16. Napas ... buatan?

265 45 6
                                    


"Mungkin aku hanya perlu bersinggungan sekali, lantas terus peduli denganmu berkali-kali."

~Riri~

________________


Happy Reading:)

"Arkan? Darimana?"

Arkan yang baru saja hendak menuju kamarnya, menoleh lantas berbelok arah menuju ruang dimana ada papanya di sana. Tengah duduk di sofa sambil menikmati kopinya, entah dimana keberadaan mamanya sampai papa sendirian menikmati kopi sore-sore begini.

Arkan duduk di sofa lain, mengedarkan pandang, "Mama mana?"

"Papa nanya lebih dulu, Arkan."

"Iya, aku dari rumah Denta, Pa. Dimana mama?"

"Kerumah sebelah, ngasihin kue katanya. Lagi hobi bikin kue mamamu itu, " jawab papa.

Arkan mengangguk.

"Ekhem ... Pa, " panggil Arkan. Papanya menoleh, Arkan melanjutkan, "gimana papa dulu dapetin mama?"

Papanya terdiam sebentar, perasaan Arkan saja atau ia memang sempat melihat tatapan luka dimata papanya. Hanya sebentar, sebelum papa mengeluarkan kekehan.

"Kenapa? Kamu mau papa bagi-bagi tips buat dapetin cewek yang super cantik kayak mama kamu?" tanya papa menggoda, membuat Arkan mendengus.

"Nggak juga." jawab Arkan, sejujurnya ia sedikit tidak mengerti juga kenapa bertanya seperti itu.

"Mama kamu itu ... sosok hebat." Papa menatap kedepan seolah menerawang ke masalalu, "perempuan yang berhasil membuat papa bangkit dari keterpurukan, memberikan papa semangat ketika papa merasa kehilangan. Padahal waktu itu, masih baru sekitar satu tahun, dia sedang merasa kehilangan juga."

Arkan jadi ikut-ikut menggali ingatan perihal masalalunya, sewaktu dirinya masih kecil. Kehilangan sosok berharga diusianya yang baru sepuluh tahun, benar-benar menyesakan. Pada detik ketika ia sadar, bahwa sosok panutan yang selalu ia banggakan tidak akan pernah bisa ia lihat lagi, Arkan merasa begitu terguncang.

Papa kandungnya meninggalkan dunia untuk selamanya, kala itu. Mama tetap tersenyum setelah dua bulan berlalu, sementara Arkan sempat sering mengamuk, menuntut agar papanya pulang ke rumah. Tinggal bersama mereka lagi, menggoda mamanya tiap di rumah, juga mengajari Arkan banyak hal ketika ia merengek ingin menjadi jagoan hebat kebanggan mama.

Pernah suatu malam, Arkan mendengar mamanya diam-diam menangis sambil memandangi foto papa di ruang keluarga. Setelahnya Arkan merasa bersalah, mama juga masih merasa kehilangan, tapi tetap tersenyum dihadapannya, bahkan dengan sabar menghadapi Arkan yang sering mengamuk tidak jelas karena mengingat papa.

Pelan-pelan, Arkan mulai diam. Tidak lagi menuntut papa agar pulang, bahkan tidak pernah mengungkit perihal papa kandungnya lagi, berharap mama tidak lagi sedih.

Sampai setahun kemudian, Bagas Adijaya datang. Sosok yang kini menjadi papanya, membuat mama kembali dengan tawa bahagia.

"Mama emang hebat banget, papa juga hebat, bisa bikin Mama senyum lagi," ucap Arkan tulus. Arkan pernah menolak lelaki yang kini berada disebelahnya itu untuk menggantikan papa kandungnya, tapi kini ia benar-benar menerima sepenuh hati.

"Arkan ke kamar ya, Pa." Arkan beranjak setelah papanya mengangguk.

Sampai di kamar, Arkan melepaskan jaketnya, meletakan ponselnya sembarangan di kasur, kemudian bergerak masuk ke kamar mandi. Beberapa saat kemudian, Arkan keluar. Jemarinya mengacak rambut hitamnya yang kini basah, pakaian nya sudah berganti menjadi kaos santai berwarna abu-abu, serta celana pendek.

RIRI || Heartbreak! (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang