BAB 47 : HUKUMAN?

2K 55 1
                                    

Langit sudah lembayung kala Argan tiba di rumah. Secepat kilat, dia turun dari mobil dan membanting pintunya hingga menggelegar di kesunyian senja. Saking kerasnya, sejumlah burung yang tengah bertengger di dahan pepohonan terlonjak kaget dan seketika terbang. Siapa peduli, dia hanya ingin menemui istrinya secepat mungkin.

Pagar bahkan masih menganga ketika Argan menapaki teras dan menekan bel. Sepanjang perjalanan, hatinya bertalu-talu cemas sekaligus kesal. Rachel terlihat rapuh saat dengan berat hati ia meninggalkannya tadi siang. Sialan, gara-gara rapat dan dokumen yang tak bisa ditunda ia harus kembali ke kantor dan terjebak di sana sepanjang hari.

Fisiknya lelah.

Batinnya letih.

Hari ini benar-benar hectic.

Satu.

Dua.

Tiga.

Kening Argan mengernyit saat kali kelima berakhir nihil. Dia menekan berulang-ulang.

Sama.

Argan refleks mencebik dan merogoh saku celananya. Tak ada pilihan selain menerobos dengan kunci duplikat.

Hening.

Ia bergegas menuju kamarnya setelah menutup pintu.

"Ra?"

Ketukannya menuntut.

"Ra, ini aku, buka pintunya."

Suaranya tak sabaran.

"Ra?"

Tak ada sahutan.

Argan mengesah ketika harus mengerahkan kunci duplikat lagi.

"Ra?" Pintu terdorong mundur.

"Kenapa ga dibu---" Sepasang alisnya menyatu. Tempat tidur kosong.

"Ra?"

Argan berdiri di tengah ruangan dan mengedarkan tatapan ke sekeliling.

"Kamu di mana?"

Apa dia mandi?

Argan tidak yakin sebab tak terdengar gemericik air, namun apa salahnya mengonfirmasi.

"Ra?"

Kamar mandi lengang.

Saliva mengaliri kerongkongannya susah payah.

Tidak tidur, tidak mandi, lalu ... di mana Rachel?

Segera, laki-laki berkemeja hitam itu menyusuri setiap inci kamar.

"Ra?"

Meja rias melompong. Balkon sepi. Sofa tempat biasa Rachel bersantai lowong.

Ini tidak benar.

Argan keluar dan menyisir satu per satu bilik di rumahnya.

"Ra!"

Ruang tengah sunyi.

"Rachel!"

Dapur hampa.

"Ra!"

Hanya kicauan burung di halaman belakang.

Argan sontak mengusap wajahnya bingung. Dadanya bergemuruh. Urat lehernya menonjol seiring otaknya yang bekerja ekstra membaca situasi.

Rachel tidak ada di rumah. Semua lampu menyala. Kamar terkunci.

Apa dia pergi?

Jika ya, pasti ada pesan.

Dengan tangan gemetar, Argan meraih ponsel dan mengecek notifikasi.

BETWEEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang