9. Tidak pernah diterima

346 100 27
                                    


"Sebab 'Ada' ku tidak pernah dianggap 'Nyata'."


~Riri~

___________________

Happy Reading:)

Gelap.

Entah sejak kapan, saat dirinya lelah bertopeng senyum dihadapan semua orang, Riri mulai menyukai kegelapan. Lampu kamarnya sudah tak pernah dinyalakan lagi semenjak Bundanya masuk rumah sakit, atau bahkan sekedar menyalakan lampu tidur untuk sedikit penerangan.

Gelap memeluknya. Menenggelamkan dirinya dalam perasaan penuh sesak yang nyaris membunuhnya bahkan setelah bertahun-tahun ia pendam, pelan-pelan memenjarakan dirinya.

Disudut ruangan, Riri memeluk lututnya. Tubuhnya sudah kembali gemetar sesaat setelah Arkan, kakak kelasnya yang beberapa kali nyaris melihatnya dalam kondisi terpuruk, pergi meninggalkan rumah besar yang terasa kosong ini.

Riri menahan getar tubuhnya sendiri, dihadapan Arkan. Rasa takut yang bahkan kali ini datang lebih besar dari biasanya.

"Riri nggak akan setuju, Mas," Suara mamanya terdengar, sementara Riri berada dibalik pintu.

"Sayang, dia sudah besar, sebentar lagi tujuh belas tahun. Dia pasti mau tinggal dirumah kita, semantara kamu tinggal di rumah yang udah aku sediakan lagi," Papa menjelaskan, jelas sekali nada lembut penuh bujukan itu.

"Gimana kalo Riri pindah sekolah lagi?"

"Itu buruk, kamu tahu pindah sekolah nggak segampang itu, Riri bisa keganggu belajarnya," Penjelasan lagi dan lagi terdengar dari mulut papa nya, " Kamu bisa berkunjung ke sini sesekali, atau Riri yang kita ajak ke rumah kalo dia libur."

"Mas, tapi—"

"Sayang, kamu nggak denger kata dokter? Anak kita perlu suasana yang menyegarkan, dan rumah yang udah aku siapin itu cocok buat kamu. Please, kamu nurut ya? Riri pasti ngerti."

Bunda bakal pergi, dijauhkan dari Riri.

Papanya tidak main-main soal omongannya waktu itu.

Riri akan berusaha sendirian sekarang? Apa Bunda akan melupakannya segera? Riri terisak lagi, sesenggukan memeluk dirinya sendiri. Tidak! Tidak! Ia bahkan tidak bisa melawan Ayah tirinya sendiri, apa yang harus Riri lakukan agar Bunda tetap berada disisinya?

Tok! Tok!

"Neng Riri? Ada temennya diluar, neng," Suara mbok Satri terdengar, membuat mata Riri terbuka menetap gelap dalam kamarnya.

Tok! Tok! Tok!

"Neng?"

Riri beranjak, berjalan kekamar mandi untuk membasuh mukanya yang sembab. Rasanya beruntung meski ia menangis sedikit lebih lama, muka nya tidak meninggalkan tanda-tanda kalo dirinya habis menangis, oleh karena itu menyamarkan muka sedihnya bukanlah hal sulit bagi Riri.

Tatap mata orang yang kamu ajak bicara, lantas tersenyum lah. Maka ia tidak akan tau bahwa kamu sedang terluka, senyum sudah cukup menyamarkan segalanya. Begitu menurut Riri.

Keluar dari kamar mandi, Riri melihat mbok Satri sudah membuka pintu kamarnya serta menyalakan lampu dengan raut khawatir, juga sosok Azriel yang berdiri didepan pintu, ragu-ragu untuk masuk.

"Ya ampun, Neng Riri! Mbok kira-kira ada apa, toh, abis di panggil nggak nyaut-nyaut," ucap mbok Satri begitu melihat dirinya.

Riri tersenyum, matanya beralih pada Azriel yang juga kelihatan menghela nafas lega.

RIRI || Heartbreak! (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang