17. Penasaran.

278 37 13
                                    


"Dalam sederhanamu, ada rumit yang begitu sulit untuk dijelaskan."

~Riri~

__________________

Happy Reading:)


"Arkan."

Arkan yang terlihat tengah memperhatikan penjelasan guru berperut buncit di depan melirik ke samping, melihat Dante yang baru saja memanggil pelan namanya.

"Kenapa fisika gabut banget?" keluh Dante, dagunya di topang tangan kanannya, menatap bosan pada papan tulis.

Arkan tak memberi tanggapan apa pun, ia tetap diam dengan pikirannya.

"Buah jatuh aja pake acara dihitung, kenapa nggak di ambil aja? Kan lumayan bisa dimakan, rejeki kalo kata mama, " oceh Dante lagi. Raut nya cemberut, Rangga juga Erga berada di tengah sana, jauh dari tempat duduknya yang ada dipojok kelas. Duduk bersama Arkan itu, enak seandainya ada tugas yang susah. Tapi akan sangat membosankannya kalau hanya menyimak materi seperti ini, Rangga pasti sedang puas menjahili Erga sekarang.

Dante jadi kepingin pindah tempat, minimal sebelahan dengan Fatimah tidak masalah. Cewek manis berjilbab itu lebih menenangkan untuk dipandang kala bosan, ketimbang menatap Arkan yang tampang nya datar-datar saja.

"Arkan ... lo udah eeq belom sih tadi pagi?" Atas tanya tersebut, Dante mendapatkan delikan tajam dari Arkan. Dante nyengir, "ya abisnya muka lo kayak orang lagi mules gitu, spaneng!"

Arkan mengabaikan Dante lagi. Jujur saja, pelajaran kali ini tidak menarik sama sekali. Pikirannya tengah bercabang, tidak ada yang bisa fokus ke mata pelajaran yang tengah dijelaskan di depan.

Kemarin malam dirumah Riri ...

Arkan mengerjap, saat mata Riri tiba-tiba terbuka tepat ketika hidung mereka nyaris bersentuhan. Mata cewek tersebut terlihat berkedip sekali, berbeda dengan Arkan yang mendadak kaget lantas jatuh terjengkang ke belakang. Bunyi gubrak seolah memberi tahu kalau Arkan jatuh menimpa sesuatu.

Arkan meringis. Riri berkedip bingung.

"Kakak ... ngapain?"

"Ck, saklar lampunya ada dimana sih?"

Setelah tangan Riri menunjuk kearah samping pintu utama, Arkan segera kesana dan menyalakan lampu nya. Ruangan besar itu segara mendapat penerangan, Arkan jadi bisa melihat Riri dengan jelas.

Riri mengenakan rok pendek selutut berwarna merah muda, rambutnya terjalin menjadi satu di sisi kanan, yang kini terlihat berantakan. Saat kembali mendekat, muka Riri terlihat makin pucat, Arkan juga melihat beberapa bagian di kaki dan lengan Riri membiru juga baju basahnya yang sudah tidak sebasah tadi.

"Kak Arkan kok bisa di sini?" Sekali lagi Riri bertanya.

"Lo baik-baik aja?"

Riri mengangguk, sekali lagi berkedip menatap Arkan, "tadi kak Arkan ngapain deket-deket muka Riri? Mau itu ya?"

"Nggak!" Arkan mendengus dengan muka memerah. Mengutuk para setan yang tadi sudah mempengaruhi pikirannya.

Arkan menatap Riri yang kini tengah terkikik geli, senyum tipis terbit di bibir Arkan.

"Baju lo basah, mending lo ganti baju dulu."

Riri nyengir, kemudian berniat beranjak untuk melaksanakan perintah Arkan. Namun sayang, baru saja mau melangkah, tubuhnya langsung terhuyung. Arkan yang masih memperhatikan langsung reflek menahan tubuh Riri agar tidak jatuh, ah bahkan di saat seperti ini kenapa Riri masih terasa wangi sekali ya?

RIRI || Heartbreak! (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang