-21-

160 108 100
                                    

Kenta memasuki rumah megah milik orang tuanya, diikuti Val di belakangnya. Gadis itu tak berhenti merasa kalau ini bukan kali pertamanya menginjakkan kaki disini. Arsitektur rumah ini dan benda-benda yang ada di ruang tamu terasa tak asing baginya.

Setelah selesai belajar, seharusnya Val langsung pulang. Tetapi dia malah kembali ke rumah Kenta karena ingin melihat-lihat rumah itu lagi.

"Maaf ya kalau tadi aku maksa kamu buat cerita. Itu hak kamu mau cerita atau enggak. Tapi kalau kamu butuh seseorang buat cerita, ada aku kok," ujar Kenta tiba-tiba.

"Hah?" Val mengerjap beberapa kali. Dia tak tahu harus merespon apa karena Kenta mendadak mengatakan itu. Sementara reaksi cowok itu selanjutnya seperti biasa. Setelah mengatakan hal yang belum pernah dia katakan, Kenta langsung memalingkan wajah ke arah lain.

"Eh Kenta," panggil Val dan Kenta kembali berpaling padanya. "Sebelumnya aku pernah kesini nggak sih?"

Kenta terdiam sejenak, sebelum akhirnya menjawab, "kayaknya enggak."

"Lho, kok kayaknya?"

"Kita kan baru kenal beberapa bulan yang lalu pas SMA."

Val bergumam kecil. Setelah itu dia langsung berpamitan untuk pulang kepada Kenta.

"Kamu mau aku antar?" Kenta menawarkan.

"Makasih, tapi aku naik bus aja."

"Kalau gitu aku antarin ke halte."

"Eh? Nggak perlu. Aku sendiri aja," tolak Val halus.

"Tamu adalah raja," pungkas Kenta.

Sebuah busur kecil merekah dengan sendirinya di bibir mungil Val. Sejauh ini dia masih memikirkan lelaki yang mengisi hatinya. Biasanya kalau jam segini apa yang Arta lakukan di apartemen? Entahlah. Dia terlalu membuang-buang pikirannya memikirkan Arta. Sedangkan cowok itu belum tentu memikirkannya kan.

Val menautkan jari-jemari tangannya di belakang punggung. Cewek dengan pipi chubby itu berjalan pelan tanpa suara. Diam-diam berusaha menyelaraskan langkahnya dengan langkah kaki cowok di sebelahnya. Mereka berjalan beriringan di sepanjang abunya aspal, menuju halte bus yang terletak di depan perumahan.

Saat cowok itu mengayunkan kaki kanannya ke depan, Val ikut mengayunkan kaki kanannya ke depan. Kemudian dengan cepat matanya menangkap kenyataan kakinya yang lebih pendek dari kaki Kenta. Ketika cowok itu mengayunkan kaki kirinya, Val juga menirukannya. Lagi-lagi dia menangkap dengan jelas kalau kaki kirinya juga lebih pendek dari kaki Kenta, membuat bibir gadis itu maju beberapa sentimeter.

Padahal tingginya hanya sebatas hidung Kenta, seharusnya tidak ada perbedaan di antara panjang kaki mereka kan?

Ketika mendongak, sinar mentari senja yang silau merayau membuat Val refleks berkedip beberapa kali dan mengerutkan wajahnya. Ah, cahaya matahari yang menusuk itu seakan menembus melubangi kedua pupilnya.

Meskipun matanya hampir terpejam, dia tetap merasakan ada cahaya matahari yang menyusup nakal di antara kelopak matanya. "Engh..."

Namun beberapa detik setelahnya, Val merasa teduh dari cahaya menyilaukan tadi. Ketika membuka mata, sebuah tangan besar telah berada tepat di atas matanya. Saat dia melirik pemilik tangan itu, Kenta sedang tersenyum hangat dan memberikan tatapan yang teduh. Seketika kedua pipi Val memerah seperti kepiting rebus.

"Masih silau?" tanyanya.

Gadis itu menatap ke bawah, lalu menurunkan tangan Kenta yang melindunginya dari sinar matahari. "Udah enggak, makasih," jawab Val pelan.

Dia kembali memandangi langkahnya yang sudah tak beraturan dengan langkah Kenta. Kemudian beralih ke aspal yang menangkap siluet seorang laki-laki dan perempuan sedang berjalan beriringan, yaitu bayangan dirinya dan Kenta. Selisih tinggi mereka hanya terpaut kurang lebih 10 sentimeter, namun di bayangan itu selisihnya terhitung banyak sampei puluhan meter.

Cause I'm YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang