-54-

49 15 33
                                    


Arta memasang wajah masam. Biasanya dia tak banyak bicara ketika bersama Rian karena cowok itu terkadang banyak bicara, sekarang ditambah lagi dengan kehadiran Amel yang selalu melekat pada Rian. Mereka berdua mengobrol dengan berisik, dan terang-terangan bermesraan di depan Arta seorang diri, membuat Arta ingin melangkahkan kaki dari rumah Rian, tempatnya berada saat ini.

"Kalian bisa diam?" tanya Arta sedikit berteriak saat Amel mulai membicarakan tentang nyamuk yang ada di dekat mereka. Arta sekilas melirik tajam ke mereka berdua yang tidak menunjukkan adanya niat belajar.

Sebenarnya tempo hari, Rian mendapat remidi pada salah satu pelajaran yang katanya mematikan, Matematika. Sehingga waktu istirahatnya tersita untuk mengerjakan soal-soal Matematika tambahan karena cowok tersebut selalu mendapat remidial. Rian merasa frustasi karena waktu kebersamaannya dengan Amel berkurang. Akhirnya, dia memutuskan untuk belajar privat gratis bersama orang terpintar di angkatannya, Arta. Dan juga, sebentar lagi kelas 12 akan menghadapi ujian. Dia bisa saja tidak lulus jika nilainya tidak mengalami kenaikan.

Arta mengiyakan saja karena Rian juga sudah banyak membantunya. Tetapi, dia tidak menyangka cowok itu akan membawa Amel juga. Alhasil, atensi Rian hanya terfokus pada Amel dan melupakan belajarnya.

"Belajar mulu, bosen gue," kata Rian seraya meremas jari-jemari Amel.

"Lagian belajar tuh buat apa si? Besok kan nggak ada ulangan," tambah Amel.

Arta mendengus sebal. "Kalo gitu buat apa lo ngajak gue kesini?"

"Buat nanya perkembangan lo sama Val," jawab Rian asal. Beberapa detik kemudian cowok itu langsung melepaskan genggamannya dari Amel dan beranjak ke dekat Arta. Perilaku spontan tersebut membuat Amel memajukan bibirnya beberapa senti. "Gimana hubungan lo sama Val? Udah ada kemajuan?"

Otomatis Amel menoleh ke Arta. Arta hanya menunjukkan reaksi dingin dan datar.

Sebenarnya, Arta menunggu saat yang tepat untuk bercerita kepada Rian. Namun, makhluk yang selalu melekat pada Rian tersebut membuatnya merasa tidak nyaman.

"Lah, malah diem," ucap Rian.

"Gue ragu-ragu," ujar Arta singkat, padat, tidak jelas. Rian dan Amel masih terdiam, menunggu kelanjutan Arta. "Dia pernah di-bully sampe pingsan dan diteror satu sekolah, itu karena deket sama gue," lanjutnya.

Amel sedang berusaha untuk tidak tersinggung karena pernyataan tersebut. Yah, meski begitu dia juga termasuk yang menyebabkan Val pingsan di gudang sekolah.

Arta lalu menatap tajam ke cewek di sebelah Rian, seolah-olah menyalahkan Amel. "Dalang utamanya, orang yang sama, yaitu temen lo."

Cewek itu tahu siapa yang Arta maksud. Natalie Audy Gabriella. Tetapi Audy sendiri keberadaannya mendadak tidak diketahui seakan hilang ditelan bumi. Bahkan ibunya yang berkerja sebagai pembantu di rumah besar Amel, mendadak mengundurkan diri setelah mampu melunasi hutang ratusan juta kepada Ayah Amel.

Entah dari mana uang ratusan juta tersebut.

"Kalo kata temen-temennya, dia pindah sekolah. Tapi waktu itu gue nggak sengaja denger nyokapnya bilang ke bokap gue, kalo Audy diam-diam dikeluarin dari sekolah," jelas Amel.

Kedua alis Arta bertaut. "Karena apa?"

"Katanya karena..."

Amel membasahi bibirnya yang kering. Dia terlihat ragu untuk mengatakan penyebabnya.

"... Dia pernah ngegugurin kehamilannya."

Arta dan Rian hanya bisa kaget mendengar pernyataan itu.

"Nyokapnya sendiri yang bilang gitu?" tanya Rian dengan mata yang terbuka lebar, agar dia tak salah dengar.

Amel mengangguk. "Iya. Nyokapnya bilang gitu sebelum mengundurkan diri dari pekerjaannya. Setelah itu Audy maupun nyokapnya susah dihubungin, intinya tuh bocah ngilang gitu aja nggak pamitan ke gue."

"Emang bokapnya kemana?"

"Udah meninggal."

Menurut Arta, tak seharusnya mereka membicarakan aib orang. Yah, walaupun dia sendiri masih penasaran tentang cewek itu. Tetapi setiap orang memiliki rahasia yang senilai dengan nyawa mereka, dan tidak ingin membicarakannya, sama seperti dirinya.

Lalu, Arta kembali teringat tujuan utamanya datang kesini, yaitu untuk mengajari Rian. Lantas cowok itu pun berdeham pelan untuk mengembalikan situasi awal.

"Ehem. Nggak baik ngomongin privasi orang lain. Sekarang lanjut belajarnya," tukas Arta.

"Lo kan belum jadi cerita," kata Rian.

"Oke. Tapi gue bakal bilang ke Bu Rohmah biar tugas tambahan lo ditambahin," tutur Arta. "Amel juga, lo banyak yang remidi."

"Arta cepu! Woooo," gerutu Amel dengan nada mengejek.

"Ck. Nggak seru lo, mentang-mentang murid kesayangan Bu Rohmah," sindir Rian. "Ah, ya udahlah. Yok."

Arta tersenyum tipis. Lalu membuka halaman baru pada bukunya, sembari masih memikirkan fakta-fakta tentang Audy yang cukup mengejutkan.

ҩ ҩ ҩ

Agenda "Pergantian Pengurus OSIS" yang dilaksanakan pagi ini setelah upacara, membuat seluruh siswa harus berdiri lebih lama di bawah matahari yang semakin terik.

Val sangat antusias melihat Arta yang menyerahkan jabatannya sebagai Ketua OSIS. Laki-laki tersebut tampak menawan mengenakan almameter OSIS berwarna biru di tengah lapangan. Tak berlangsung lama agenda tersebut akhirnya usai. Sebagian besar siswa langsung berjalan menuju kelas masing-masing untuk mendinginkan diri di ruangan kelas yang ber-AC, sisanya menuju kantin atau menyiapkan diri untuk membolos. Sementara Val masih memandangi Arta yang sedang berfoto bersama pengurus OSIS lama.

Kenta berjalan menghampiri gadis itu. "Ayo ke kelas," ucapnya mengalihkan atensi Val.

Dari kejauhan, Arta mengamati Val cukup lama. Begitu melihat Kenta menghampirinya, dia pun meminta izin untuk mengakhiri sesi foto-foto tersebut lalu melepas almameternya, dan menitipkannya pada salah satu temannya.

"Duluan aja, aku mau nunggu Kak Arta, kata dia ada yang mau diomongin setelah pergantian OSIS," balas Val.

Arta sengaja berdeham ketika sudah beberapa langkah di dekat Val. Keduanya menoleh, lalu raut wajah Kenta seketika berubah masam.

"Ya udah, aku ke kelas duluan," pungkas Kenta dan Val mengangguk. Dia menatap Arta sekilas, sebelum akhirnya melangkah meninggalkan berdua.

"Oh, iya, selamat ya Kak atas jabatan barunya." Val tersenyum lebar menampilkan deretan gigi putihnya yang rapi.

Kedua alis Arta terangkat. "Jabatan baru?"

"Iya. Dari Ketua OSIS, jadi 'Mantan Ketua OSIS'," celoteh Val.

Arta terkekeh pelan. "Nanti mau pulang bareng gue nggak?" tanya cowok itu langsung.

Sebuah senyuman terbit di bibir Val.

"Mau nggak nih? Sekalian mampir ke toko donat, gue habis dapet kupon." Arta mengeluarkan dua kupon donat dari saku celananya yang tanggal kadaluarsanya menunjukkan hari ini.

Sebenarnya kupon tersebut dia dapatkan dari Rian kemarin. Karena Rian tahu, temannya itu tidak pandai berbasa-basi dengan perempuan. Arta juga tidak pandai mendekati perempuan. Jadi, cowok itu membantunya meskipun Arta sendiri tidak terlalu menginginkannya.

"Tapi, kenapa Kak Arta ngajak gue?" tanya Val memastikan agar dirinya tak terlalu berharap dan salah paham lagi.

Arta menghela nafas panjang. "Kalo nggak mau, ya udah," tandasnya kemudian menyimpan kupon tersebut di sakunya. Senyum Val memudar.

"Gue sebenernya mau, tapi gue mau bilang ke Kenta dulu. Nggak papa kan?" tanya Val. "Soalnya tadi gue berangkatnya bareng Kenta."

Arta tersenyum kecut, lalu mengangguk sekali. "Pas pulang sekolah gue tunggu di lobi. Semangat belajarnya," pungkasnya sambil melangkah menuju teman-teman OSIS-nya tanpa berkata apa-apa lagi.

"Makasih. Kak Arta semangat juga!" balas Val sedikit berteriak.

***

19 April 2021

Cause I'm YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang