"Ra!"
Kepala Rachel sontak menoleh begitu ia menangkap secercah suara yang meneriakkan namanya. Langkah kaki yang beberapa senti lagi hendak masuk ke dalam gedung besar dengan plang besi bertuliskan "Perpustakaan" pun jadi ikut terhenti. Gadis itu memicingkan mata, melihat lebih jeli siapa sosok laki-laki dari kejauhan yang sedang berjalan tergopoh ke arahnya. "Nathan!"
Laki-laki dengan kemeja biru berlengan pendek itu berlari mempercepat langkah. Kakinya panjang, langkahnya lebar, memudahkannya sampai lebih cepat daripada pemilik kaki yang tidak sepanjang miliknya. "Gue panggilin dari tadi kenapa enggak denger, sih? Capek gue manggilnya." Nathan tiba sembari ngos-ngosan, membungkuk memegangi lutut.
Rachel mengernyit bingung. "Emang iya lo manggilin gue dari tadi, Nat? Masa, sih?" Seingatnya, ia tidak ada mendengar panggilan Nathan sama sekali dari awal Argan menurunkannya di depan gerbang hingga sampai di depan perpustakaan. Apa ia yang tidak dengar? Entahlah.
"Ya iyalah! Masa gue bohong," erang Nathan kesal.
Rachel mengedikkan bahu. "Gue beneran gak tau. Mungkin gue kurang perhatian kali, ya. Maaf ya, Nat."
"Yang lo perhatiin kan cuma si Argan doang."
Rachel tertawa kecil. "Bisa aja lo," sahutnya, melanjutkan langkah mendorong pintu kaca perpustakaan.
"Ra! Kok lo main masuk aja? Tungguin gue, dong! Gue masih capek, nih."
"Keburu masuk kelas nanti, Nathan. Gue perlu minjem buku. Lo mau ikut gak? Buruan, gue tinggal, nih." Rachel menjeda langkah, mengeratkan tali tas sembari melirik Nathan yang masih tersengal.
Nathan sibuk mengusap peluh yang bergantungan di sepanjang dahi dan pelipisnya. Ternyata berlari dari depan gerbang sampai ke perpustakaan letih juga. Huft. Apa Rachel tidak melihat kondisinya?
Nathan mendengus, namun tetap berdiri dan mengikuti langkah Rachel yang sudah melewati ambang pintu. Untung Nathan dapat segera menetralkan napas, kalau tidak dia pasti akan tinggal di luar.
Begitu menapakkan kaki di dalam, Rachel dan Nathan langsung disambut oleh tiupan angin sepoi-sepoi dari air conditioner. Tidak buruk untuk mengademkan Nathan yang sedang kepanasan. Sesaat, laki-laki itu mengepak kemejanya, memberi ruang lebih lebar agar udara dapat leluasa masuk. Raut wajah Nathan yang semula cemberut, perlahan mengendur saat ia merasa lebih santai.
Suasana perpustakaan saat ini tidak begitu ramai. Entah karena hari yang masih pagi, atau memang semakin banyak orang yang tidak berminat bertandang ke sini. Cuaca di luar mendung. Bisa jadi hal itu juga membuat para mahasiswa semakin malas merayap kemana-mana selain menuju kelas masing-masing. Entahlah yang mana yang benar, yang penting pengunjung perpustakaan saat ini sangatlah miris. Hanya ada beberapa mahasiswa kutu buku dan segelintir dosen tersebar di beberapa titik.
Meninggalkan Nathan yang masih asyik mendinginkan diri, Rachel berbelok menuju koridor buku bertemakan manajemen. Di semester ujung seperti sekarang, tidak ada lagi koridor buku yang ia tuju selain koridor ini. Keharusan menyelesaikan tugas akhir yang membutuhkan banyak buku referensi membuatnya jadi sering terdampar di perpustakaan. Rachel sendiri sampai bosan melihatnya.
"Lo cari buku apa, Ra?" tanya Nathan, berhasil menyamai langkah Rachel dan berdiri di sampingnya.
"Manajemen merek, Nat. Tolong cariin juga, dong, biar cepet."
"Buat proposal lo?"
Rachel mengangguk, menyisiri satu per satu buku. "Iya. Lo gak nyari buku? Eh, proposal lo udah acc belom?"
"Enggak, gue udah minjem kemarin. Gue bantu nyari aja." Nathan mengeluar-masukkan buku-buku, memilah yang mana yang pas. "Proposal gue masih banyak revisian, tapi belom gue kerjain lagi. Eh, Ra, kemarin lo kok gak datang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN
RomanceArgan dan Rachel saling mencintai, sejak pertama kali mereka duduk di bangku SMA hingga sekarang setelah menikah. Rasa itu masih sama. Setidaknya, itulah yang mereka pikirkan. Argan tidak menyadari, bahwa ia terus melakukan denial pada dirinya send...