantau kerja karyawan. Ini gak seburuk yang Papa bayangkan."

"Kamu beruntung ga ada hal buruk yang terjadi, tapi selalu ada kemungkinan. Kamu ngambil risiko dan langgar janji sama papa serta diri kamu sendiri."

"Aku tau, tapi aku gak semata-mata langgar janji demi Tiara. Ada keuntungan yang bisa aku ambil. Itu juga bagian dari profesionalitas, kan?"

Sontak, gelak penuh cela meluncur dari sisi Ardi. "Profesionalitas? Bukan karena kamu juga emang pengen ketemu dia?"

Punggung Argan terlepas dari sandaran bangku ketika ia terperanjat kaget. "Enggak! Eng---gak mungkinlah!"

"Dasar gegabah. Kamu bisa nyuruh orang atau minta tolong papa kalo mau ngecek lokasi. Kamu ceroboh lebih milih mengutamakan kerugian perusahaan yang ga seberapa dari pada masalah yang ditimbulkan dengan kamu nyamperin Tiara. Lagi pula, sekarang dia juga sakit, kamu pikir perusahaan gak rugi bayar administrasinya?" Ardi mencebik. "Alasan kamu non sense. Gak bisa diterima. Bisa-bisanya berpikir sesempit itu."

"Dia sakit sekarang itu di luar dugaan aku, Pa. Aku gak nyangka dia bakal sakit meskipun aku dateng. Kalo aku tau dia tetap sakit juga aku ga mungkin ngelakuin dua hal berisiko sekaligus."

"Terlambat. Sekarang dia sakit dan kamu udah dateng. Kamu bikin dia punya harapan. Sekarang gimana caranya kamu mastiin dia ga akan ngelakuin hal di luar dugaan? Dia pasti mikir kamu nurut, apalagi bela-belain dateng buat jenguk."

"Jangan terlalu jauh, Pa. Itu gak mungkin."

"Apanya yang gak mungkin? Kalo udah kayak gini, jangan salahkan dia kalo ngelakuin hal lebih parah. Kamu yang mancing dan patut disalahkan."

Argan mendesis. Satu tangannya terangkat naik menyugar rambutnya ke belakang. Aneka emosi menyelimuti dirinya. Marah, kesal, frustasi, bingung, semua beradu satu.

"Gak akan. Abis ini kontrak selesai dan aku ga ada urusan apa-apa lagi. Aku juga udah mikir gimana caranya bikin Tiara move on. Papa tenang aja."

"Tenang?" Ardi menyeringai mencemooh. "Setelah kamu langgar janji dan nekat nyamperin perempuan itu untuk sesuatu yang gak worthted, sekarang kamu minta papa tenang?"

BETWEEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang