Tampak dua orang siswa sedang bertengger pada pembatas koridor di lantai dua, mata mereka menjarah siswa-siswi yang baru saja melewati gerbang sekolah sebelum bel masuk berbunyi. Sesekali, kedua siswa tersebut mendapat sapaan dari siswi-siswi yang berlalu lalang sambil berdecak kagum.
Dengan antusias Rian membalas sapaan-sapaan tersebut sambil tebar pesona. Sementara Arta yang risih hanya membalasnya dengan senyuman tipis, namun kedua matanya masih tertuju pada gerbang sekolah, seolah menunggu kedatangan seseorang.
"Lo nggak capek ngebales sapaan mereka satu-persatu?" tanggap Arta karena semakin merasa risih ditambah dengan kelakuan buaya di sampingnya.
Udah punya pacar tapi masih godain cewek lain.
"Biar gue kayak fakboi gini, tapi hati gue cuma buat Amel," balas Rian seraya tersenyum miring.
Arta memutar bola matanya, lalu menyadari bahwa dia baru saja kehilangan titik fokusnya di gerbang sekolah selama beberapa detik.
"KAK ARTA!"
Arta mengernyit begitu mendengar suara yang memanggilnya. Berada di tempat terbuka dan cukup ramai seperti saat ini membuatnya sulit mencari sumber suara tersebut.
"KAK ARTAAA!"
Cowok itu mengedarkan pandangannya, sebelum akhirnya Rian menahan kepalanya dan mengarahkannya ke bawah.
"Noh, di bawah. Gebetan lo dari tadi manggil lo sambil dadah-dadah," ujar Rian. Tampak Val dengan deretan gigi putihnya tersenyum manis, melambaikan tangan ke arah mereka sembari membawa payung yang dia pinjami kemarin.
Arta segera menepis tangan Rian. Dia menatap Val yang kemudian memberi kode akan menuju tangga dan menghampiri mereka.
"Kayaknya dia mau nyamperin lo, deh. Jangan lupa payung yang lo maling kemarin balikin ke gue," pungkas Rian. "Pepet terus!"
"Nggak."
"Ck. Lo niat mau dapetin hatinya lagi nggak, sih? Jadi cowok jangan kebanyakan gengsi!"
"Nanti gue ditolak."
"Oh, lo takut ditolak? Padahal lo sendiri pernah nolak dia."
Arta menghela nafas panjang lalu mencebik.
"Dah ya, gue nyamperin Amel dulu. Semoga lancar."
Rian menepuk sekali pundak Arta dan menyemangatinya, kemudian pergi menghampiri Amel di kantin. Tak lama kemudian, perlahan Val muncul dari anak tangga berjalan ke arahnya.
"Ini Kak payungnya, makasih banyak," kata Val sambil menyodorkan payung di tangannya.
Arta menerimanya tanpa berbicara. Ekspresi dinginnya yang seperti biasanya membuat Val sedikit canggung.
"Kalo gitu, gue langsung ke kelas ya," ucap gadis itu lalu membalikkan tubuhnya hendak menuju kelas, namun suara Arta menghentikannya.
"Tunggu—"
Val kembali berbalik dengan satu alis yang terangkat. "Iya Kak?"
Arta berkedip beberapa kali, dia mengusap tengkuknya dan menatap Val yang hanya setinggi dadanya. "Gue... boleh jadi teman lo?" tanyanya kemudian sedikit ragu.
"Boleh kok," jawab Val tanpa pikir panjang.
Kedua mata Arta terbuka sempurna. "Eh?"
"Hm? Kenapa?"
"Lo langsung ngeiyain gitu aja?"
"Emangnya ada yang salah?" tanya Val.
"Gue kira lo bakal curiga karena dulu perlakuan gue yang jahat banget. Tapi lo langsung nerima gitu aja tanpa curiga," jelas cowok itu lalu membasahi bibirnya yang kering. Lalu kembali berucap dengan suara yang lebih pelan, "Gue nggak mau kita menjadi renggang lalu lambat laun saling melupakan begitu aja. Intinya... Maka dari itu—gue mau temenan aja sama lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause I'm Yours
Teen FictionUntuk mendapatkan teman di SMA barunya, Valeria Putri terpaksa mengaku memiliki pacar. Padahal, sebenarnya dia tidak memiliki pacar sama sekali. Namun, ketika temannya meminta foto 'pacarnya', Val langsung mengambil foto lelaki tampan yang tak diken...