36. Buruk

120 18 5
                                    


"Tentang aku yang menyukaimu sedalam itu, sementara kamu mencintai dia sebesar itu."

~Riri~

______________

Happy Reading:)

"Kenapa nangis?"

"Apa gue keliatan brengsek banget sekarang?"

"Gue yakin, terakhir kali gue mutusin kita nggak pacaran lagi. Tanpa protes apapun dari lo, dan harusnya gue nggak perlu merasa bersalah kayak gini cuma karena jalan sama Luna."

Denta memejamkan matanya lebih lama, mencengkram setir mobil lebih erat. Mobilnya berhenti diparkiran rumahnya sekitar dua puluh menit lalu, setelah kembali dari menemani ... Riri.

"Boleh peluk Riri, Kak?"

Lalu tangis deras dengan bahu berguncang itu bisa Denta rasakan dalam rengkuhan kedua tangannya. Dalam dadanya. Meski masih kurang mengerti alasannya, tapi rasa bersalah memenuhi hatinya.

Dengan gontai, Denta melangkah memasuki rumah untuk menuju kamarnya. Matanya sempat melirik Dante yang tengah menemani Ara bikin susu, Ara memang suka minta susu saat hari mulai petang. Kemudian, pikirannya ingin menanyakan apakah Dante sudah membantu Luna atau belum, tapi ...

"Beruntung banget ya, kak Luna. Bisa di sayang sama kak Denta segitunya."

"Meski kak Denta tau, kalau kak Luna cuma anggap kakak nggak lebih dari sahabat, meski Kakak tau, kalau sekarang dengan perasaan Kakak yang masih nyata buat kak Luna, tapi kak Luna milih buat pacaran sama kak El."

"Dengan semua pengetahuan itu, nyatanya kak Denta tetep suka sama kak Luna kan?"

Ingatan kembali pada bagaimana Denta mencengkeram kedua bahu Riri yang makin sembab dengan erat. Denta tidak suka Riri dengan berani menyuarakan semua fakta itu padahal gadis itu dalam keadaan yang tidak jauh berbeda.

Riri seharusnya melihat dirinya sendiri.

Dengan senyum getir, Riri menyahut seolah tau apa yang Denta pikirkan.
"Riri nggak jauh beda kan? Bukannya keadaan kita hampir sama, Kak? Menyukai seseorang yang nggak bisa suka kita balik."

"Riri belajar dari Kakak. Seperti Kakak yang yakin kalau kak Luna cuma bingung sama perasaannya, Riri yakin Kak Denta juga akan bingung sama perasaan kak Denta sendiri."

Denta merebahkan dirinya di kasur, sedikit mengacak rambutnya. Kalimat-kalimat Riri terus berputar di otaknya tanpa henti.

"Mungkin aja, kak Denta sebenernya mulai suka sama Riri?"

"Ka-kalau pun nggak. Riri nggak papa cuma di jadikan pelampiasan kak Denta atas kak Luna."

"Riri ... Cape, Kak."

"Sial!" umpat Denta frustasi sekali. Memikirkan Riri memang selalu berhasil membuat otaknya tidak bisa berpikir dengan benar. Semua jadi kacau termasuk ... hatinya.

Baru saja Denta duduk dan menatap karpet berbulu di kamarnya, pintu kamar di buka secara kasar. Lalu muncul sosok Azriel dengan raut marah yang tidak ditutupi.

Denta tau, cowok ini sahabat dekat Riri.

"Mba, tolong bawa Ara masuk ke kamarnya." Sekilas Denta mendengar suara kembaranya berujar sebelum sebuah tinju mendarat di pipi kirinya tanpa aba-aba.

Azriel pelakunya.

"Apa maksud—"

Bugh!

Bugh!

RIRI || Heartbreak! (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang