5. Kak Arkan

457 167 63
                                    

"Jangan bilang 'Kenapa',
Jika tanya mu hanya sebatas kata belaka."

~Riri~

_____________________

Happy Reading:)

Mungkin sejak Riri berusia tujuh tahun, Riri mulai benar benar menggantungkan hidup sepenuhnya kepada Bunda nya. Ketika banyak orang yang tidak mau menerimanya bahkan untuk dirinya yang masih terlalu kecil untuk berusaha mengerti kalau ia tidak diterima oleh keluarganya yang lain, Riri tetap merasa bahagia asal Bunda selalu berada di pihaknya.

Karena bagi Riri, Bunda adalah hidupnya.

Sore ini Riri melihat Bundanya sibuk berkutat di dapur dengan mbok Sarti, sedang membuat makan malam kata Bunda. Ayahnya sedang dikantor, dan Riri merasa punya kesempatan untuk bermanja dengan sang Bunda. Karena itu Riri dengan senang berlari lantas memeluk Bundanya, rambutnya yang tergerai bergerak menutup mukanya karena gerakan terlalu kuat saat mendekap punggung Bunda.

"Riri kangennn...banget sama Bunda," Ucap Riri, menghirup dalam dalam aroma lavender ditubuh Bunda.

"Kangen? Bunda juga selalu kangen sama Riri," Riri tersenyum tipis saat tangan Bunda bergerak mengelus puncak kepalanya, rasanya ingin menangis saja.

Riri bahkan merasa hampir melupakan bagaimana Bunda selalu membelai kepalanya saat sebelum tidur, itu karena Ayah tirinya seolah selalu berada dimana-mana dan mencegah kedekatan mereka, Riri dan Bundanya.

Sayangnya, Ayah sangat lihai sampai Bunda tak pernah menyadari itu.

Riri sudah duduk dikursi yang ada didepan pantry, menopang dagu memperhatikan Bundanya sambil tersenyum.

"Neng Riri tuh kalo senyum cerahhhh, pisan. Suka liatnya mbok Sarti tuh," Mbok Sarti yang tengah memotong cabai merah menjadi kecil kecil terkikik geli, kali ini tangannya bergerak meraih bawang merah untuk di potong-potong.

"Masa sih? Mirip saya ya mbok?" Bunda bertanya sambil mengerlingkan mata, sampai suara tawa ketiganya terdengar memenuhi dapur.

"Beneran mirip sama nyonya, mungkin satu satunya yang mirip tuan Bagas itu bagian alisnya, curam gitu, " Mbok Sarti teliti menatap alis curam yang membingkai mata bulat berbinar milik Riri, tidak menyadari raut berubah milik Bunda, atau bahkan Riri sendiri yang mendadak berkedip tenang.

Mbok Sarti adalah pembantu sejak dulu, bahkan jauh sebelum Riri lahir, jadi ia tahu banyak soal Bagas, ayah kandung Riri.

"Eh, Mbok capcay nya udah siap? " Mengalihkan pembicaraan adalah salah satu yang Bunda lakukan agar pembicaraan itu tidak berlanjut. Membatalkan niat Riri yang ingin bertanya lagi. Perihal Ayah kandungnya.

Seperti, kenapa ia harus punya ayah tiri ketika Riri masih punya ayah kandung?

Bukan, tapi, mengapa Ayah meninggalkan Bunda? Juga Riri?

Dengan alasan yang dulu sangat tidak Riri mengerti, lantas menyakiti nya saat ia tau maksudnya sampai saat ini.

"Bunda, Riri bantu goreng ikannya ya," Riri bergerak mendekati kompor yang sudah berisi ikan tengah digoreng.

"Jangan non Riri, biar mbok aja," Mbok Sari mencegah.

"Nggak papa mbok, Riri bisa kok kalo goreng ikan mah."

Bunda hanya tersenyum menatap Riri, diiringi kekehan mbok Sarti yang kembali melakukan kegiatannya.

Akhh!!!

RIRI || Heartbreak! (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang