Setelah mendengar klarifikasi Laras dan Dinda, Val memutuskan kembali ke kelas. Dia tercengang dan berkedip beberapa kali saat mendapati Kenta yang sepertinya baru saja tiba sedang membersihkan mejanya. Anak-anak di kelas langsung melemparkan tatapan tajam ke arahnya, sementara lainnya memandang kasihan ke arah Kenta. Bahkan beberapa siswi tukang gibah yang sedang berkumpul di satu meja terang-terangan menyindir Val pemalas.
Val tertunduk, lalu melangkahkan kedua kaki menuju Kenta yang sedang membersihkan mejanya. Kenta mengeluarkan kantong plastik berukuran medium dari tasnya yang biasa dia gunakan untuk membungkus kotak bekalnya untuk berjaga-jaga bekalnya tidak tumpah di dalam tas. Lalu mengambil tikus mati di atas meja Val menggunakan tangannya yang telah dilapisi plastik ke dalam kantong plastik.
"Sini, biar aku aja." Val hendak mengambil alih kegiatan yang Kenta lakukan, namun cowok itu menolaknya.
"Enggak usah, nanti kamu kotor," tolak Kenta. Satu tangannya yang lain mengambil kantong plastik berukuran lebih besar yang entah dia dapat dari mana. Lalu memasukkan plastik yang berisi tikus ke dalam plastik tersebut.
"Sisanya kamu yang bersihin, ya? Aku mau buang ini ke gerobak sampah di dekat gudang sekolah," tanya Kenta seraya menunjuk kantong plastik di tangannya dengan mengarahkan dagunya.
Val mengangguk. "Makasih banyak, Kenta."
Kenta tersenyum, memamerkan lesung pipinya yang mempesona, lebih mempesona lagi jika cowok itu melepas kacamatanya dan merapikan rambutnya. Kemudian cowok itu berlalu melewati Val ke luar kelas. Sebenarnya dia bisa saja membuang tikus mati tersebut ke tempat sampah di depan kelas, namun dia khawatir bau bangkai tikus itu akan tercium dan mengganggu orang-orang yang lewat walaupun sudah dibungkus dua plastik. Makanya, Kenta memutuskan untuk membuangnya di gerobak sampah dekat gudang sekolah yang mungkin baunya tersamarkan oleh bau-bau busuk menyengat lainnya, dan jarang dilewati banyak orang.
Val melirik sekilas ke penjuru kelasnya yang sedari tadi hanya menyaksikan dirinya dan Kenta membersihkan meja, sisanya sibuk dengan urusan masing-masing dan bergosip.
Setelah membersihkan mejanya dari bekas bangkai tikus dan sisa-sisa darah, Val segera ke toilet untuk mencuci tangannya karena bel masuk tinggal lima menit lagi. Baru beberapa langkah berjalan di koridor, Val melihat Amel bersama dayang-dayangnya—yang tak lain adalah Dina dan Salsa—berjalan dari arah yang berlawanan dengan angkuh.
"Hai, Pembohong," sapa Amel ketika di hadapan Val dan menghadang gadis itu. "Apa kabar sama Arta?"
Val bungkam.
"Cowok seganteng Arta nolak banyak cewek demi lo yang nggak seberapa ini. Dia bahkan pernah kasar ke gue hanya karena lo, sadar nggak?" Amel tersenyum menghina. "Dan ternyata selama ini Arta bersikap gitu karena disuruh lo, demi ngelakuin alur kebohongan lo. Serius nanya, lo pake susuk apa dan dukun mana, sih?"
Val mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Demi apa semua orang jadi menuduhnya begini? Mereka tak tahu apa yang selama ini dia rasakan, namun berani membuat asumsi sendiri, dan menyebarkannya menjadi gosip.
"Permisi, Kak. Gue lagi buru-buru," ujar Val sopan, meskipun hatinya sedang dongkol. Daripada meladeni kakak-kakak kelasnya, Val memutuskan pergi dan mengabaikan mereka.
"Dek, yang sopan dong sama Kakel. Lagi diajak ngobrol kok malah pergi?" Salsa menarik pergelangan Val.
"Lho... kenapa tiba-tiba buru-buru? Kamu mau ke mana?" tanya Amel.
"Cuci tangan," jawab Val malas.
"Amel nanyanya 'ke mana' bukan 'ngapain', bodoh!" caci Dina.
Val menghela nafas, lalu kembali menjawab dengan malas, "ke toilet."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause I'm Yours
Fiksi RemajaUntuk mendapatkan teman di SMA barunya, Valeria Putri terpaksa mengaku memiliki pacar. Padahal, sebenarnya dia tidak memiliki pacar sama sekali. Namun, ketika temannya meminta foto 'pacarnya', Val langsung mengambil foto lelaki tampan yang tak diken...