13. Egois

269 58 1
                                    


"Beberapa hati memang egois, seperti halnya kamu. Memaksaku untuk tetap di tempat, sementara dengannya, kamu masih berpegang erat."

~Riri~

___________________

Happy Reading:)

Suguhan susu kotak rasa stroberi hadir di meja depan tempat Riri duduk, bersamaan dengan cewek berwajah galak yang rambutnya diikat tinggi menjadi satu.

"Sesekali kek Ri, lo pesen kopi atau apa, lo masuk cafe apa masuk minimarket sih?" Cewek itu, Raya mengomelkan masalah yang sama setiap kali Riri mampir ke caffe tempat nya berkerja ini, di hari libur sekolah.

"Riri suka ngantuk kalo minum kopi," ucap Riri sebagai pembelaan, lagipula ia memang sangat suka susu stroberi dibandingkan kopi dengan rasa pahit yang lebih dominan–Riri pernah merasakan dulu saat sekali mencoba milik Azriel– tawaran Raya itu.

Tak lama Azriel datang, menepuk kepala Riri sebelum duduk berhadapan dengannya, tatapan matanya jatuh pada Raya yang baru saja mengomel.

"Gue nggak butuh omelan lo disini ya, " sarkas Raya melirik tajam Azriel.

"Gue udah minta lo buat kurangin kerja lo yang udah kayak kerja rodi ini," sahut Azriel kesal.

Raya memutar bola mata bosan sebagai tanggapan, " Seolah lo pernah ada di masa penjajahan dan ngarasain gimana itu kerja rodi, " cibirnya lantas melenggang pergi, melanjutkan kerjanya yang sempat tertunda.

"Cewek itu benar-benar bikin  gue pusing hanya dengan mikirin kelakuannya," gerutu Azriel mengundang kekehan dari mulut Riri.
Azriel mengamati Riri yang kali ini rambutnya seluruhnya dikepang lantas tersampir kebagian pundak kanannya, semantar ada pita berwarna putih melintas diatas kepalanya, membatasi poninya.

"Nggak papa, itu artinya Iyel sayang sama Raya.

" Gue juga sayang sama lo," sahut Azriel lembut.

"Iyel tau, bukan sayang seperti itu yang Riri maksud," balas Riri mengerlingkan mata jahil, membuat Azriel mendengus sesaat sebelum akhirnya terkekeh.

"Gimana Bunda lo? Udah nggak papa kan?" tanya Azriel, meski dirinya sudah pernah melihat langsung keadaan bundanya Riri saat baru keluar rumah sakit, entah mengapa ia harus bertanya.

Riri sendiri bergeming ditempat nya, mencernanya pertanyaan Azriel. Bundanya baik-baik saja, sementara Riri masih berusaha untuk tetap baik-baik saja.

"Sayang, Riri ikut Bunda aja ya, nak. Bareng Bunda tinggal di rumah Ayah yang baru," ucap Bunda malam itu, sebelum ia tidur.

"Kenapa Bunda harus pindah? Kenapa nggak disini aja?"

"Kenapa ya? Mungkin karena Bunda butuh pemulihan untuk kesehatan Bunda dan calon adik kamu. Kata Ayah, disana lebih sehat suasana nya, sayang, kamu pasti suka," jelas bunda lagi, sama sekali tidak membuat Riri senang.

"Jadi... ini demi calon adik Riri?" Sekelebat, perasaan tidak suka menyeruak dalam hati Riri pada sosok yang kini bersemayam dalam perut bundanya.

Pintu kamar terbuka, sosok Malvin muncul dengan senyuman hangat.

"Kamu istirahat sana, biar aku coba bujuk Riri," ucapnya pada bunda, pertanda buruk untuk Riri sendiri.

Bunda mengangguk begitu saja, tersenyum pada Riri, mengecup puncak kepalanya, lantas berjalan keluar kamar Riri.

Begitu pintu kamar Riri tertutup kembali, raut ayahnya berubah drastis, menatap Riri dengan raut geram.

RIRI || Heartbreak! (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang