BAB 49 : BAIKAN

1.4K 41 6
                                    

Tepat pukul tujuh malam, Argan memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah sang ayah. Tanpa menutup kembali pagar atau membenarkan posisi kendaraannya yang agak melintang, dia bergegas turun dan menaiki undakan tangga menuju beranda. Tak peduli Ardi akan menegurnya bahkan mengomelinya soal kerapian, itu urusan belakang. Dia hanya ingin menemui istrinya secepat mungkin.

"Pa? Papa? Amanda?"

Argan menekan bel berkali-kali sembari mengetuk pintunya tanpa henti. "Pa? Amanda? Ra?" Dia berdecak kala tak ada yang sigap membukakan setelah dua menit menunggu.

"Pa? Am---"

"Ngapain sih teriak-teriak kayak orang kesurupan?"

"Papa."

Ardi mengesah. Dia tak menghiraukan sang anak dan masuk ke dalam. "Ngapain kamu ke sini? Udah papa bilang kan jangan dateng?"

"Aku mau jemput Rachel. Amanda pasti udah kasih tau Papa." Argan menutup pintu sebelum menghampiri Ardi di ruang tamu.

"Masih peduli juga kamu ternyata."

"Jangan mulai, Pa. Aku udah sadar dan nyesel. Jangan ngungkit itu lagi."

"Mau kemana?" Cekalan Ardi menahan Argan yang hendak beranjak.

"Ketemu Rachel. Aku tau dia di kamar aku."

"Ck, ck, ck." Ardi mencebik sembari menggeleng berkali-kali. "Enak aja main nyelonong ke kamar setelah apa yang terjadi. Lewatin papa dulu."

Argan refleks memutar bola mata malas. "Apa lagi, Pa?"

"Apa lagi kamu bilang? Kamu amnesia?"

"Tapi gak sekarang."

"Kalo ga sekarang terus kapan? Papa belom marah sejak tragedi berita yang tersebar itu. Mulut rasanya udah gatel pengen marahin kamu."

Argan mulai jengah. Tangannya terangkat naik mengusap wajahnya. "Aku udah tau yang mau Papa omongin. Gak perlu marah aku juga sadar semua bersumber dari kesalahan aku."

Ardi menelengkan kepalanya lagi. "Enggak. Sini, papa mau ngomong."

"Ada apa sih, Pa?"

"Sini."

"Nan---"

"Diam."

Argan tak berkutik saat Ardi tanpa basa-basi meremas pergelangannya dan menyeretnya ke kursi tamu. Dari bibirnya yang berkedut dan air wajahnya yang mengetat, ia sungguh dilanda kekesalan. Niat hati mau bertemu Rachel malah terjebak bersama Ardi.

Ada-aja saja cobaan.

"Ck, aku kesini bukan mau ngomong sama Papa, tap---"

"Gini ya, Gan. Pertama, papa gak abis pikir sama kelakuan mantan begajul kamu itu. Rasanya mau papa datengin dan hajar sampe pingsan. Jujur, papa malu banget sama publik dan rekan kerja yang dari kemarin ga berhenti nanyain soal itu. Kalo aja kita ga punya keunggulan yang unik mungkin perusahaan udah merosot drastis."

Saliva membasahi kerongkongan Argan susah payah. "Aku tau. Nanti aja ceritanya. Sek---"

"Duduk."

Argan terdiam. Lagi. Mimik Ardi yang serius dan nadanya yang kelewat dingin mau tak mau mengurungkan niatnya.

"Cepet, Pa. Aku mau ketemu Rachel."

"Kenapa baru sibuk sekarang? Ke mana aja selama ini?"

"Papa."

Lengosan Ardi terdengar kasar. "Asal kamu tau, Rachel bener-bener terpukul setelah kejadian itu. Kamu gak liat gimana kacaunya dia pas dateng. Kalo bukan karena kamu anak papa, udah papa tampar kamu abis-abisan. Papa ga pernah ngajarin kamu nyakitin perempuan apalagi istri sendiri."

BETWEEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang