BAB 7 : TELEPON DARI TINO

619 33 0
                                    

Rachel berjalan menuju ruang kelasnya yang berada di gedung bercat abu-abu sebelah laboratorium fakultas teknik. Ia membenarkan sedikit letak tas ranselnya yang terlalu berat karena membawa banyak buku dan laptop untuk presentasi hari ini.

Rachel berbelok ke kanan dan menaiki anak tangga yang ada di gedung besar dengan plang nama fakultas ekonomi dan bisnis itu. Kelasnya hari ini tidak berada di lantai terlalu atas, sehingga ia memutuskan untuk menaiki tangga saja daripada menggunakan lift yang mungkin akan memperlama kedatangannya karena mengantri.

Rachel mendorong pintu dengan perlahan, lalu masuk ke dalam dan duduk di kursi kosong dekat jendela. Kursi ini adalah kursi langganannya. Tidak ada yang akan menempatinya sekalipun ia datang terlambat.

Ini karena Nathan yang sudah mengatasnamakan kursi ini sebagai miliknya. Kursi yang berada tepat di sebelah kursi laki-laki itu. Nathan akan mendamprat siapa saja yang berani menduduki kursi Rachel dengan sengaja. Katanya, Nathan tidak mau duduk bersebelahan dengan orang lain selain dirinya.

"Tumben lo dateng cepet, Nat," celetuk Rachel sambil melepaskan tas ranselnya.

"Hmm, iya, gue kan harus buru-buru buat ngelarin ini. Risa semalam udah marah-marah karena gue sempet nolak," sahut Nathan tanpa mengalihkan atensinya dari laptop.

"Ya iyalah dia marah, orang lo mau lari dari tanggung jawab."

"Gak gitu. Kan gak cuma gue yang pulang cepet kemarin. Tuh masih ada si Dika yang main cabut aja dari rumah Risa. Kenapa cuma gue yang harus revisi?"

"Lo kan tau sendiri itu anak sifatnya gimana. Gak bakal kelar kalo diserahin sama dia. Udah syukur dia mau dateng kemarin." Rachel mengedikkan bahu, menggeser tirai jendela disampingnya agar terbuka lebih lebar.

"Itu dia!"

"Apa?"

"Gegara dia jadi gue yang jadi tumbal buat ngerevisi."

Rachel mencebikkan bibirnya, berbalik menghadap Nathan. "Hmm.. yaudah lah, Nat. Gak banyak juga, kan? Semalam udah gue maksimalin sampe bela-belain pulang jam 10."

"Tumben suami posesif lo gak marah istrinya pulang telat."

"Lo gak tau aja gimana ceritanya, Nat!"

Rachel dan Nathan refleks menoleh ke sebelah Nathan. Risa sudah berdiri disana dengan kuncir kudanya yang digoyang-goyangkan. Entah kapan dia datangnya.

"Emangnya ada cerita apa, Ris?" tanya Nathan penasaran, namun tetap sibuk mengetik.

Risa menarik kursi kosong dibelakangnya dan menyeretnya ke depan Nathan. Ia kemudian duduk dengan posisi kursi terbalik.

"Siapa suruh lo pulang cepet kemarin, jadi gak tau kalo suaminya Rachel hampir buat pintu sama bel rumah gue rusak."

"Hah? Masa? Gimana ceritanya?"

Rachel hanya diam mendengarkan. Ia sudah tahu apa yang Argan lakukan pada pintu dan bel rumah Risa. Laki-laki itu bisa melakukan apa saja kalau sedang panik.

"Dia ngetuk pintu rumah gue keras banget sampe gue kira siapa. Mau aja gue tampol orangnya. Eh pas gue buka rupanya suaminya si Rachel, dia udah berdiri didepan pintu rumah gue. Kaget dong gue," Risa memperagakan ekspresi terkejutnya kemarin, "terus dia main masuk aja lagi langsung narik tangan istrinya," lanjut Risa, melirik Rachel yang sudah mengulum senyum malu-malu. "Itu gegara Rachel lupa kabarin sampe dia susulin ke rumah gue. Terus---"

"Oh.. Argan mah memang gitu, Ris. Posesif. Jangankan elo, gue aja selalu ditodong pertanyaan kalo kelamaan bareng Rachel. Gue juga gak pernah lagi diizinin pergi berdua sama Rachel, padahal gue sahabatnya dia," potong Nathan sambil menatap Rachel dari sudut matanya, "gak tau deh kenapa dia bisa jadi begitu. Kayaknya waktu pacaran dulu dia gak gitu banget ya, Ra?"

BETWEEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang