"Kebahagiaan gue sedang duduk di depan gue sekarang."
Blush... Seketika kedua pipi Val merona. Dia yang selama ini hanya menganggap Alba sebagai sahabat, baru kali ini pertama kali dirinya merasa tertegun sekaligus tersipu oleh kata-kata Alba.
"Jangan di kamar berduaan, ya, banyak setannya," celetuk seseorang yang baru saja masuk sembari membawa nampan yang berisi cemilan dan minuman.
Val mengerjap, lalu tersenyum kaku mendengarnya.
"Apaan sih lo tukang halu sama cewek beda dimensi!" ujar Alba membalas celetukan ngawur Kenta.
"Daripada kena friendzone kayak sepupu gue," balas Kenta sambil meletakkan nampan tersebut, kemudian mengambil sebuah komik yang tergeletak di atas meja.
Alba mencebik karena merasa Kenta tengah menyindir hubungannya dengan Val. Tidak ingin persahabatannya berakhir karena keinginan egoisnya, membuat cowok itu hanya bisa memendam perasaannya.
Karena banyak pertemanan berakhir karena sebuah perasaan, terlebih lagi Alba tahu bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan.
"Val, lo ingat nggak dulu lo pernah main ke sini?" Val menoleh, menatap Alba yang baru saja mencetuskan pertanyaan tersebut secara tiba-tiba.
"Lo juga pernah ketemu Kenta waktu SD," sambung cowok itu.
"Ha? Masa?"
"Kan... Lo lupa." Alba mengerucutkan bibirnya.
"Ya maaf. Gue kan cepet lupa."
"Jadi... Dulu lo pernah ke sini, dua kali. Waktu itu karena ada kerja kelompok. Dan karena orang tuanya Kenta kerja semua, makanya waktu itu kita kerja kelompoknya di rumah Kenta sekalian biar dia nggak kesepian. Dia seneng banget waktu gue bawa temen ke rumahnya. Tapi setelah tau kalo lo itu cewek, dia langsung malu terus sembunyi."
"Loh, kenapa begitu?"
"Dari kecil Kenta tuh nggak mau deket-deket sama cewek, padahal banyak cewek yang naksir dia. Makanya waktu itu mau gue kenalin ke elo biar dia bisa jadi cowok normal."
Kenta berdeham pelan. Kemudian cowok itu beringsut mengambil sebuah komik dan membacanya sembari menyimak cerita Alba.
"Si Kenta bocil nggak mau keluar kamar, terus gue seret ke ruang tamu. Waktu itu kalian pertama kali bertemu dan kalian saling tatap-tatapan, tapi cuma bentar karena dianya langsung kabur teruskunci kamar." Alba berhenti sejenak karena sedang mengunyah cemilan di mulutnya, kemudian melanjutkan, "padahal gue kira dia bakal diam lama dulu, terpana melihat lo, lalu jatuh cinta. Hahaha."
"Nggak taunya malah gue yang jatuh cinta," sambung Alba yang segera disusul oleh gelak tawanya agar Val tak menganggap ucapannya itu serius. Di sisi lain dia ingin agar Val segera menyadari perasaannya.
"Aduh apaan sih lo. Ngelawak mulu," kekeh Val sambil memukul pelan pundak Alba.
Alba ikut terkekeh pelan sembari memaksakan senyumnya.
"Berdalih terus, pantesan dia nggak peka," cetus Kenta seraya menutup buku komiknya. Lalu bergabung bersama Val dan Alba.
Dahi Val berkerut bingung. "Siapa yang ngga—"
"Udah-udah, ini kita kapan belajarnya nih?" sela Alba mengalihkan pembicaraan. Dia menyipitkan matanya menatap Kenta sekilas lalu mendengus kecil.
"Eh, iyaa. Ya udah yuk," balas Val, sembari melirik jam di ponselnya. Dia pun bergerak mengeluarkan buku-bukunya dari tas dan seketika melupakan cetusan Kenta tadi.
ҩ ҩ ҩ
Keadaan di mobil sungguh sunyi. Val dan Kenta duduk di bangku tengah, keduanya sama-sama memandang pemandangan di luar jendela. Sementara seorang pria yang berprofesi sebagai supir pribadi keluarga Wijaya yang duduk di kursi kemudi sedang fokus menyetir.
Val memutar kepalanya seratus delapan puluh derajat ke arah laki-laki yang duduk di sampingnya. "Ken?" panggilnya.
"Ya?" sahut Kenta.
"Lo kenapa nggak bilang kalo kita pernah bertemu pas SD?" tanya Val.
"Gimana mau bilang kalau bahkan gue sendiri nggak ingat kita pernah bertemu sebelum SMA?" tanya Kenta balik.
"Oh ... Gue kira lo sengaja nggak ngasih tau," gumam Val.
Terdengar helaan nafas panjang dari laki-laki tersebut. Dia jujur apa adanya kalau dirinya memang tak ingat tentang pertemuan singkat dengan Val kecil tersebut. "Gue beneran lupa. Lagian dulu kita cuma tatap mata beberapa detik, terus berpisah gitu aja. Ingatan gue nggak setajam Alba, Val."
Val mengangguk paham lalu kembali menoleh ke arah jalanan di luar jendela. Kenta terdiam merenungkan sesuatu sambil sesekali menundukkan kepalanya. Sesaat kemudian, laki-lakiitu menengadahkan kepalanya, memandang gadis di sebelahnya cukup lama, sampai gadis tersebut sadar bahwa dirinya sedang dipandangi dan segera salah tingkah.
Kenta mengerjap sesaat, lalu membasahi bibirnya sebelum berkata-kata. "Val, gue sebenernya nggak enak harus berterus terang. Tapi, gue boleh minta tolong?" tanyanya kemudian.
Val mengerutkan keningnya sebelum akhirnya menjawab dengan anggukan.
"Tolong jangan pernah cerita tentang Kak Arta atau tentang perasaan lo ke Alba lagi, please," pinta Kenta.
"Mm—maksud lo apa??"
"Gue minta tolong supaya lo jangan lagi cerita apa pun itu tentang segala hal yang berhubungan dengan masalah hati lo, ke sepupu gue," ulang Kenta penuh penekanan.
"Tapi, kenapa? Apa salahnya gue curhat ke sahabat gue sendiri?"
"Karena itu menyakiti Alba."
Singkat, padat, jelas, namun tak bisa dipahami oleh Val. Lantas gadis itu mendengus kecil. "Ya terus, gue harus curhat ke siapa?"
"Kan ada gue."
"Ya kali gue cerita tentang perasaan gue ke orang yang nolak gue---," ujar Val asal, sesaat kemudian dia membelalak lalu refleks menutup mulutnya dengan kedua tangan.
Anjir keceplosan! Rutuknya dalam hati. Dia mengatupkan bibirnya rapat-rapat sembari membuang pandangan ke arah jendela, dan tak henti merutuki dirinya dalam hati.
Dasar cewek yang naif, batin Kenta, lalu mengungkap, "cowok yang lo suka itu Kak Arta, bukan gue."
Val terdiam, dia berbalik dan menatap Kenta, didapatinya netra laki-laki itu yang kini sedang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Karena cara lo menatap dia—masih sama. Walau dia udah menyakiti lo berkali-kali, tapi cara lo memandang dia nggak pernah berbeda. Lo masih memandang dia sebagai satu-satunya orang yang sedang mengisi kekosongan di hati lo."
"Kalo gue masih suka dia, kenapa gue bisa suka sama lo?" tanya Val menuntut penjelasan.
Kenta memajukan tubuhnya dan mendekati Val, membuat gadis itu kembali salah tingkah. Bibir merah mudanya tersenyum tipis melihat rona di wajah pipi gadis itu. "Tanya sama hati lo sendiri," kata laki-laki itu, satu tangannya bergerak ke atas, menepuk pelan puncak kepala Val.
"Gue udah anggap lo seperti adek gue sendiri, nggak lebih dan kurang. Jadi, kalau ada apa-apa jangan sungkan cerita ke gue," lanjutnya kemudian dengan menekankan satu kata yang seketika membuat Val terdiam.
Setelah menyatakan itu, Kenta lalu menjauhkan dirinya. Sedangkan Val termenung dalam bisu, tak mampu berkata-kata. Perkataan Kenta yang menurutnya random itu membuat beban pikirannya bertambah.
Namun, entah kenapa di sisi lain dia merasa lega.
Tak lama kemudian, mobil yang dia tumpangi berhenti di depan rumahnya. Gadis itu mengucapkan terima kasih lalu buru-buru turun dari mobil, tanpa mengucapkan sampai jumpa pada Kenta atau sekadar berbalik untuk menatapnya.
***
Haii apa kabar? Gimana puasa hari pertamanya? Semoga lancar yak :)
Maaf saya ngilangnya lama banget >_<
Semoga masih ada yang nungguin cerita iniBTW, semangat puasanya sampai sebulan ke depan!
13 April 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause I'm Yours
Teen FictionUntuk mendapatkan teman di SMA barunya, Valeria Putri terpaksa mengaku memiliki pacar. Padahal, sebenarnya dia tidak memiliki pacar sama sekali. Namun, ketika temannya meminta foto 'pacarnya', Val langsung mengambil foto lelaki tampan yang tak diken...