Val segera masuk ke dalam kamarnya, mengunci rapat-rapat pintu tersebut lalu membanting dirinya di atas kasur kemudian berguling-guling tidak jelas. Hari ini gadis itu merasa sangat bahagia, apa lagi kata-kata penembakan Arta tadi masih terngiang jelas di benaknya, membuatnya ingin berteriak keras, namun dia tahan karena tidak ingin membuat kerusuhan.
Bisa-bisa Kalinda dan tetangga di sekitarnya berpikir kalau dia kesurupan.
Kemudian gadis itu melirik jam beker di atas nakas yang sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Lantas, dia pun segera bangkit dan menuju ke kamar mandi lalu bersiap-siap memberikan surprise untuk sahabatnya.
Sebelum beranjak mandi, sejenak dia membuka ponselnya sekadar mengecek notifikasi. Walaupun dia tahu yang ada hanyalah notifikasi yang memberitahukan kalau ruang penyimpanan ponselnya hampir penuh.
Haha. Ternyata benar.
Tetapi, sedetik kemudian muncul beberapa notifikasi dari Kenta yang membuatnya terkejut. Kemudian, gadis itu pun segera bersiap-siap menuju ke rumah sakit.
ҩ ҩ ҩ
"Sebentar lagi Val mau kesini," kata Kenta.
Alba yang terbaring di atas tempat tidur rumah sakit berdecak pelan. Tangan kanannya tersambung dengan selang kecil penghantar cairan infus yang kini tersisa setengah. "Kenapa lo kasih tau dia?" protesnya. Cowok itu tak ingin membuat gadis itu merasa sedih atau khawatir.
"Dari pada dia nungguin di Kafe sendirian, makanya gue kasih tau kalau lo disini," tukas Kenta, "kalau lo masih belum bisa ngasih tau tentang penyakit lo, cari alasan aja. Lo kan pintar cari alasan."
Entah itu pujian atau ejekan, Alba memajukan bibirnya beberapa senti. Dia lalu mengubah posisinya menjadi duduk di atas tempat tidur, seketika itu pula pandangannya menjadi kabur, kepalanya mendadak berdenyut sangat nyeri serasa terdapat ratusan jarum yang menusuk kepalanya.
Kenta menghampiri Alba yang terlihat kesakitan. Cowok itu segera mengambilkan beberapa obat dan air putih yang tak jauh darinya.
"Tiduran aja," perintah Kenta seraya menuntun sepupunya supaya merebahkan tubuhnya, lalu menyuruhnya meminum obat pereda yang telah dia disiapkan.
Alba menurut. Cowok itu meminum obat-obatan yang diberikan Kenta.
"Gue nggak mau mati," lirih Alba, "Gue pengen hidup..."
Kenta pura-pura tidak mendengarnya, dia tidak suka mendengar kata-kata yang terdengar pasrah tersebut keluar dari mulut Alba. Sebenarnya Kenta turut kasihan, tetapi, dia tahu sepupunya itu benci dikasihani. Dikasihani hanya membuatnya merasa lebih terpuruk. Oleh sebab itu Alba selalu berpura-pura menjadi sehat, tidak hanya di depan Val, bahkan di depan kerabatnya juga.
"Nggak usah pura-pura nggak denger," ucap Alba seolah mengetahui yang baru saja dilakukan Kenta.
"Dokter bilang lo masih punya harapan hidup. Jadi, jangan bilang itu lagi," pungkas Kenta tanpa memandang Alba.
Tok tok tok...
Kedua cowok itu segera menoleh ke arah pintu. Sepertinya gadis itu sudah datang. Kenta beranjak membukakan pintu, sementara Alba segera menyamarkan kesedihannya barusan dengan senyuman. Pintu terbuka kini memperlihatkan seorang gadis yang nafasnya terburu-buru sambil membawa sebuah kotak berpita putih, serta raut khawatir yang tercetak jelas di wajahnya. Gadis itu menatap Kenta di hadapannya sejenak, lalu segera menghambur ke Alba yang terbaring sambil tersenyum riang.
"Baba sakit apa?" tanya Val duduk di sebelah Alba yang mencoba bangkit dari tempat tidurnya tetapi tidak bisa itu.
Alba mengerjap, dia belum menemukan alasan yang tepat untuk mengelabui Val yang ke sekian kalinya.
"Ba? Baba kenapa?" panggil Val.
"Kakinya terkilir, terus jatuh." Alih-alih Alba yang menjawab, malah Kenta yang menjawabnya. Ketika melihat Alba kebingungan, cowok itu langsung bisa membaca situasi. Kali ini dia berdalih bukan untuk membantu sepupunya, tetapi karena dia juga tidak ingin melihat Val sedih.
Gadis itu menatap Alba khawatir. "Hah? Kok bisa?"
Alba tersenyum kikuk. "Pas lagi turun tangga, gue kepeleset terus jatuh, habisnya lantainya licin sih," jelas Alba melanjutkan skenario kebohongan yang dibuat Kenta demi dirinya.
Yah, sebenarnya Kenta melakukan bukan untuk sepupunya. Dia juga tidak ingin melihat Val sedih.
"Yang sakit mana aja?" tanya Val lagi.
Alba terkekeh. "Kenapa? Lo khawatir?" goda cowok itu.
Val berdecak sebal.
Kenta yang menyaksikan mereka berdua sejak tadi, meminta izin keluar sebentar. Dia tidak ingin mengganggu waktu emas Alba dengan gadis yang cowok itu sukai.
"Gue serius, Ba!" seru Val memaksa Alba agar menjawab pertanyaannya.
Alba tersenyum getir. Entah harus berapa kali dia berbohong. "Kaki kanan gue terkilir, sisanya badan gue rada encok hehe. Tapi nggak papa, mungkin besok atau lusa udah boleh pulang," alibi cowok itu, jauh di dalam hati dia merasa amat bersalah kepada Val.
Val mengucapkan syukur. Alba memejamkan matanya beberapa saat, berusaha menahan rasa sakit yang tidak diketahui gadis di sebelahnya.
Val memandang wajah Alba yang terpejam rapat. Ketampanan cowok itu tak pudar walau semakin hari semakin pucat. Jika diteliti, wajah Alba terlihat sangat menggoda dengan cucuran keringat dingin di atas pelipis. Menawan dan... sexy Gadis itu menggeleng pelan, menyadarkan dirinya. Bibirnya lalu membentuk senyuman manis.
"Selamat ulang tahun," ucapnya lembut seraya mengulurkan kotak dengan pita putih yang dibawanya.
Kedua mata Alba kembali terbuka, menatap sebuah kotak di tangan Val yang berisi kue ulang tahun sederhana dan sebuah buku kecil yang sampulnya sudah memudar, seperti buku harian yang sudah bertahun-tahun.
"Maaf kalo kuenya terlalu sederhana. Ini gue bikin sendiri semalaman, untuk lo," ujar Val.
Alba tersenyum senang. Dia menerima uluran tersebut, lalu mengambil sebuah buku kecil dengan sampul gambar kelinci yang sedikit memudar.
Seketika kedua pipi Val merah merona. "Eh, jangan dibaca sekarang!" cegahnya saat Alba membuka buku tersebut hendak membacanya.
Kedua alis cowok itu saling bertaut.
"Gue nggak tau mau ngasih hadiah apa karena lo anak konglomerat, sementara gue cuma cewek biasa yang beruntung jadi sahabat lo. Jadi, gue kasih buku itu sebagai hadiah ultah. Itu buku harian gue tentang kita."
"Bagus, dong. Makanya gue harus baca sekarang."
"Jangan!" seru Val, "G—gue malu." Gadis itu melirik ponselnya sekilas untuk melihat waktu.
Alba terkekeh pelan. Dia jadi ingin menggoda gadis itu lagi. Namun, hanya sebentar sebelum akhirnya Val berpamitan pulang karena sudah hampir larut malam.
***
24 April 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause I'm Yours
Ficção AdolescenteUntuk mendapatkan teman di SMA barunya, Valeria Putri terpaksa mengaku memiliki pacar. Padahal, sebenarnya dia tidak memiliki pacar sama sekali. Namun, ketika temannya meminta foto 'pacarnya', Val langsung mengambil foto lelaki tampan yang tak diken...